SORONG, – “Pandemi Covid 19 itu sesuatu yang kita tidak prediksi sebelumnya, tetapi yang jelas, dia memberikan ruang untuk melihat persoalan-persoalan yang selama ini sudah ada, menjadi jauh lebih jelas lagi,” demikian ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriani belum lama ini saat melakukan kegiatan di Kota Sorong, Papua Barat.
Ia mencontohkan betapa minimnya fasilitas dan infratsruktur untuk pelayanan bagi perempuan korban kekerasan. Selama ini sudah dikeluhkan, bahwa rumah aman hampir tidak tersedia dimana-mana, pada saat covid 19 ini, rumah aman jumlahnya makin sangat terbatas dengan kapasitas yang terbatas. Sulit diakses oleh perempuan korban baik itu karena kebijakan untuk memastikan mereka bebas dari infeksi corona, tetapi juga protokol kesehatan tidak memungkinkan rumah aman itu menerima dengan kapasitas penuh.
Demikian juga dengan persoalan pengaduan atau pelaporan, dilokasi-lokasi yang sedari awal memang sudah jauh infrastruktur belum berkembang ternyata semakin merasakan dampaknya. Contohnya untuk mendapatkan informasi, masyarakat yang berjalan begitu jauh untuk menuju ketempat layanan sampai dilokasi. Ternyata layanannya dibatasi oleh waktu atau memindahkan layanannya menjadi layanan pertelfon atau online, yang tidak diketahui oleh masyarakat.
“Meskipun sudah ada beberapa upaya protokol kesehatan yang dikembangkan untuk penanganan kasus kekerasan terhadapap perempuan, ternyata persoalan-persoalan yang saya sebutkan tadi itu, tidak tertangani bahkan tidak ada sebetulnya dukungan yang memadai bagi para pendamping untuk juga bebas dari kemungkinan infeksi covid 19. Dukungan pada pendamping selama ini sudah sulit ya, dan itu didapatkan dibanyak daerah. Misalnya mereka harus berjuang sendiri untuk menggunakan transportasi ataupun untuk mendampingi korban itu sendiri. Nah mereka sekarang juga harus dibebani dengan membeli alat APD secara mandiri dan juga bagi korbannya. Jadi budget yang harus mereka keluarkan jauh lebih besar,” urainya.
Komentar