SORONG, PBD – Pengadilan Negeri Sorong dalam sengketa kepemilikan STIE Bukit Zaitun memutuskan memenangkan penggugat dalam hal ini Naomi Kara-Kara dan keluarga mantan Walikota Sorong almarhum Drs J.A Jumame Jumame terhadap tergugat Almarhum Wilson Reynold Jumame dan Meiland Makalisang bersama anak-anaknya pada persidangan beberapa hari lalu menuai respon dari tergugat.
Melalui kuasa hukum tergugat, Iriani S.H, M.H saat ditemui media Senin (20/1/25) menegaskan bahwa putusan Pengadilan Negeri Sorong belum final dan tidak bisa dikatakan sebagai titik akhir.
Pihaknya pun telah menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi dan telah menyiapkan memori banding.
“Melihat putusan tersebut, kami mempelajari sisi kelemahannya yang terlalu banyak. Dimana majelis tidak mempertimbangkan fakta yang dihadirkan pada persidangan dan hanya berpedoman pada surat kuasa yang diduga palsu. Oleh karena itu sesuai dengan jangan waktu yang diberikan selama 14 hari, kami akan melayangkan banding,” ujar Iriani didampingi Meiland.
Bahkan dengan tegas Iriani mengatakan sidang sengketa kepemilikan STIE Bukit Zaitun sebenarnya sudah dilakukan sebanyak 3 kali di Pengadilan Negeri Sorong. Dimana sidang pertama dan kedua, majelis hakim tidak berani mengambil keputusan dan dinyatakan N O.
Hanya pada sidang ketiga para penggugat melayangkan adanya bukti baru, yakni bukti surat kuasa, surat pernyataan dan kwitansi. Dimana yang bertanda tangan disitu Wilson Reynold Jumame.
“Nah bukti ini sudah disampaikan dalam persidangan bahwa surat-surat tersebut adalah palsu, tapi majelis hakim tidak pertimbangkan hal itu. Makanya kami buat laporan polisi dugaan pemalsuan surat ke Polresta Sorong. Nanti sy kasih lihat laporannya, kita lapor karena efek dari surat yang diduga palsu yang merugikan Meiland Makalisang selaku kliennya,” ungkap Iriani.
Lebih lanjut Iriani mengatakan selama ini kliennya membangun kampus STIE Bukit Zaitun dengan melakukan kredit investasi dari Wilson Reynold Jumame dan setiap bulan harus membayar kredit ke bank sebesar Rp 70 Juta.
Sedangkan anak-anak dari mantan Walikota Sorong Drs J.A Jumame, hanya bisa menikmati saja dan malah mengambil uang seluruhnya dari Yayasan atau Kampus.
Dibeberkannya bahw Reynold Jumame punya tanda tangan sebenarnya ada dua. Bahkan tandatangannya dari tahun 2000 sampai tahun 2011 atau 2012 itu berbeda. Baik dalam HGB maupun surat- surat. Ironisnya surat yang dimasukan memakai tandatangan Reynold Jumame yakni tandatangannya yang sudah dirubah pada tahun 2018.
“Surat kuasa yang dalam surat tersebut memakai tandatangannya yang sudah dirubah pada tahun 2018. Sedangkan surat kuasa tersebut tahun 2002. Nah dasar surat yang diduga palsu, majelis putuskan memenangkan penggugat. Kami tidak bisa intervensi terlalu jauh dan upaya banding sambil proses pidana pemalsuan surat tetap berjalan. Jadi laporan polisi ini dengan pasal 263 KUHP ditujukan kepada penggugat yang menghadirkan surat tersebut ke pengadilan,” urainya.
Menurut Iriani, pihaknya sangat menyayangkan putusan tersebut. Dikarenakan dalam persidangan baik penggugat maupun tergugat sama-sama mengajukan saksi ahli. Kemudian saksi ahli dari penggugat hanya beropini saja. Tetapi saksi ahli dari tergugat sudah menjelaskan secara detai, bahwa surat kuasa yang diajukan ke persidangan oleh para penggugat bersifat mutlak dan tidak dibenarkan oleh hukum dan diatur dalam PP Nomor 82.
“Misalnya pemberian kuasa. Itu artinya pemberi kuasa tidak menjalankan tugasnya, karena sakit atau tidak berada di tempat. Tapi kalau berada di tempat kemudian memberikan surat kuasa, kapasitasnya apa memberikan kuasa kepada anaknya. Setelah surat kuasa dibuat tanggal dan bulan maju. Nah dalam surat kuasa itu seolah-olah Reynold Jumame buat Yayasan dan sudah ada. Padahal seharusnya mendirikan Yayasan. Disiapkan tanah untuk kedepan pendirian Yayasan,” tuturnya.
