SORONG, PBD – Terdakwa Pencabulan disertai pemerkosaan terhadap anak asuhnya di Pondok Pesantren Salafiyah, Ikhwanudin telah menjalani 6 kali persidangan di Pengadilan Negeri Sorong.
Pantauan sorongnews.com Sidang keenam yang digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Sorong, Kamis (25/1/24) dengan agenda restitusi yang diajukan oleh penyidik Polresta Sorong berdasarkan permintaan LPSK.
Ditemui usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Katrina Dimara mengatakan bahwa agenda persidangan adalah pembacaan restitusi oleh terdakwa disaksikan orang tua korban, LPSK dan pengacara terdakwa.
“Restitusi nanti setelah ada putusan baru ada kekuatan hukum tetap. Dimana terdakwa akan menyerahkan uang ganti rugi kepada korban,” ujar Ola sapaan Katrina Dimara.
Dikutip dari Mahkamah agung.go.id Restitusi ada sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pelaksanaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dan peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2018 Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2020 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2018 tentang pemberian kompensasi restitusi dan bantuan kepada saksi dan korban.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada tanggal 25 Februari 2022 diterbitkan Perma 1 Tahun 2022 yang diundangkan dalam Berita Negara pada tanggal 1 Maret 2022.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga. Menurut Pasal 4 Perma, bentuk restitusi yang berikan kepada korban tindak pidana dapat berupa:
- ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan;
ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; - penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis; dan/atau
kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.
Menurut Pasal 9 Perma, permohonan restitusi tidak menghapus hak korban, keluarga, ahli waris dan wali untuk mengajukan gugatan perdata, dalam hal :
- permohonan Restitusi ditolak karena terdakwa diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum; dan
- permohonan Restitusi dikabulkan dan terdakwa dihukum, akan tetapi terdapat kerugian yang diderita Korban yang belum dimohonkan Restitusi kepada Pengadilan atau sudah dimohonkan namun tidak dipertimbangkan oleh Pengadilan.
Sementara itu, orang tua korban Heti Maryati terlihat sedih usai mengikuti persidangan. Didampingi sejumlah pendamping dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Heti menyampaikan isi hatinya yang dipendamnya karena kedua anaknya telah menjadi korban kelakuan bejad terdakwa Ikhwanudin.
Iapun menyesalkan pihak kejaksaan yang tidak pernah memanggil atau memberitahukan keluarga korban terkait proses persidangan. Ia mengaku baru 2 kali mengikuti persidangan yaitu saat pemeriksaan saksi dan saat ini saat pembacaan restitusi.
“Tadi dari sidang Kami diminta pendapat soal pengajuan restitusi, dari hati lubuk terdalam kami sebenarnya tidak terima anak kami di ganti rugi dengan rupiah. Kami hanya mau terdakwa dihukum seberat-beratnya. Tapi sesuai aturan jadi Kami menerima kompensasi dengan syarat tidak mengurangi hukuman terdakwa di pengadilan,” sebut Heti.
Adapun restitusi yang disampaikan Heti sejumlah Rp59.200.000 dan berharap Ikhwanudin dihukum seberat-beratnya.
Sebelumnya, Ikhwanudin didakwa dengan Pasal 81 ayat 1 jo pasal 76d dan atau pasal 82 ayat 1 UU RI no 35/2014 tentang perubahan UU RI no 23/2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara maksimal 15 tahun dan denda sebesar Rp5miliar.
Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. (Oke)
Komentar