SORONG, PBD – Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kepala daerah gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya oleh pemohon Paslon Abdul Faris Umlati – Petrus Kasihiw (ARUS), nomor : 276/ PHPU.GUB-XXIII/ 2025 beragendakan pembacaan gugatan oleh kuasa hukum pemohon Abdul Faris Umlati – Petrus Kasihiw atas keputusan termohon nomor 115 tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya tahun 2024 tanggal 10 Desember 2024, mulai di gelar di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (16/1/24).
Kuasa hukum Pemohon Heru Wibowo, dalam permohonannya membacakan secara ringkas permohonannya kepada Majelis Hakim sidang panel 1 yang diketuai Suhartoyo, didampingi M. Guntur Hamzah dan Daniel Yasmin Foekh.
Dalam pokok permohonannya, kuasa hukum ARUS menyampaikan 6 pokok utamanya diantaranya diakomodirnya sejumlah warga tak berKTP Elektronik yang menjadi peserta Pemilu di sejumlah TPS di wilayah Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Raja Ampat.
“Di Kabupaten Sorong kami ambil sampel di dalam daftar hadir pemilih atas nama Abdul Rahman di TPS 1 menggunakan hak pilihnya, tanda tangan di daftar hadir. Kemudian kami punya data bahwa yang bersangkutan belum rekam Ektp,” ungkap Heru.
Kemudian pokok permohonan lainnya yaitu dukungan masif dari pendamping desa yang terjadi di salah satu hotel di Kota Sorong. Dalam potongan video yang turut diputar terlihat sejumlah pendamping desa diarahkan untuk mendukung pasangan calon nomor urut 3. Dimana ada pidato dukungan dan Deklarasi dukungan.
Bukti lainnya adalah, adanya konspirasi oleh penyelenggara pilkada dan Majelis Rakyat Papua (MRP).
“MRP yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga kultural untuk melindungi hak-hak orang asli di Papua, justru mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw adalah bukan orang asli Papua. Keputusan ini memupuskan harapan yang besar terhadap hak politik keduanya yang tentunya bertentangan dengan tujuan keberadaan MRP sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 1 undang-undang otonomi khusus,” ujar Heru.
Kemudian konspirasi yang kedua munculnya rekomendasi yang bermuatan politik oleh Bawaslu Papua Barat Daya, ketika itu sebelum pemungutan suara Pasangan calon gubernur ARUS ditetapkan melanggar pasal Pilkada karena dianggap sebagai petahana. Hingga didiskualifikasi dari Pilkada Gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya oleh KPU Papua Barat Daya. Namun upaya hukum ke Mahkamah Agung sehingga ARUS dapat lolos menjadi peserta Pemilu.
Dalam permohonannya, pemohon meminta kepada termohon untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang pada 154 TPS di 117 Kampung 24 distrik di Kabupaten Raja Ampat, 330 TPS dari 40 Kelurahan dan 10 distrik di Kota Sorong dan 69 TPS dari 14 Kelurahan di distrik Aimas Kabupaten Sorong sehingga total keseluruhannya sejumlah 553 TPS.
Meminta kepada termohon untuk melakukan pemutakhiran data pemilih di dalam daftar pemilih tetap sepanjang di TPS yang dimohonkan pemungutan suara ulang.
Meminta kepada termohon untuk melaksanakan permohonan ini atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.
“Kami sangat berharap MK melihat ini secara bijak, karena apa yang kami sampaikan ini sudah berdasarkan pada bukti-bukti yang kuat,” tutur Heru Wibowo didampingi Kariadi, S.H., M.H usai persidangan.
Setelah mendengarkan gugatan sengketa PHPU Gubernur PBD dari pihak pemohon, Majelis hakim konstitusi panel I menskors sidang dan akan kembali digelar pada tanggal 31 Januari 2025 dengan agenda pendengaran sanggahan atau jawaban dari termohon, Bawaslu dan pihak terkait. (Oke)
Komentar