Ironisnya kata Iriani dalam surat yang diajukan penggugat bahwa dalam pembelian tanah Yayasan tahun 2002 adalah sebesar Rp 400 Juta. Namun pada kenyataannya pembelian tanah tersebut sesuai dengan kwitansi yang disiapkan para penggugat dan keterangan saksi dalam hal ini Elsa Keda yang disampaikan dalam sidang pertama bahwa dirinya yang mengantarkan uang sebesar Rp 400 juta dari ruang kerja mantan Walikota Sorong Drs J.A Jumame, untuk diserahkan ke Wilson Reynold Jumame, untuk pembayaran tanah.
Sedangkan fakta sebenarnya didalam HGB adalah nilai pembelian tanah sebesar Rp 75 Juta. Oleh karena itu pihaknya ingin mempertanyakan uang sejumlah Rp 400 juta pada tahun 2002 lalu, untuk seseorang yang bukan ASN. Tetapi kepala daerah, patut diduga uang sebesar itu didapat darimana. Bahkan saat pembuatan HGB, oleh Drs J A Jumame pada notaris Rum Roviani saat kantornya masih berlokasi di Kampung Baru. Saat pembuatan HGB lanjut Iriani, Drs J A Jumame didampingi oleh kliennya. Akan tetapi kliennya tidak bisa berbicara apa-apa. Jadi terlalu banyak rekayasa dan pembohongan,” lanjut Iriani.
Tahun 2002 sebelum bentuk Yayasan, Reynold sudah mulai membangun dan sudah jelas dalam UU yang mengatur tentang pembentukan Yayasan. Dimana kekayaan Yayasan terpisah dari kekayaan pribadi.
“Jadi kalau tanah saya mau digunakan, silahkan. Tapi kalau tidak termuat dalam AD/ART bahwa tanah tersebut dalam milik Yayasan, maka tidak boleh klaim bahwa tanah tersebut milik Yayasan. Apalagi ini sertifikat hal milik, bagaimana mau klaim sebagai milik atau aset Yayasan,” imbuh Meiland.
Disamping itu juga Iriani menegaskan sebenarnya awal pendirian lokasi STIE Bukit Zaitun bukan di lokasi sekarang. Tetapi di belakang Yohan tepatnya di Worot Klademak III. Tapi karena lokasi tidak aman untuk pengembangan kampus dan keamanan, maka Wilson Reynold Jumame mengijinkan dan memudahkan Yayasan STIE Bukit Zaitun diatas tanah dan bangunan di belakang Mega Mall pada tahun 2010.
Selain itu juga lokasi tanah tersebut pada tahun 2012 lalu sebenarnya akan dibangun Rusunawa yang merupakan bantuan pemerintah melalui Kementrian Perumahan Rakyat Tetapi tidak bisa dibangun, karena diminta Wilson Reynold Jumame menghibahkan sertifikat tanah tersebut kepada Yayasan kemudian baru dibangun Rusunawa.
“Tetapi Reynold Jumame tidak mau menghibahkan tanahnya. Dia tidak mau hibahkan, karena dia sudah persiapkan untuk anak-anaknya dalam surat wasiatnya,” ungkap Mei.
Meskipun kata Iriani, penggugat menyampaikan dalam sidang bahwa pernikahan Reynold dengan Meiland pada tahun 2005, tetapi fakta sebenarnya sudah menikah secara Gereja. Hanya baru tercacat di catatan sipil tahun 2005. Kemudian surat wasiat Reynold Jumame kepada anak-anaknya sudah jelas,walau surat wasiat dibawah tangan. Tetapi sah secara hukum. Bahkan Yayasan ini berdiri diatas tanah dan bangunan milik Reynold Jumame.
“Kalau mau ambil Yayasan, silahkan. Tapi yayasan harus keluar dari tanah dan bangunan milik Reynold Jumame. Bagaimana majelis hakim putuskan tanah bangunan harus ikut ke Yayasan. Ini kesalahan besar,” ucapnya.
Oleh karena itu, kliennya, Meiland akan terus berupaya menempuh jalur keadilan demi memperjuangkan hak-hak anaknya sesuai wasiat dari almarhum Reynold Jumame yang telah berpulang pada Juni 2021 karena sakit. (Oke)
Komentar