SORONG, PBD – Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Papua Barat Daya memasuki babak penting dalam diskusi pemangku kepentingan bertempat disalah satu hotel di Kota Sorong, Kamis (12/6/25).
Direktur Pemanfaatan Ruang, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Permana Yudiarso memaparkan pentingnya penentuan alokasi ruang yang tepat dan berkelanjutan di wilayah Provinsi Papua Barat Daya.
Permana menekankan bahwa alokasi ruang di wilayah Provinsi Papua Barat Daya harus didasarkan pada pemanfaatan yang sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayah, serta disepakati bersama oleh forum lintas sektor, termasuk tim penyusun dokumen teknis.
“Kita melihat kembali apakah alokasi ruang di Papua Barat Daya itu dapat digunakan untuk apa saja. Kegiatan pertambangan hanyalah salah satu dari sekian banyak kegiatan. Nanti dalam Perda, akan terlihat jelas kegiatan apa saja yang direncanakan di wilayah tertentu, seperti di Pulau Waigeo,” ujar Direktur Pemanfaatan Ruang, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Permana Yudiarso kepada sejumlah awak media, Kamis (12/6/25).
Ia menyebutkan bahwa dalam proses penyusunan Peraturan Daerah (Perda) RZWP3K, tidak ada keputusan yang bersifat sepihak. Diakuinya, pemilihan jenis kegiatan di suatu wilayah apakah untuk pariwisata bahari, pertambangan, transportasi, permukiman, dan sebagainya merupakan hasil kesepakatan bersama dalam forum tersebut.
“Pertambangan bukan kegiatan utama, namun bisa saja menjadi pendukung. Pilihan ini akan ditentukan oleh tim, bukan oleh kementerian secara sepihak,” tegasnya.
Dirinya turut menyoroti status Pulau Waigeo yang masuk dalam wilayah Geopark serta kawasan Raja Ampat yang masuk dalam wilayah strategis Nasional. Dalam hal ini, penyusunan tata ruang harus merujuk pada regulasi yang berlaku, termasuk Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 yang mengatur tentang zonasi kawasan strategis Nasional dan perlindungan keanekaragaman hayati.
“Kalau regulasi nasional sudah menetapkan suatu wilayah sebagai kawasan konservasi atau geopark, maka secara otomatis di wilayah tersebut tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang bertentangan, seperti pertambangan atau reklamasi. Harus mengikuti ketentuan yang berlaku,” paparnya.
Dalam Perpres tersebut, menurutnya, wilayah-wilayah konservasi laut seperti zona selam, kawasan perlindungan terumbu karang, serta wilayah dengan fungsi ekologis penting sudah ditetapkan dan menjadi acuan utama dalam penyusunan Perda zonasi.
Permana menjelaskan bahwa dalam lampiran teknis RZWP3K akan terlihat secara rinci mana kegiatan yang diperbolehkan, dilarang, maupun yang diperbolehkan dengan syarat izin. Contohnya seperti reklamasi, pembangunan perkampungan nelayan, maupun aktivitas wisata bahari.
“Jadi kedepan, tata ruang ini akan jadi panduan yang sangat jelas, baik untuk pemerintah daerah, masyarakat, maupun investor. Tidak semua aktivitas bisa dilakukan sembarangan, karena harus sesuai zonasi dan regulasi nasional,” ucapnya.
Dengan penyusunan yang partisipatif dan berlandaskan hukum Nasional, RZWP3K Papua Barat Daya diharapkan menjadi dokumen rujukan yang strategis dan inklusif, mampu menyeimbangkan antara konservasi lingkungan, kepentingan ekonomi, dan perlindungan hak masyarakat adat setempat. (Jharu)
Komentar