SORONG, PBD – Ada yang berbeda di perayaan hari disabilitas tahun ini yang diselenggarakan oleh sejumlah aktivis perempuan di Kota Sorong Papua Barat Daya, Selasa (3/12/24).
Sejumlah aktivis perempuan dari Jaringan kerja lembaga pelayanan Kristen indonesia ( JKLPKI) Region Papua Barat Daya membawa beberapa untaian bunga dan bingkisan bagi pasien disabilitas yang sedang rehabilitasi di ruang rehabilitasi medik, RSUD Sele Be Solu Kota Sorong. Didampingi kepala bidang pelayanan kesehatan, Kepala Seksi Pelayanan kesehatan, kepala ruangan memberikan semangat kepada sejumlah difabel yang sedang melakukan terapi medik di ruangan tersebut.
Salah satu fisioterapi, Tyas terlihat sedang melakukan terapi dengan salah satu pasien anak yang mengalami cerebral palsy, bernama Saudi berusia 2 tahun lebih. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Tyas dan ibu pasien menyemangati Saudi untuk mengikuti sesi terapi.
Ditemui usai terapi, Tyas mengatakan bahwa memberikan terapi kepada pasien anak dibutuhkan kesabaran baik dari terapis maupun orang tua. Apalagi bagi disabilitas Cerebral palsy yang mengalami kelumpuhan pada otak. Ia pun membatasi sesi terapi maksimal 30 menit agar pasien juga lebih efektif.
“Biasanya dicari tahu dulu riwayatnya mulai dari saat hamil, saat bayi apakah pernah kejang atau demam tinggi, atau hanya delay atau keterlambatan saja, semua harus dicek. Kalau terlambat diagnosa, maka akan terlambat juga diterapinya. Misalnya, umur 9 bulan biasanya bayi sudah mulai belajar berdiri, ternyata si bayi tengkurap saja belum bisa, maka perlu diajarkan tengkurap, mengangkat kepala dan lainnya. Semua tahapan itu harus dilalui tidak bisa langsung karena pengen jalan langsung dilatih jalan, semua butuh proses, jadi lebih cepat ditangani akan lebih baik,” tutur Tyas.
Peluang kesembuhan juga menurut Tyas, meski tidak seperti manusia normal pada umumnya, namun peluang untuk semangat akan lebih tinggi dibandingkan yang tidak melakukan terapi.
“Butuh kerjasama antara terapi di rumah sakit dengan orang tua dirumah,” imbuh Tyas.
Seperti Gafariel, anak laki-laki berusia 4 tahun ini 2 tahun lalu mengalami lumpuh layu atau kaki yang tidak bisa berdiri. Orang tuanya selama 2 tahun dengan penuh cinta kasih mengantarkan Gafriel mengikuti terapi dengan bantuan kaki palsu atau Avo hingga kini, kekuatan otot kaki Gafriel berangsur normal dan bisa berjalan meski masih tertatih.
“Ada semangat, bangga, bahagia bisa melihat anak Saya bisa berjalan. Dulu Saya berpikir bahwa anak Saya akan lumpuh selamanya, tapi saat tahu ada pelayanan terapi di Sele Be Solu, Saya bersyukur dipertemukan dengan dokter dan perawat yang baik hati dan penuh kesabaran melakukan terapi ke anak Saya dan diberikan alat bantu kaki palsu ini,” ucap Ibunda Gafriel bersemangat.
Kepala Bidang pelayanan kesehatan RSUD Sele Be Solu Kota Sorong, Zainudin mengatakan bahwa ruangan rehabilitas medik Sele Be Solu baru berjalan 2 tahun. Namun untuk sumber Daya manusia, tenaga dokter, perawat dan peralatan, untuk pasien anak dan dewasa, perempuan dan laki-laki dapat dikatakan cukup memadai dan canggih di wilayah Papua Barat Daya.
“Pelayanan disini kami melayani pasien BPJS maupun pasien umum, intinya semua kami layani tanpa membedakan apakah pasien BPJS atau umum. Saat ini, Kami juga sedang menyiapkan dan membangun ruang rehabilitas medik yang lebih memadai, semoga bisa cepat digunakan dengan tentunya penambahan fasilitas,” ujar Zainudin.
Ditambahkan olehnya bahwa rata-rata pasien terapi yang datang ke ruang rehabilitas medik 20-30 perhari dan terus bertambah dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh masyarakat mengenai ruangan rehabilitas tersebut.
Johana Kamesrar, ketua Jaringan kerja lembaga pelayanan Kristen indonesia (JKLPKI) Region Papua Barat Daya yang membawahi 13 Lembaga Pelayanan (LPK) mengatakan bahwa kegiatan menjenguk disabilitas rutin dilakukan olehnya dan sejumlah aktivis dalam rangkaian 16 hari kerja anti kekerasan terhadap perempuan sejak 25 November hingga 10 Desember. Dimana dalam rangkaian tersebut adalah peringatan hari disabilitas yang diperingati setiap tanggal 3 Desember.
“Kedatangan kami disini selain memberikan semangat, bahwa mereka tidak sendiri, tapi juga memperkenalkan kepada masyarakat bahwa di RSUD Sele Be Solu ada layanan fisoterapi. Dimana masih banyak anak-anak disabilitas yang hanya tinggal dirumah, oleh karena itu, Kami akan menginformasikan kepada orang tua yang anaknya mengalami disabilitas bisa datang ke Sele Be Solu untuk menjalani terapi medik,” ujar Johana.
Puncak peringatan hari disabilitas di Kota Sorong dilakukan dengan kegiatan longmarch dari taman DEO menuju kantor Gubernur Papua Barat Daya. Serta diramaikan dengan pameran UMKM, kuliner, pameran foto dan pentas seni di Cafe Belantara Kampung pisang Kota Sorong. (oke)
Komentar