Yayasan Bentang Alam Papua Siapkan Usulan Rancangan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

SORONG, PBD – Yayasan Bentang Alam Papua menggelar simposium regional penyiapan usulan rancangan Perda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua Barat Daya bertempat disalah satu hotel di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (18/2/25).

Pelaksanaan simposium regional itu bertajuk tema ‘Eksistensi masyarakat adat dipusaran politik, hukum modern dan pemanfaatan sumber daya tanpa prinsip keberlanjutan’.

Dalam menyelenggarakan simposium regional tersebut Yayasan Bentang Alam Papua berkolaborasi dengan sejumlah pihak diantaranya Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, Dewan Adat Papua, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Barat Daya, sejumlah perguruan tinggi di Papua Barat Daya hingga pihak terkait lainnya.

Pj Gubernur PBD Muhammad Musa’ad yang diwakili Sekretaris Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat Daya, Hansen Maikel Su menegaskan pentingnya pengakuan hukum terhadap masyarakat adat.

“Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat bukan hanya kewajiban konstitusional, tetapi juga bagian dari komitmen kita dalam menjaga identitas serta karakter lokal yang telah ada sejak lama di Papua,” ujar Sekretaris Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat Daya, Hansen Maikel Su.

Lebih lanjut, dirinya mengapresiasi inisiatif simposium regional ini sebagai wadah diskusi antara pemerintah, akademisi, masyarakat adat serta pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama memperkuat perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat.

“Kami berharap hasil simposium ini dapat menjadi landasan dalam menyusun regulasi yang tepat, efektif, dan berdampak jangka panjang,” jelasnya.

Tak hanya itu, dirinya mengajak semua pihak untuk bersama-sama menghormati hak-hak dasar masyarakat adat yang menjadi bagian penting dari sejarah dan pengembangan budaya di Papua Barat Daya.

“Perlindungan ini adalah wujud penghormatan terhadap keberagaman dan kekayaan budaya yang kita miliki,” imbuhnya.

Dirinya berharap, melalui pelaksanaan simposium regional ini kedepannya dapat menghasilkan rekomendasi konstruktif yang akan menjadi dasar perumusan Perda guna memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat hukum adat di Papua Barat Daya.

Sementara itu, Pembina Yayasan Bentang Alam Papua, Syafruddin Sabonnama mengatakan bahwa betapa pentingnya pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di tengah dinamika politik dan ekonomi yang kerap mengesampingkan hak-hak mereka.

Dirinya menekankan bahwa peraturan daerah ini bukan sekadar formalitas, tetapi sebagai langkah nyata memastikan masyarakat adat tidak kehilangan haknya atas tanah dan budaya mereka sendiri.

“Ketika kita berbicara tentang masyarakat adat di Papua, ini bukan sekadar isu biasa. Ini adalah pertarungan kepentingan antara kapitalisme, politik, dan keberlanjutan, sehingga kita tidak ingin masyarakat adat hanya diberdayakan secara simbolis, tetapi harus ada desain kebijakan yang benar-benar melindungi mereka agar tidak menangis di tanah mereka sendiri,” tegas Pembina Yayasan Bentang Alam Papua, Syafruddin Sabonnama.

Dirinya juga membagikan pengalamannya saat berupaya mengusulkan perda serupa di DPR Kota Sorong. Ia mengungkapkan bahwa meski mendapat dukungan awal, rancangan tersebut akhirnya kandas akibat adanya tendensi dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam penguasaan tanah.

“Saat itu, perda ini hampir disahkan, tetapi kemudian muncul kontroversi. Beberapa pihak merasa aturan ini akan menghambat kemudahan mereka mendapatkan tanah, akhirnya perda itu tak pernah sampai ke tahap paripurna,” paparnya.

Ia menegaskan bahwa perjuangan untuk memperjuangkan hak masyarakat adat tidak boleh berhenti. Menurutnya, simposium regional ini harus menjadi mata air bagi lahirnya regulasi yang benar-benar berpihak kepada masyarakat adat.

“Simposium regional ini harus menjadi mata air bagi lahirnya regulasi yang benar-benar berpihak kepada masyarakat adat sekaligus memastikan mereka dapat hidup bermartabat di tanah sendiri,” tandasnya. (Jharu)

___ ___ ___ ___

Komentar