SORONG, PBD – Tim kuasa hukum JW, YS dan EM, Max Souisa, S.H., MH dan Michael Jacobus, S.H., M.H secara resmi mempraperadilkan Polresta Sorong Kota di Pengadilan Negeri Sorong, Rabu (7/2/24).
Surat bernomor 001/pra.ped/MS/II.2024 telah diterima oleh pihak pengadilan negeri sorong dengan nomor registrasi no.1/pid.pra/2024/pn.sorong.
Ditemui sejumlah media, Michael Jacobus mewakili tim kuasa hukum, menyampaikan alasan mempraperadilkan Polresta Sorong Kota dikarenakan ada beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut.
Ia mengungkap bahwa sampai hari ini tidak ada objek pasti yang bisa dipublish oleh pihak Polresta Sorong Kota terkait dokumen palsu yang dimaksud.
“Kapolresta menyampaikan pemalsuan sertifikat, akan tetapi lawyer pelapor menyampaikan akta surat pelepasan hak. Klien kami juga menyampaikan pelepasan hak. Jadi sebenarnya surat palsu apa yang dipersoalkan dalam kasus ini? Kalau bicara surat palsu akta otentik berupa sertifikat, sertifikat itu dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Alat bukti apa yang mengkonfirmasi bahwa sertifikat ini palsu? Sertifikatnya asli karena terregistrasi,” ungkap Michael.
Ia pun menilai jika kliennya ditetapkan sebagai tersangka pidana pun terbilang sangat prematur dan terburu-buru. Apalagi penanganan kasus langsung masuk ke dalam tindak pidana. Seharusnya jika terkait dokumen, menurutnya dapat dilakukan upaya perdata hingga PTUN.
“Kalau pihak Kepolisian mengatakan akta otentik pasal 264 dalam perkara ini dokumennya sertifikat, sertifikat mana yang palsu? itu yang kita mau pertanyakan dalam proses Praperadilan melalui Pengadilan Negeri Sorong. Kemudian kalau mereka menyangkakan bahwa yang palsu itu adalah dokumen surat pelepasan hak dan menuduh klien kami âJWâ yang buat, padahal JW ini sudah usia lanjut dan tidak paham computer. Bagaimana bisa menuduh JW yang buat. Membuat surat belum berarti membuat surat palsu. Contoh tukang rental print surat. Itukan membuat surat. Sepanjang tidak ditandatangani oleh pihak yang berkedudukan hukum, surat inikan kosong tidak ada akibat hukum. Sekarang apakah klien saya memiliki otoritas untuk membuat surat ini jadi memiliki legal standing atau memiliki dampak hukum? Ini kita mau uji melalui pra peradilan. Kalau dikatakan surat palsu oleh pendidik, ada tidak barang bukti tempat, alat printer atau laptop yang dipakai untuk membuat surat? Tidak ada. Jika berbicara surat palsu, maka siapa yang memberikan persetujuan? Kalau yang memberikan persetujuan adalah SO, diakan bukan orang yang buta huruf tapi berpendidikan tinggi (S2). Dia tahu baca isinya apa. Kalau isinya palsu dia bisa tolak itu,” ujar Michael.
Selanjutnya SO sebagai pemilik hak, melepaskan hak dengan menandatangani. Ini berarti ketika ditandatangani, dia membenarkan isinya. Terlepas siapa yang membuat surat, tapi isinya dikonfirmasi kebenarannya. Misalkan Presiden yang menandatangani surat, apakah Presiden juga yang membuat surat? Jadi dipisah dulu mana yang membuat surat dan mana yang membuat surat palsu.
Jadi ketika itu palsu, namun dibenarkan oleh SO, dibenarkan oleh Lembaga Adat, dibenarkan oleh Pemerintah Kelurahan. Jika lembaganya membenarkan surat dari terlapor dan pelapor juga punya surat yang dibenarkan oleh lembaga adat dan pemerintah, apakah pidana? Seharusnya sengketakan secara perdata untuk di uji mana yang sah secara hukum, histori atau kepemilikannya.
Dirinya menuturkan bahwa, ketika pihaknya sudah mengajukan gugatan perdata, harusnya berdasarkan pasal 81 KUHPidana, perkara tersebut harus ditangguhkan.
“Tunggu sampai ada yang memiliki legal standing. Apakah pelapor memiliki legal standing? Inikan masih kita uji dalam gugatan perdata. Kenapa dipaksakan dinaikkan penyidikan,” sebutnya lagi.
Ia pun membeberkan bahwa kliennya tidak pernah diperiksa dalam tahapan penyelidikan. 16 Oktober 2023 dilaporkan, 24 November 2023 sudah naik sidik.
“Dari 16 Oktober sampai 24 November 2023, klien kami tidak pernah diperiksa sebagai terlapor tapi tiba-tiba naik sidik. Coba cek perkaranya terlapor, SO, perkara pasal 151. Itu dilaporkan Februari 2023, tapi nanti Mei 2023 baru naik sidik. Jadi kenapa perkara ini sangat di istimewakan? Ada apa dengan pihak Kepolisian? 39 hari sudah naik sidik dan 34 orang sudah diperiksa sebagai saksi. 39 hari dengan 34 saksi, berarti setiap hari 1 saksi yang diperiksa. Begitu istimewanya kasus ini. Ada apa dengan pihak Kepolisian, makanya kita mau uji,” tegasnya lagi.
Ia pun menyayangkan pihak Polresta, mewakili JW, Ia setuju penegakan hukum, tapi kalau penegakan hukum dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi seseorang, mereka akan lawan.
“Jadi upaya yang kami lakukan adalah praperadilan. Oleh karena itu, hari ini klien kami belum bisa menghadiri pemeriksaan. Karena kami sudah mengajukan surat penundaan. Alasannya, status tersangkanya sementara kita uji benar atau tidak. Masa klien Kami mau diperiksa sebagai tersangka, berarti ketika diperiksa dan tanda tangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), berarti mengakui status tersangka. Alasan kita untuk meminta penundaan tidak ada upaya untuk menghalangi penyidikan tapi ini hak sebagai warga negara yang dilindungi Undang-undang dan ini jalur yang benar,â tutup Michael.
Komentar