RAJA AMPAT, PBD – Anggota komisi 6 DPR RI Fraksi Demokrat, Daerah Pemilihan Papua Barat Daya, Faujia Helga Tampubolon melaksanakan kunjungan kerja ke PT Gag Nikel di kepulauan Gag Kabupaten Raja Ampat, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Jumat (17/1/25).
Menempuh perjalanan laut selama 2 jam dari Kota Waisai, kedatangan Faujia Helga disambut Sorong Office & Comdev Manager dan sejumlah pejabat struktural manajemen PT Gag serta Plt Kepala Kampung Gag.
Dalam pertemuan tersebut, Faujia Helga terlihat didampingi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Raja Ampat, Mochamad Said Soltief yang mewakili pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat, Staf Ahli Yohana Marini dan Debi.
“Maksud kedatang Saya kesini, sebagai Komisi 6 DPR RI untuk melihat dan mendengar secara langsung operasional PT Gag Nikel di Raja Ampat sekaligus silaturahmi, karena meski Saya juga sebagai Ketua PKK Raja Ampat dan isteri Pak Bupati, Saya belum pernah kesini. Saya hanya dengar-dengar dari pemberitaan media saja,” ujar Faujia Helga.
Selain itu, Ia mengungkap akan rencana kegiatan Komisi 6 DPR RI yang akan melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Raja Ampat. Sehingga perlu persiapan oleh dirinya sebagai tuan rumah Dapil Papua Barat Daya dalam menyiapkan sejumlah lokasi kunjungan kerja.
Menanggapi hal tersebut, Sorong Office & Comdev Manager PT Gah Niken, Ruddy S. Sumual mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas kunjungan kerja Anggota komisi 6 DPR RI, Faujia Helga Tampubolon ke PT Gag Nikel.
Bahwa PT Gag Nikel telah memiliki Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada tahun 2016 namun baru aktif beroperasi pada tahun 2018. Dimana selama beroperasi, PT Gag Nikel, bukan saja mencari keuntungan semata namun ada kepedulian dan tanggung jawab sosial kepada warga ring 1, 2 dan 3.
“Ada 8 pilar program CSR, diantara pendidikan, kesehatan, pendapatan Riil, kemandirian ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan infrastruktur. Dalam kemandirian ekonomi dan lingkungan, kami ada sekitar 7 kelompok binaan. Diantaranya kelompok petani kopra, kelompok peternak ayam, kelompok jaring reklamasi, kelompok kompos dan kelompok penangkaran Penyu,” ungkap Ruddy.
Terkait hak ulayat, Ruddy mengaku telah menyelesaikan kompensasi tanaman tumbuh dan ketuk pintu, dibuktikan dengan akta notaris bersama dengan tim yang sudah di SKkan Bupati Raja Ampat Marcus Wanma pada tahun 2016.
“Namun demikian, masih ada tuntutan dari beberapa pihak yang mengaku sebagai pemilik ulayat. Jadi kami harap, agar aktivitas kami dapat berjalan lancar perlu dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentang kepastian hukum untuk hak Ulayat. Bahwa aktifitas penambangan yang berkonotasi negatif karena merusak lingkungan adalah tidak benar. Karena selain melakukan penambangan, kami ada reboisasi dan pendampingan kepada warga untuk meningkatkan ekonomi warga,” imbuh Ruddy.
Usai melakukan diskusi selama 30 menit, Faujia Helga Tampubolon diajak menuju sejumlah kelompok binaan PT Gag Nikel. Melewati perkampungan warga dan jalan sejauh 11 kilometer yang dikelilingi perkebunan kelapa dan pantai, ada juga bekas bandara peninggalan PT Papua Nikel Pasifik (Paniki), hingga menuju pantai Teteruga, tempat kelompok Minyenfen membuat penangkaran Penyu atau Teteruga bahasa masyarakat setempat.
Disana Faujia Helga Tampubolon ditemui Ketua Kelompok Minyenfen, Husen yang menjelaskan mengenai tata cara penangkaran Penyu sisik.
Mulai dari telur yang diambil dari pantai saat Induk Penyu bertelur. Telur tersebut kemudian dikumpulkan dan pada malam hari dimasukan dalam Bak pasir untuk tempat penetasan. Usai bayi-bayi penyu lahir, kemudian dimasukan kedalam Bak penampungan. Ada puluhan Bayi Penyu atau Tukik yang berusia beberapa minggu hingga sebulan.
Setelah usia 3 bulan, Tukik kemudian dipisahkan dipindahkan ke bak penampung lainnya. Terlihat ada empat bak penampungan yang disesuaikan dengan ukuran badan Tukik.
Husen dengan 14 orang kelompok lainnya secara bergilir menjaga bayi-bayi Tukik tersebut. Mereka pun memasang tarif untuk berfoto bersama penyu mulai dari Rp5.000 bagi anak-anak dan Rp7.000 bagi dewasa. Melepas Tukik sesuai usia tukik mulai dari Rp20.000 hingga Rp250.000.
“Atas kunjungan ini, Saya cukup mengapresiasi kinerja PT Gag Nikel. Ternyata selama ini yang kami dengar di media-media itu, tidak semuanya benar. Buktinya mereka hadir juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Kami harap juga begitu, bahwa jangan kerja operasional saja tapi juga harus ingat masyarakat,” pesan Faujia Helga.
Plt Kepala kampung Gag, Nur Idam Karim, memberikan apresiasinya kepada Faujia Helga Tampubolon yang telah mendatangi Pulau Gag.
“Merupakan suatu kebanggan bagi masyarakat Raja Ampat, bahwa ada anggota DPR RI dari Raja Ampat dan tidak lupa pulang melihat warganya yang jauh di Pulau Gag sini,” ucap Idam.
Kegiatan kunjungan diakhiri dengan mengunjungi salah satu kerabat Suami Faujia Helga yang merupakan Putra asli Raja Ampat di Pulau yang memiliki luas 6.060 hektar dan 700 Kepala Keluarga itu. (Oke)
Komentar