SORONG, PBD – Seorang ayah angkat berinisial A (59) diduga kuat melakukan rudapaksa terhadap anak angkatnya benisial N (11) yang saat ini telah duduk dibangku kelas 5 disalah Sekolah Dasar swasta di Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Tindakan keji ayah angkat kepada korban N (11) diketahui terjadi sejak tahun 2023 lalu.
Pendamping Hukum korban, Agustinus Jehamin menuturkan bahwa hingga saat ini proses penanganan kasus dugaan rudapaksa belum sepenuhnya memberikan rasa keadilan bagi korban.
Ia menjelaskan bahwa meskipun berkas perkara sudah ditangani Unit PPA Satreskrim Polresta Sorong Kota namun pelaku hingga kini masih berkeliaran dan belum ditahan.
“Kami mempertanyakan kenapa belum adanya penahanan terhadap tersangka. Mereka beralasan bahwa pelaku masih bersikap kooperatif dan rutin melapor sekitar tiga kali dalam seminggu,” ujar Pendamping Hukum korban, Agustinus Jehamin, Jumat (14/11/25).
Menurut Gusti, kasus ini merupakan kasus khusus dengan ancaman pidana berat, sehingga penahanan seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Tak hanya itu, diakuinya bahwa korban masih mengalami ketakutan dan trauma yang berat lantaran korban sempat melihat pelaku (ayah angkat) berkeliaran bebas di Kota Sorong.
Dibeberkan Gusti sapaan akrabnya bahwa, saat diperiksa dan diwawancarai jaksa, korban N (11) sempat mendapatkan pertanyaan yang dinilai kurang tepat dan tidak profesional.
“Pada saat wawancara korban kami (pendamping hukum) diminta jaksa untuk keluar, setelah itu korban menceritakan bahwa jaksa menanyakan bahwa ‘Kalau tersangka (ayah angkatmu) masuk penjara, kamu tidak kasihan kepada bapakmu? tidak ada yang biayai kamu’ dan kami menilai pertanyaan seperti ini tidak mencerminkan keberpihakan kepada korban, padahal jaksa mewakili negara dan berkewajiban melindungi anak korban,”sesalnya.
Lebih lanjut, Gusti membeberkan kronologis awalnya, tindakan tidak pantas terjadi ketika korban N (11) masih duduk di kelas 3 SD dan saat itu korban masih berusia 9 tahun.
Pada tahun 2024, tindakan tersebut berlanjut menjadi dugaan pencabulan atau melakukan rudapaksa terhadap korban dan korban akhirnya memberanikan diri bercerita kepada teman-temannya hingga informasi tersebut terdengar oleh guru-guu di sekolah tersebut.
“Mendengar hal itu, Guru kemudian melaporkan kasus tersebut ke UPTD PPA Satreskrim Polresta Sorong Kota pada awal tahun 2025, setelah korban memiliki keberanian untuk mengungkapkan dan bercerita kejadian yang dialaminya,” lanjutnya.
Secara psikologis, Gusti mengakui bahwa korban mengalami trauma dan ketakutan serta tidak mendapatkan perhatian dan kenyamanan di rumah.
Menurut pendamping hukum, keluarga angkat korban dinilai kurang memberikan dukungan dalam proses hukum, padahal dukungan tersebut penting bagi korban N.
Gusti berharap agar pihak kepolisian maupun kejaksaan dapat segera menuntaskan proses pelimpahan tahap dua sehingga perkara ini dapat segera disidangkan.
“Kami ingin korban mendapatkan perlindungan dan keadilan. Sampai saat ini korban masih trauma dan kondisi mental terganggu karena pelaku belum ditahan,” tandasnya dengan penuh harap. (Jharu)













Komentar