Sekolah Swasta di Kota Sorong Sepi Pendaftar, Kepala SD YPK 1 Syaloom Soroti Dampak Kebijakan Sekolah Gratis dan Zonasi

SORONG, PBD – Kepala SD YPK 1 Syaloom Klademak III A Kota Sorong, Yusak Tuakora angkat bicara sekaligus menyuarakan keprihatinannya terhadap menurunnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak di sekolah swasta, terutama milik Yayasan Pendidikan Kristen (YPK).

Menurunnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak di sekolah swasta ini disebutnya sebagai imbas langsung dari kebijakan sekolah gratis serta penerapan sistem zonasi yang dinilai tidak berjalan efektif.

Diakuinya, hingga akhir bulan Juni 2025, SD YPK 1 Syaloom Klademak III A itu baru memberikan lima formulir pendaftaran kepada peserta didik baru. Dari jumlah tersebut, hanya tiga formulir yang telah dikembalikan oleh orang tua calon siswa.

“Sampai saat ini ada 5 yang telah mengambil formulir pendaftaran, namun baru 3 yang mengembalikan formulir pendaftaran. Ini sangat jauh dari target ideal satu kelas yang seharusnya berisi 28 siswa,” ujar Kepala SD YPK 1 Syaloom Klademak III A Kota Sorong Yusak Tuakora, Senin (23/6/25).

Menurutnya, banyak orang tua kini lebih memilih menyekolahkan anak mereka ke sekolah negeri lantaran adanya kebijakan Pemerintah Kota Sorong tentang sekolah gratis. Meskipun dalam sosialisasinya disebutkan bahwa kebijakan ini khusus untuk Orang Asli Papua (OAP), masyarakat secara umum menganggap bahwa semua sekolah negeri tidak memungut biaya.

“Walau pemerintah sudah menjelaskan bahwa sekolah gratis hanya berlaku untuk OAP, kenyataannya masyarakat berpikir semua sekolah negeri itu gratis, sehingga membuat sekolah-sekolah yayasan seperti kami kehilangan siswa,” terangnya.

Selain kebijakan sekolah gratis, sistem zonasi juga menjadi sorotan dirinya. Yusak menilai, pelaksanaan sistem zonasi tidak berjalan sesuai harapan. Ia menyebutkan bahwa banyak anak-anak yang tinggal di sekitar SD YPK 1 Syaloom justru memilih bersekolah di sekolah negeri yang jaraknya lebih jauh dari tempat tinggal mereka.

“Secara zonasi, seharusnya mereka masuk ke sekolah kami. Namun justru orang tua malah memilih sekolah negeri yang lebih jau dan ini fakta yang kami lihat setiap hari karena saya tinggal di dekat sekolah,” jelasnya.

Dipaparkannya, ketidakefektifan sistem zonasi ini tidak hanya mempengaruhi jumlah siswa, namun mengancam kelangsungan operasional sekolah-sekolah swasta yang telah lama berperan penting dalam layanan pendidikan di Kota Sorong.

Ia berharap, Dinas Pendidikan Kota Sorong dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penerapan sistem zonasi serta memberikan perhatian khusus terhadap sekolah-sekolah swasta yang mengalami kekurangan siswa.

“Saran kami, Dinas Pendidikan Kota perlu mengawasi ketat pelaksanaan zonasi dan memberi perhatian khusus kepada sekolah-sekolah yang kekurangan siswa, agar anak-anak di sekitar sekolah dapat diarahkan masuk ke sekolah terdekat, bukan yang jauh,” tegasnya.

Ditambahkannya, terkait kemungkinan melanjutkan proses belajar mengajar hanya dengan tiga siswa, Yusak mengaku pihak sekolah akan menunggu hingga 7 Juli 2025 mendatang, bertepatan dengan awal tahun ajaran baru, untuk melihat perkembangan jumlah pendaftar di sekolah yang dipimpinnya itu.

“Tahun lalu kami juga mengalami hal serupa, namun menjelang masuk sekolah jumlahnya bertambah. Kami berharap tahun ini juga akan seperti itu,” pungkasnya. (Jharu)

Komentar