Kalaupun ada satu atau dua oknum pendamping yang melakukan praktek sebagaimana yang disampaikan oleh Jimmy Ijie mestinya harus dibuktikan dengan fakta dan data yang akurat, sehingga tidak menghakimi semua pendamping di Papua Barat melakukan praktek demikian.
Kalau pun ternyata setelah dicek kebenarannya, ada oknum yang demikian maka semestinya itu dijadikan sebagai bahan evaluasi bersama oleh pemerintah pusat mengapa itu bisa terjadi, apakah karena honor mereka yang kurang atau operasional mereka tidak mencukupi, karena pastinya ada hukum sebab akibat di sana.
“Olehnya itu harapan saya mesti disikapi secara bijak oleh semua stakeholder yang ada, sehingga tidak bisa menyalahkan pendamping secara sepihak begitu saja. Saya kecewa karena di satu sisi saya yang berkapasitas sebagai ketua partai yang kebetulan Menterinya adalah kader PKB, sehingga lewat akses politik itu saya sedang intens dan konsen memperjuangkan untuk bagaimana Pemerintah Pusat melalui Kementerian PDTT bisa mengalokasikan anggaran lebih kepada para pendamping supaya kerja-kerja mereka lebih maksimal di lapangan, tetapi justru dilemahkan oleh perwakilan kita sendiri dari Papua Barat di Senayan,” imbuh AG.
Kalau soal pernyataan beliau yang menyatakan bahwa PKB tidak ada hubungan politik dengan pendamping, Ia membenarkan itu karena faktanya kalau sekiranya pendamping itu bersinergis politik dengan PKB tentu pada pemilu 2019 yang lalu PKB mendulang suara dan kursi yang banyak di Papua Barat, tapi toh tidak demikian itu artinya bahwa PKB sama sekali tidak memanfaatkan itu sebagai kepentingan politik PKB, tapi yang PKB perjuangkan adalah soal kesejahteraan para pendamping dengan tugas dan tanggung jawab besar yang mereka pikul. (*/Oke)
Komentar