SORONG, PBD – Asosiasi Serikat Buruh Papua Barat Daya resmi menyerahkan poin tuntutan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat Daya disela-sela pelaksanaan peringatan Hari Buruh Internasional bertempat di Gedung J.A Jumame, STIE Bukit Zaitun Sorong, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (5/5/25).
Dalam penyerahan poin tuntutan tersebut, diserahkan langsung oleh Ketua Asosiasi Serikat Buruh Papua Barat Daya, Denisius Faruan didampingi sejumlah pimpinan asosiasi serikat buruh kepada Kepala Dinas Transmigrasi, Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Papua Barat Daya Suroso.
Ketua Asosiasi Serikat Buruh Papua Barat Daya, Denisius Faruan mengatakan bahwa, pihaknya telah menyoroti sejumlah permasalahan krusial yang masih dihadapi para pekerja buruh di Provinsi Papua Barat Daya terutama terkait ketidakadilan dalam penerapan regulasi ketenagakerjaan oleh perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut.
“Masih banyak perusahaan yang lebih memilih menggunakan Peraturan Perusahaan (PP) ketimbang mengikuti Undang-Undang Cipta Kerja maupun turunan peraturan pemerintah seperti PP 35 dan PP 36,” ujar Ketua Asosiasi Serikat Buruh Papua Barat Daya Denisius Faruan.
Ia menyebutkan bahwa, ketimpangan yang terjadi saat ini telah membuka celah terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak pekerja, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak yang tidak mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Banyak kasus PHK yang dilakukan tanpa SP 1, SP 2, SP3 atau bahkan langsung dilakukan tanpa teguran apapun,” sebutnya.
Dibeberkannya, ketidaksesuaian penerapan hukum ini telah menyebabkan ketidakadilan yang nyata di kalangan pekerja. Ia memandang bahwa betapa perlunya kehadiran Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Provinsi Papua Barat Daya sebagai lembaga yang dapat menjadi benteng terakhir dalam menyelesaikan permasalahan para tenaga kerja buruh secara adil dan sah menurut hukum.
“PHK seharusnya menjadi keputusan terakhir yang hanya bisa diputuskan oleh hakim setelah melalui proses hukum yang adil. Saat ini, para pekerja sering kali terpaksa menempuh jalan panjang dan mahal hanya untuk memperjuangkan hak yang jumlahnya tidak seberapa,” ungkapnya.
Ia mencontohkan terkait kasus nyata seorang pekerja yang memperjuangkan pesangon senilai Rp20 juta, namun harus mengeluarkan biaya hingga Rp50 juta selama proses penyelesaian yang berlarut-larut.
Menurutnya, apabila PHI terdapat di Provinsi Papua Barat Daya, maka kedepan para buruh tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi atau menempuh jarak jauh hanya untuk mendaftarkan perkara.
“Dengan berjalan kaki pun, para pekerja sudah bisa mengakses keadilan,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa, proses penyelesaian sengketa hubungan industrial yang dimulai dari bipartit (antara pekerja dan pemberi kerja), lalu dilanjutkan ke tripartit (melibatkan mediator dari Dinas Tenaga Kerja) apabila tidak ditemukan solusi.
Saat ini, mediator hubungan industrial di Kota Sorong hanya dua orang, namun keterbatasan ini membuat banyak kasus berlarut-larut, karena mediator tidak memiliki wewenang untuk memutuskan perkara secara final, melainkan hanya memberi rekomendasi.
“Yang bisa memutuskan adalah hakim. Karena itu, PHI adalah kebutuhan mendesak,” tegasnya.
Sementara itu, Gubernur PBD Elisa Kambu menanggapi soal desakan pembentukan PHI di Provinsi Papua Barat Daya, dirinya menyampaikan bahwa pihaknya siap berjuang bersama-sama demi lahirnya PHI di Provinsi termuda di Indonesia ini.
“Harapan-harapan serikat buruh akan dipenuhi oleh pemerintah, terutama untuk menghadirkan Pengadilan Hubungan Industrial, ya kita tetap berjuang sama-sama,” kata Gubernur PBD Elisa Kambu.
Ia menekankan bahwa, apabila di Provinsi Papua Barat Daya kedepan tidak terdapat PHI di wilayah ini, maka kedepannya dapat senantiasa mempersulit para buruh dalam mengurus permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
“Jadi, kalau tidak kasihan, kalau mereka dari sini pergi harus ke Manokwari perlu biaya, sedangkan buruh ini kan kerja hari ini untuk kehidupan mereka hari ini. Jadi intinya kita akan dorong sama-sama, kami akan gunakan kewenangan yang ada, kita coba melakukan komunikasi kedepannya,” tutupnya. (Jharu)
Komentar