Petani Jamur Tiram Bertahan Ditengah Pandemic Covid 19

Ia bersama isterinya, Widi seorang transmigran, memulai bisnis jamur Tiram secara otodidak dari berbagai sumber 4 tahun silam. Garasi mobil dirumahnya kala itu, Ia sulap menjadi tempat pembibitan sekaligus tempat perkembangan jamur. Beberapa kali gagal tidak membuatnya patah semangat, malah semakin memacu dirinya untuk mengembangkan pertanian jamur dilahan yang disewanya dari warga lokal dengan menjual satu mobil miliknya.

Dilahan yang disewanya itu, kini bisa menanam jamur hampir 10.000 baglog dengan panen perhari antara 10 sampai 20 kg. Sedangkan jika panen raya bisa memanen 30 – 35 kg perharinya.

____ ____ ____ ____

Kini kerja kerasnya berbuah ranum, usaha jamurnya mulai dikenal banyak orang dan memiliki pelanggan hingga di luar Sorong. Seperti di Sorong Selatan, Maybrat, Raja Ampat, Fak-Fak bahkan Biak.

Harga yang ia patok pun terbilang cukup terjangkau yaitu Rp35.000 perkilonya. Dengan rata-rata omset perhari Rp.500.000 sampai Rp.700.000.

Namun bukannya tanpa kendala, Frengki mengatakan bahwa kendala terbesarnya adalah kurangnya pelatihan dan bimbingan dalam pengembangan usaha jamur. Seperti bimbingan atau pelatihan pembuatan bibit atau spora jamur yang sampai saat ini masih didatangkan dari Jawa.

Komentar