JAYAPURA – Prihatin menyaksikan lambatnya perubahan di Papua, Ketua Gerakan Pemuda Jayapura (Gapura) Jack Judzoon Puraro, M.Si meminta agar dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Jilid Dua, Pemerintah perlu libatkan stakeholder yang belum terkontaminasi budaya korupsi.
Permintaan itu diutarakan Jack Puraro mengingat selama Otsus Jilid Satu berlangsung, pengelolaan dana Otsus belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan. Jack menyebut sejumlah kondisi yang membuat dirinya prihatin, seperti masih banyaknya generasi muda yang belum mengenyam pendidikan, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, serta masih banyak lagi yang lain. Menurut Jack, faktor penyebabnya antara lain perilaku korup yang dipraktikan oleh para pengelola anggaran pembangunan. “Anggaran begitu banyak mengalir ke tanah Papua, akan tetapi masyarakatnya belum mengalami sebuah perubahan. Paradigma ini, pandangan ini, membuat banyak generasi muda berpendapat memang betul-betul di Papua ini sedang terjadi korupsi besar-besaran. Jadi bukan saja Pak Gubernur tetapi ada pejabat-pejabat birokrasi-birokrasi, birokrat yang ada di pemerintahan ini, turut semua melakukan korupsi itu, ini bukti nyata masyarakat tidak dibangun,” kata Jack Puraro di Jayapura, Senin (21/11/2022).
Jack mengapresiasi langkah-langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah berupaya keras membersihkan tanah Papua dari aksi-aksi rasuah.
“Saya harap ke depan, dengan kehadiran KPK di tanah Papua ini, benar-benar Papua ini bisa bebas dari kasus-kasus korupsi. Jadi harapan kami sebagai generasi muda ke depannya semoga KPK bisa lebih intens lagi terus datang ke Papua, sehingga para pelaku-pelaku atau oknum-oknum yang melakukan tindakan-tindakan korupsi dan lain-lain ini bisa ada efek jera,” harap Jack.
Belajar dari pengalaman pengelolaan dana Otsus Jilid Satu, Jack menyarankan agar dalam pengelolaan dana Otsus Jilid Dua, pemerintah perlu melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) yang belum terkontaminasi praktik korupsi, sehingga dana Otsus benar-benar bisa bermanfaat optimal untuk mengangkat masyarakat Papua, baik ekonominya, kesehatannya, serta pendidikan bagi generasi mudanya.
“Untuk yang jilid dua otonomi khusus ini, saya berharap pemerintah benar-benar bisa melibatkan stakeholder atau, khususnya untuk Papua ini kita punya sumber daya manusia yang belum terkontaminasi dengan pekerjaan-pekerjaan seperti korupsi itu,” pinta Jack.
Bahkan lebih ekstrim lagi, Jack minta stakeholder yang pernah mengelola dana Otsus Jilid Satu tidak perlu dilibatkan lagi karena dikhawatirkan praktik korupsi yang akan kembali terulang.
“Untuk mereka-mereka yang sudah kelola anggaran otonomi khusus tahap satu, saya pikir tidak perlu dilibatkan lagi. Karena sudah pintar (korupsi) di jilid satu, jilid dua dia lebih gampang lagi, lebih pintar lagi, begitu,” kata Jack Puraro.
Jack juga mempertanyakan, banyak pejabat birokrasi pengelola dana Otsus hartanya berlimpah ketimbang birokrat yang tidak terkait pengelolaan uang Otsus.
“Ini perilaku-perilaku korupsi di para birokrat, kita bisa lihat perbedaan antara para birokrat yang mengelola dana anggaran Otsus dengan yang tidak mengelola anggaran Otsus. Pangkat dan eselon sama, tetapi yang kelola otonomi khusus ini harta kekayaannya melimpah ruah dibandingkan dengan yang tidak mengelola otonomi khusus,” ujar Jack.
Badan Khusus
Aktivis Pemuda tanah Tabi ini menyarankan agar Pemerintah perlu membentuk sebuah lembaga khusus, semacam badan otorita yang terlepas dari struktur pemerintahan di daerah.
“Anggaran Otsus Jilid Dua ini dikelola lembaga tersendiri, terlepas dari birokrasi pemerintahan. Sebuah lembaga yang mungkin bisa dipercayakan, supaya dipantau baik dari pusat bahkan juga nanti sumber daya manusia (SDM) kita dari Papua yang baru, mungkin bisa terlibat di dalam untuk kita kelola,” kata Jack.
SDM Papua yang dimaksudkan Jack dapat berasal dari berbagai komponen yang memiliki akar rumput yang kuat, seperti tokoh adat, pemuka agama, serta komponen generasi muda yang dinilai memiliki idealisme dan integritas yang tinggi. Teknisnya nanti dapat diserahkan kepada panitia seleksi (Pansel) yang secara khusus dibentuk untuk itu, dan berada sepenuhnya di bawah pengawasan Pemerintah Pusat, DPR RI, dan tentu saja KPK.[*]
Komentar