“Sekolah ini sudah ada sekitar tahun 2016. Saya sendiri dipindahkan ke SD Al Maarif pada tahun 2018. Sekolahnya dulu belum disini, masih berada di bagian Barat kampung ini. Letaknya ditengah hutan. Saat Saya pindah kesini, Saya harus mengurus Dapodik karena akan masuk ujian. Pada tahun 2019, melalui dana CSR Petrosea kami mendapatkan bantuan 3 ruangan kelas dan dipindahkan kesini,” terangnya.
Rusmiati menambahkan dengan minimnya ruang kelas terpaksa kebijakan sekolah menjadikan 1 ruang kelas diikuti 2 rombongal belajar.
“Ada satu ruangan perpustakaan bantuan dari Kementerian pendidikan kami buat jadi dua ruang kelas yaitu kelas 4 dan kelas 6. Sedangkan 3 ruang kelas lainnya, digunakan untuk kelas 3, kelas 5 dan satu kelas digabung antara kelas 1 dan kelas 2.
Sedangkan guru PNS di sekolah tersebut baru dirinya sebagai Kepala Sekolah ditambah guru kontrak daerah 1 dan honor sekolah atau yayasan berjumlah 6 orang.
“Kendala kami saat ini adalah bantuan sarana dan prasarana bagi 118 pelajar. Bayangkan saja 1 ruangan terpaksa harus 2 rombel. Karena kalau mau shift sangat sulit sekali penerapanya. Selama Covid 19, Kami sejak Maret tahun lalu hingga Desember 2020 sesuai petunjuk dinas pendidikan, Kami melakukan Luring (metode belajar luar jaringan). Mereka mengambil modul, dipelajari, dibawa pulang setiap 2 hari sekali, kerjakan tugas, meski banyak yang tidak benar, tidak mengapa karena semangat mereka untuk mengerjakan tugas lebih penting,” urai Rus.
Pada Januari 2021, pihak sekolah dan semua orang tua di sekolah tersebut meminta ijin ke Satgas Covid dan dinas pendidikan untuk melakukan tatap muka dan diberikan ijin.
Komentar