Pemilik Ulayat Kamundan Minta Ganti Rugi Kerusakan Hutan, Begini Penjelasan PT. BKI

MAYBRAT, PBD – Puluhan warga pemilik hak ulayat wilayah Kamundan Distrik Aifat Timur Tengah, Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya menuntut perusahaan PT. BKI (Bangun Kayu Irian) agar mengganti rugi kerusakan yang diakibatkan penebangan hutan oleh perusahaan tersebut. Warga juga menuntut agar PT. BKI menghentikan aktivitas di wilayah Kamundan.

Tuntutan ini disampaikan dalam pertemuan antara pihak PT. BKI dengan warga pemilik hak ulayat serta tokoh adat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah Kabupaten Maybrat. Pertemuan dihadiri Sekda Maybrat, Jhony Way, Kapolres, AKBP Gleen Rooi Molle, S. IK, Danramil Aifat, Kepala Distrik Aifat Timur Tengah dan Aifat Selatan beserta warga di Gedung Samu Siret Kumurkek, Maybrat, Papua Barat Daya, Kamis (16/2/23).

Terkait tuntutan dari warga tersebut, selaku Legal Hukum PT. BKI Jatir Yudha Marau, yang mewakili pihak perusahaan mengungkapkan bahwa, pihak perusahaan yakni, PT. BKI tidak mungkin lagi melakukan pembayaran ganti rugi. Pasalnya perusahan sudah membayar pajak ke negara sehingga perizinan semuanya ada. Artinya, sebelum menebang pihak PT. BKI sudah membayar duluan makanya bisa kerja di lokasi tersebut.

Yudha juga menjelaskan, selama ini PT. BKI bekerja ada dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan, perusahaan tidak mungkin kerja di luar RKT yang sudah diatur. Kalaupun ada dan kena masyarakat, baru masyarakat itu berhak meminta ganti rugi dan perusahaan berkewajiban untuk membayarkan terhadap pemiliki hak ulayat yang berhak.

“Jadi kalau hutan rusak, memang disitulah yang diijinkan oleh pemerintah, dan kalau dituntut ganti rugi, tidak mungkin lagi ganti rugi karena disitu perusahaan sudah bayar pajak ke negara dan namanya kerja potong kayu, pasti ada kerusakan tapi kerusakan itu sudah dibayar dalam bentuk pajak kepada negara,” jelas Yudha di Kumurkek.

Dia menilai bahwa, tuntutan daripada warga ini terkesan keliru. Pasalnya yang dikerjakan oleh PT. BKI sudah sesuai RKT, dan sudah membayarkan tuntutan kepada pemilik hak ulayat yang paling berhak. Oleh karenanya, tidak ada lagi kerugian bagi pemilik-pemilik hak ulayat yang sebenarnya.

“Sebelum pertemuan ini, kami juga sudah pernah lakukan pertemuan atas permintaan warga yang difasilitasi oleh dinas kehutanan (Dishut) dari provinsi. Dari dinas kehutanan sudah menerangkan, apa yang dikerjakan oleh pihak PT. BKI dalam konsensi dan RKT telah sesuai yang di ijinkan aturan bukan di luar aturan,” tambah Yudha.

Disinggung soal transportasi angkutan, Dia menegaskan, PT. BKI bukan menggunakan angkutan longging truk, tapi truk biasa yang sama dengan truk pemuat material pasir. Hanya saja konsep angkutannya saja yang berbeda untuk kayu look bak mobil terbuka dan looknya itu pun dipendekkan sehingga masih bobot yang wajar. Jadi jangan di lihat karena mobil muatan kayu.

“Jadi truk itu muatannya sama dengan truk lain dan sudah membayar pajak ke provinsi. Oleh karena itu berhak untuk melintasi jalan nasional, beda kalau longging truk ya kami tidak bisa menggunakan jalan itu harus cari jalan alternatif. Tapi kalau ragu silahkan dari pihak Dinas Perhubungan (Dishub) timbang, bobotnya wajar tidak,” tutupnya. (Valdo)

Komentar