Wow, Dosen di Merauke ini Tak Gengsi Jualan Ikan

MERAUKE, – Pagi itu, pria berbaju kemeja kotak putih biru berlapis jaket merah maroon tampak sibuk melihat telepon genggam kemudian menimbang ikan dan memasukkan kedalam plastik hitam. Setelah dirasa cukup, sejumlah kantong berisi ikan laut pesanan pelanggannya, disimpan dalam karton. Dia bergegas mengangkat karton tersebut menuju kuda besi andalannya.

Jarum jam di dinding belum menunjukkan pukul 08.00 WIT untuk mengajar mahasiswa. Ia keluar dari kediamannya di Jalan Gudang Arang, Merauke, Papua, memulai pengantaran pesanan ikan menuju puskesmas dan rumah sakit.

“Saya berusaha membawa jumlah ikan jauh lebih banyak dari yang dipesan oleh suster dan dokter karena saya berpikir bahwa petugas lain yang melihat ikan-ikan yang saya bawa, pasti ikut ikutan membeli. Ternyata dugaan saya benar dan akhirnya seluruh ikan yang saya bawa habis terjual,” tuturnya kepada Sorongnews.com disela-sela kesibukannya usai menjual ikan.

Tarsisius Kana, pedagang Ikan itu bukan pedagang Ikan biasa. Ia juga merupakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Musamus (Unmus) Merauke pada mata Kuliah Kewirausahaan, Pengantar Bisnis, Manajemen Pemasaran, dan Manajemen Strategi.

Pria kelahiran Maumere, Nusa tenggara Timur (NTT) 17 Agustus 1977 ini juga diberi kepercayaan memangku jabatan sebagai Koordinator Pusat studi Pengembangan Kewirausahaan Universitas Musamus. Namun dengan jabatan yang dimiliki dan sehari hari mentrasnformasikan ilmu kepada Mahasiswa itu tak membuatnya malu sambil berjualan ikan.

Dia mengungkapkan, ada yang sampai tak kebagian sehingga diberi alamat rumah untuk langsung membeli ikan dirumahnya. Tarsisius pun langsung beranjak menuju kampus Unmus bersiap untuk melaksanakan tugas.

Dosen yang mengawali karir di Unmus sejak 2009 ini membeberkan, seringkali ke kampus membawa ikan yang dipesan oleh rekanan dosen. Bagi Tarsis sapaan akrabnya, dua pekerjaan ini harus bisa berjalan bersamaan. Kuncinya manajemen waktu harus bisa diterapkan dalam dunia bisnis dan dunia pendidikan.

“Setiap pagi saya ke kampus untuk mengajar tapi sambil membawa ikan. Kedua pekerjaan itu tidak boleh ada yang dikorbankan. Ketika saya sudah di kampus dan mendapat telepon dari pelanggan yang meminta untuk diantarkan ikan saat itu juga, saya sampaikan minta maaf belum bisa mengantar karena harus menyelesaikan pekerjaan kampus. Jika tidak mendesak nanti sore setelah pulang dari kampus akan saya antarkan ke alamat rumahnya. Tapi ketika pelanggan membutuhkan ikan saat itu juga, saya memberikan alamat rumah,” lugas Tarsis diruang kerjanya LP2M Unmus Merauke, Selasa (27/7/21).

Tergelitik Pertanyaan Mahasiswa

Kepada media ini, Tarsis Kana menceritakan, menjadi dosen memang merupakan cita-citanya sejak kecil yang terwujud mulai 2009 sampai dengan sekarang. Dengan gaji pas-pasan sembilan tahun mengabdi menjadi dosen akhirnya dia memperoleh sertifikat dosen di tahun 2018 yang tentu mulai menambah sedikit kesejahteraan hidupnya.

Suatu ketika saat mengajar mata kuliah Kewirausahaan di fakultas Ekonomi dan Bisnis jurusan Manajemen dengan materi staretgi bisnis, Dia memberikan kesempatan kepada Mahasiswa untuk bertanya. Ada salah satu mahasiswa yang mengajukan pertanyaan yang membuatnya tergelitik.

“Saat menjelaskan tentang strategi bisnis, ada salah satu mahasiswa bertanya, dan pertanyaan ini menurut saya merupakan pertanyaan yang paling sulit selama saya menjadi dosen. “Maaf bapak, saya mau tanya, bapak sekarang punya bisnis apa?” sebut Tarsis menirukan pertanyaan Mahasiswanya.

Mendengar pertanyaan itu, Tarsis seperti mendapat tamparan keras, tetapi sebagai dosen tentu harus profesional menjawab dengan tenang dan bijak. Dia menjawab dengan jujur kepada mahasiswa bahwa belum memiliki usaha atau bisnis apa pun. Namun pihaknya masih optimis berdiri di dalam kelas untuk mengajar mata kuliah kewirausahaan karena ibaratnya seorang Dosen Kewirausahaan sama halnya dengan pelatih sepak bola.

