Desak 3 Pulau Kembali ke Pangkuan PBD, Forum Lintas Suku OAP Kecam Kibarkan Bintang Kejora

SORONG, PBD – Forum Lintas Suku Orang Asli Papua (OAP) mendesak agar pemerintah pusat segera mengembalikan 3 pulau yang diklaim milik Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara kembali ke pangkuan Kabupaten Raja Ampat Papua Barat Daya.

3 Pulau yang didesak kembali ke pangkuan Provinsi Papua Barat Daya dari tangan Provinsi Maluku Utara yakni pulau Sain, Piyai dan Pulau Kiyas.

Ketua Forum Lintas Suku OAP Provinsi Papua Barat Daya, Buce Ijie menyampaikan pernyataan sikap keras terkait klaim 3 pulau yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat adat setempat.

“Kami merasa dilecehkan. Proses ini dilakukan diam-diam, tanpa melibatkan orang asli Papua, khususnya masyarakat adat Raja Ampat. Ini ilegal dan melukai harga diri kami,” ujar Ketua Forum Lintas Suku OAP Provinsi Papua Barat Daya, Buce Ijie.

Lebih lanjut, Forum OAP meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera turun tangan dan mengembalikan tiga pulau tersebut ke wilayah administratif Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, sebagaimana sikap tegas pemerintah pusat terhadap persoalan yang pernah terjadi antara wilayah di Aceh dan Sumatera Utara.

“Kami tidak kompromi. Pulau-pulau (3 pulau) itu harus dikembalikan. Jangan otak-atik Papua sesuka hati dan ini soal harga diri serta hak ulayat masyarakat adat,” tegasnya.

Tak hanya itu, Ia bahkan mengecam dengan nada keras akan membuat gerakan mengibarkan bendera bintang kejora apabila pemerintah pusat tidak menggubris secara cepat permintaan 3 pulau kembali ke pangkuan Provinsi Papua Barat Daya.

“Jangan sampai kita teriak lagi, kasih naik bintang kejora (bendera) lagi, tetapi kalau pemerintah kembalikan 3 pulau milik kami yang diklaim, itu lebih terhormat lagi,” kecamnya.

Dirinya menuturkan bahwa pihaknya siap melakukan langkah hukum guna memperjuangkan pengembalian tiga pulau tersebut. Termasuk rencana pihaknya berangkat ke Jakarta dalam waktu dekat untuk menemui langsung Presiden dan Mendagri terkait penyelesaian persoalan tesebut.

“Kami akan berangkat ke Jakarta. Kami tidak main-main. Jika perlu, kami akan bawa masalah ini ke Komnas HAM, bahkan Mahkamah Konstitusi. Masyarakat adat siap berdiri paling terdepan berjuang menyelesaikan persoalan ini,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, pihaknya menyatakan akan melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua Barat Daya sebagai bagian dari strategi perjuangan mereka dalam merebut kembali hak masyarakat Papua soal kepemilikan 3 pulau itu.

“Jika suara kami tidak didengar, jangan salahkan kami jika harus perjuangkan ini dengan cara kami, cara orang Papua,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Adat Suku Betew Kafdarun Raja Ampat, Yan Mambrasar menjelaskan bahwa ketiga pulau itu memiliki sejarah panjang yang mengikat secara kultural dan administratif dengan masyarakat Papua, khususnya masyarakat Kabupaten Raja Ampat.

“Pulau-pulau ini dulu diserahkan oleh Kesultanan Tidore kepada masyarakat Raja Ampat karena hubungan sejarah. Bahkan anak Sultan diperistri oleh panglima perang dari Papua, dan itu fakta sejarah yang tidak bisa dibantah,” jelas Ketua Dewan Adat Suku Betew Kafdarun Raja Ampat, Yan Mambrasar

Ia membeberkan bahwa keputusan pemindahan wilayah ini hanya berdasarkan kebijakan Mendagri, bukan hasil kesepakatan antar wilayah atau melibatkan masyarakat adat. Menurutnya, perlu ada sikap tegas dari pemerintah pusat untuk membatalkan kebijakan tersebut.

“Jika aturan yang dibuat tidak lagi menghormati sejarah dan hak adat, maka aturan itu harus ditinjau ulang. Jangan caplok wilayah kami hanya karena alasan memperluas cakupan wilayah otonom,” tandasnya.

Forum Lintas Suku OAP dan Dewan Adat Raja Ampat berharap pemerintah pusat segera bertindak adil dan bijak agar konflik horizontal dan kecemasan masyarakat adat tidak berkembang menjadi ketegangan sosial yang lebih besar.

Konflik tapal batas ini mencerminkan masih lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menentukan batas wilayah administratif, serta kurangnya pelibatan masyarakat adat dalam setiap kebijakan yang menyentuh hak ulayat. (Jharu)

Komentar