SORONG,- Polres Sorong Kota dibantu jajaran Polres Jayapura, berhasil menahan tiga petinggi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) atas dugaan tindakan pembohongan publik dan makar dengan menahan diantaranya Marthen Samonsabra, Elias Wetipo, dan Yoran Pahabol.
Penahanan ketiga terduga tersebut buntut dari kunjungan kenegaraan NFRPB di kota Sorong, Papua Barat, belum lama ini yang dihadiri oleh ketiga pimpinan tertinggi NFRPB itu.
Hal ini disikapi dengan serius oleh Presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembu, melalui Staf Khusus Presiden NFRPB Bidang Kemitraan dan Kerjasama, Abraham Goram Gaman, kepada Sorongnews.com, Selasa malam (20/9/22).
Dikatakannya, terkait penangkapan tiga petinggi NFRPB, pihaknya menyebutkan bahwa, ini merupakan langkah kekeliruan yang dilakukan oleh Polres Sorong Kota kepada pihaknya.
“Terkait penangkapan terhadap staf khusus presiden, saya pikir ini sesuatu langkah kekeliruan yang dilakukan oleh Polres Sorong Kota,” kata Staf Khusus Presiden NFRPB Bidang Kemitraan dan Kerjasama, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa malam (20/9/22).
Dipaparkannya bahwa, pada saat penangkapan yang dilakukan terhadap ketiga petinggi itu, pihaknya menilai sebagai suatu keanehan. Dimana dijelaskan Abraham, saat ketiga petinggi NFRPB melaksanakan aktivitas di Sorong dalam keadaan damai, dan sesuai prosedur yang berlaku, pihak kepolisian dalam hal ini Polres Sorong Kota menahan tiga petinggi NFRPB setelah ketiganya kembali ke daerah Jayapura.
“Penangkapan tiga orang itu ada keanehan, kenapa ditangkap di Jayapura setelah mereka melakukan aktivitas di Sorong dalam keadaan damai, dalam keadaan baik-baik, sesuai dengan prosedur administrasi pemerintahan yang berwibawa, akan tetapi mereka ditangkap setelah mereka kembali ke Jayapura, dengan dalilnya melakukan pembohong publik dan makar. Anehnya, mereka turun dengan aman di Bandara, kegiatan dengan aman, ada intel polisi mengikuti kegiatan sampai selesai, mereka tinggal 6 hari di Sorong dengan aman, balik ke Jayapura pada hari Minggu (18/9/22), Senin malam (19/9/22) mereka dijemput dirumah oleh Polres Jayapura, dan Selasa (20/9/22) mereka diterbangkan kembali ke Sorong,” sebutnya.
Disambungnya, pihaknya mempertanyakan atas prasangka yang ditudingkan kepada ketiga petinggi NFRPB ini atas dugaan telah melakukan pembohong publik dan makar.
“Yang menjadi pertanyaan, kira-kira pembohong publik itu seperti apa, kemudian makar itu seperti apa, sementara mereka datang dengan mengantongi surat penugasan Presiden NFRPB untuk melakukan kunjungan kerja keseluruh tanah Papua, supaya masyarakat tetap menjaga keamanan didalam situasi politik yang sementara kita hadapi saat ini. Kalaupun mereka melakukan makar, ataupun melakukan pembohong publik, ketika kunjungan mereka secara resmi, mereka tidak menutup diri, mereka dari Jayapura menggunakan pakaian dinas sebagai bentuk kepangkatan mereka, bertindak sebagai staf khusus presiden dengan pangkat Letjen dan Brigjen, itu jelas, mereka tidak tutup-tutupi, mereka tidak melakukan pembohongan, mereka datang dengan pakaian lengkap, dijemput oleh polisi negara Papua dan tentara nasional Papua di Bandara, disaksikan oleh semua mata yang ada di Bandara,” terangnya.
Kemudian, sebagai perpanjangan tangan Presiden NFRPB, dirinya membeberkan bahwa Presiden NFRPB telah melaksanakan langkah-langkah hukum, dinilainya ini berkaitan dengan organisasi kenegaraan, sehingga Indonesia memiliki tanggungjawab dan kewajiban guna membangun Papua dalam jangka panjang yang mendapatkan pengakuan hadirnya NFRPB atas hasil konsensus bersama.
“Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama, dengan menyikapi ini, Presiden NFRPB telah melakukan langkah-langkah hukum, karena ini berbicara antara organisasi negara, walaupun Indonesia masih memiliki tanggungjawab dan kewajiban untuk membangun Papua jangka panjang yang mendapatkan pengakuan hadirnya NFRPB atas hasil konsensus bersama dengan program pemulihan kemerdekaan bangsa Papua pada 19 Oktober 2011, hingga saat ini dalam kenyataannya masih terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan secara hukum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Staf Khusus Presiden NFRPB ini meminta kepada kepolisian Republik Indonesia untuk memperlakukan ketiga petinggi NFRPB dengan baik dan wajar, menurutnya, ketiga petinggi NFRPB itu bukanlah penghianat, perampok, teroris bahkan pengacau, akan tetapi disampaikannya ketiganya ini telah mengemban tugas kenegaraan yang dimandatkan oleh Presiden NFRPB dalam membangun komunikasi kepada masyarakat.
“Saya pikir penahanan yang dilakukan kepada 3 staf khusus presiden ini adalah penahanan yang keliru, Presiden NFRPB akan melakukan langkah-langkah hukum untuk mendapatkan proses pendampingan terhadap pejabat kami yang ditangkap oleh Polres Sorong Kota. Kami ingin mereka dapat diperlakukan dengan baik dan wajar, mereka bukan penghianat, mereka bukan perampok, mereka bukan teroris, mereka bukan pengacau, mereka melaksanakan tugas NFRPB ditugaskan oleh presiden NFRPB dalam membangun komunikasi kepada masyarakat agar tetap menjaga keamanan bersama antara pemerintah RI di tanah Papua dan pemerintah NFRPB yang terus berjuang guna mendapatkan pengakuan hukum dari satu dan dua negara di dunia termasuk Indonesia,” bebernya.
Selain itu, disebutkannya juga bahwa, pemindahan, pengakuan dan peralihan kekuasaan secara damai dan bermartabat, dinilainya akan menjamin seluruh masyarakat di tanah Papua tanpa terkecuali hidup dengan damai di tanah Papua. Selanjutnya, pihaknya menginginkan perjuangan bangsa Papua untuk menggapai hak politik kolektif dan absolut dalam bernegara dan pemerintahan sendiri telah tertuang dalam program pemulihan kemerdekaan bangsa Papua pada 19 Oktober 2011.
“Saya pikir langkah-langkah ini Forkorus Yaboisembu (Presiden NFRPB) sudah lakukan sejak tahun 2014, dengan melayangkan surat perundingan damai kepada presiden RI saat itu SBY, dan untuk Presiden Joko Widodo sudah tiga kali, dan terakhir proposal yang diberikan pada tanggal 7 Oktober 2020 kepada Jokowi untuk melakukan perundingan damai. Saya pikir secara demokrasi dan menjunjung tinggi UUD 1445 dan Pancasila yang dimana berbicara tentang keadilan dan hak ini mestinya kepolisian selaku penegak hukum harus melihat ini dengan baik, mereka bukan teroris, mereka bukan pengacau, akan tetapi mereka pejabat tinggi NFRPB yang harus diperlakukan dengan baik,” pintanya.
Saat ini, pihaknya terus berupaya untuk melakukan pendampingan hukum terhadap ketiga petinggi NFRPB dengan menjalin komunikasi dengan LBH Papua dan seluruh aktivis HAM di tanah Cendrawasih ini.
“Untuk pendampingan hukum, kami lagi komunikasi dengan LBH Papua dan seluruh aktivis HAM di Papua, tadi kami telah melakukan komunikasi dengan LBH Papua, dan Presiden NFRPB telah mengambil langkah-langkah komunikasi dan langkah-langkah diplomasi untuk mengawal kasus ini. Ini negara, ini bukan organisasi masyarakat yang harus menggerakkan massa, kita akan tetap membawa ini dalam ranah hukum, hukum menjadi panglima tertinggi kami, sehingga kami akan membawa ini dalam proses hukum yang bermartabat dan tetap damai, biarlah hukum yang mengadili, hukum yang kami tegakkan,” jelasnya.
Ditambahkan Abraham Goram Gaman bahwa, ketiga petinggi NFRPB itu haruslah dibebaskan tanpa syarat, dinilainya, dari ketiga petinggi NFRPB hadir untuk membawa kesejukan ditengah masyarakat, bangsa dan negara yang sedang diperjuangkan.
“Ketiga para petinggi dan pejabat NFRPB harus dibebaskan tanpa syarat, karena mereka bukan teroris, bukan penjahat, tetapi hadir untuk membawa kesejukan diantara kita, bangsa dan negara yang sedang diperjuangkan,” tutupnya. (Jharu)
Komentar