Mengapa seseorang bisa menjadi pelatih sepak bola? Tentu karena Dia tahu seluk beluk dunia sepak bola. Dia tahu cara menggiring bola, mengumpan bola, mengirim bola kepada teman, dan memasukan bola ke gawang. Jika demikian maka Dia layak menjadi pelatih sepak bola. Tetapi perlu diingat bahwa seorang pelatih sepak bola, saat timnya bermain di tengah lapangan, Dia tidak perlu ikut bermain, tetapi dia cukup berdiri di luar lapangan sambil mengevaluasi cara bermain dari tim nya tersebut.

Ia pun memberikan ilustrasi kepada mahasiswanya, dimana saat timnya menjuarai pertandingan tersebut, siapakah yang akan digiring dan diangkat ke tengah lapangan? siapakah yang dipuji? Siapakah yang mendapatkan nama besar? Tentu semua orang akan memuji pelatihnya yang hebat. Sama halnya dengan dirinya yang berada di dalam kelas. Ia menjadi dosen kewirausahaan karena Ia tahu seluk beluk dunia bisnis. Kelak jika diantara kalian mahasiswa ada yang sukses dalam berbisnis maka sebenarnya yang lebih sukses adalah dosen yang telah memberikan semua ilmu bisnis kepadanya.

“Meski saya berhasil menjawab pertaanyaan sulit dari Mahasiswa tersebut, tetapi pertanyaan itu selalu menghantui pikiran saya, namun sekaligus memotivasi saya untuk segera merintis usaha kecil-kecilan. Saya merasa bersalah jika hanya menjadi pelatih atau dosen atau penonton semata. Tidak salah jika sesekali saya coba turun ke tengah lapangan untuk bermain atau menjadi pelaku artinya saya tidak hanya berteori tetapi juga harus mengaplikasikan teori itu dalam praktek keseharian.

Dari situ, anak ke empat dari almarhum Bonefasius Bone dan Almarhumah Maria Ludvina ini mulai menggeluti bisnis dengan membuka kios dan warung kopi (warkop) di kediaman. Pelanggannya adalah para nelayan yang berada disekitaran daerah Gudang Arang yang mayoritas berasal dari suku Makassar Sulawesi Selatan.

Awal terjun di dunia bisnis tahun 2015 pun jatuh bangun, hingga akhirnya di 2018 mencoba peruntungan dengan menambah bisnis jual ikan, bahkan istrinya Betty Frida Silaban dilibatkan untuk mengelola kios dan warkop serta bisnis BRI Link khusus untuk melayani para nelayan yang ingin mengirim dan menarik uang serta membeli tiket pesawat.

Memilih berjualan ikan, sambung Tarsis, karena ikan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan ramai diserbu pembeli. Sejalan dengan program pemerintah menggalakan gerakan makan ikan (Germani) untuk mencerdaskan anak bangsa.

Keunggulan lainnya, Dia tak menjual ikan air tawar yang sudah berhamburan di pasaran. Ayah dari Gabriel Simanullang Putra Kana ini menjual produk ikan laut biru dari perairan Merauke seperti kakap merah, tuna (ekor kuning), mubara, bawal hitam, tengiri, cumi dan lain sebagainya. Ikan-ikan ini diperoleh langsung dari para nelayan yang juga sebagai pelanggan “Warkop Horas”.

Sasaran pasarnya patner kerja dan orang dinas dari Pemda Kabupaten Merauke, Rumah sakit, Puskesmas, rektor, dosen dan staf bahkan mahasiswa mulai membeli ikan di tempatnya.

“Saya bersyukur karena dengan berjualan ikan bisa membantu meringankan beban sesama, terutama mereka yang tidak punya waktu untuk ke pasar, saya melakukan pengantaran ikan (Delivery, red). Paling tidak dengan cara ini memudahkan masyarakat mendapatkan lauk pauk sesuai kebutuhan,” kata Tarsis.

Suasana saat mengantarkan ikan ke rumah sakit

Kadang berdasi di kampus, kadang pula Tarsis hanya mengenakan kaos oblong dan sendal jepit, mengantar pesanan-pesanan ikan ke pelanggan dengan senyuman ramah yang khas.

“Pernah ada teman yang bertanya, kamu dosen di perguruan tinggi negeri, mahasiswa kamu cukup banyak, bahkan kamu ini adalah publik figur, apakah tidak gengsi jualan ikan? Saya jawab, sebenarnya saya gengsi, tapi dari dulu sampai sekarang belum ada orang yang mau datang bayar saya punya rasa gengsi jadi saya akan tetap semangat berjualan ikan sampai saya sudah tak sanggup lagi untuk beraktifitas, barulah saya akan berhenti berjualan ikan,” lugasnya dengan tawa.

Terlebih dimasa Pandemi COVID 19 yang berjalan tahun ke dua sekarang berdampak pada sektor ekonomi cukup anjlok di seluruh pelosok tanah air, tak membuatnya gentar berwirausaha dengan mengedepankan protokol kesehatan yakni memakai masker, mancuci tangan atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan.

Dikatakan, tugas dosen membuatnya terus mengupdate ilmu dan bermanfaat bagi orang lain, sedangkan berwiruasaha merupakan sebuah permainan yang menghibur (tidak membosankan), berdiri di kaki sendiri (Berdikari), dan merdeka karena tidak diperintah oleh orang lain. Merintis usaha dari nol, belum memiliki Freezer, harus pontang panting ke kapal untuk foto dan uploud produk ikan di media sosial hingga ada pembeli yang memesan barulah diantar sesuai jumlah pesanan.

Kini Tarsis sudah memiliki freezer untuk menampung segala jenis ikan laut biru yang sering habis dalam kurun waktu satu hingga dua minggu diborong konsumen. Tak dipungkiri, omset yang diperoleh justru dua sampai tiga kali lipat dari gaji dosen bersertifikat.

“Saat ini sudah ada mahasiswa yang membantu mempromosikan ikan saya dan bahkan mengantarkan ke pelanggan, tentunya dengan mendapatkan honor atau komisi dari setiap penjualannya. Hitung-hitung sambil menyelam minum air, sambil kuliah dia memperoleh ilmu tambahan melaui praktek yang digeluti di lapangan,” ucapnya.

Bisa Membiayai Istri Studi S2 di Makassar

Berkat hasil jualan ikan, Tarsis akhirnya mampu membiayai istrinya Betty Frida Silaban melanjutkan studi Strata 2 (S2) di Universitas Negeri Makassar pada program studi Pendidikan Bahasa Inggris dan sudah berhasil di Yudisium pada 28 Juni 2021 dengan IPK 3,85 predikat kelulusan Cumlaude (Terpuji).

“Perbedaan dulu waktu hanya jadi dosen dan sekarang sambil berwirausaha. Dulu baru pertengahan bulan sudah kehabisan uang dan berharap segera terima gaji, tetapi setelah sambil berwirausaha, puji Tuhan tidak lagi mikirin gaji. Gaji mau masuk kapan saja sudah tidak berpengaruh karena uang hasil bisnis dapat diperoleh setiap saat alias tiap hari bisa pegang duit,” tutur Tarsisius Kana.

Pesan dari kedua orang tua yang selalu diingat, agar kelak ketika ingin mencari pekerjaan, carilah pekerjaan yang sesuai dengan hobi dan kemampuan yang penting halal. Cukupkanlah dirimu dengan gaji yang kalian peroleh. Orang tuanya mengajarkan untuk merdeka dalam memilih pekerjaan, tidak membatasi urusan pekerjaan dan jodoh karena menurut orang tua bahwa semua ini sudah menjadi kehendak Tuhan.

“Satu hal paling penting adalah orang tua mengajarkan kepada kami untuk bersikap jujur, dan tidak boleh memeras keringat orang lain,” katanya.

Sorongnews.com mendapatkan data riwayat pendidikan Tarsisius Kana yaitu : SD Inpres Jagebob V Merauke lulus tahun 1991. SMP Negeri 8 Merauke (Tanah Miring) lulus Tahun 1994. SMK Negeri I Merauke lulus Tahun 1997. S1 Universitas WR. Suppratman Surabaya jurusan Manajemen lulus Tahun 2001. S2 Universitas Hasanuddin jurusan Manajemen Keuangan lulus Tahun 2012. Rencananya jika tidak ada halangan tahun depan akan menempuh studi S3 di Universitas Airlangga Surabaya dengan mengambil program Studi Ilmu Manajemen.

Meski baru merencanakan untuk melanjutkan studi S3, namun Tarsis sudah merancang Proposal Disertasinya dengan judul “Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Wirausaha, dan Keterampilan Menjual sebagai Penentu Keunggulan Bersaing”. (Studi Pada UKM Pedagang Asli Papua di Kabupaten Merauke).

Tarsis berharap kedepannya Orang Asli Papua harus menjadi tuan di tanah mereka sendiri, mereka harus bisa menjadi pelaku bisinis yang handal dan tidak hanya menjadi penonton, mereka harus bisa bersaing dengan para pendatang teutama dalam hal berbisnis, ungkapnya. (Hidayatillah)

Komentar