SORONG, – Barongsai merupakan tarian tradisional Tiongkok dengan ciri khas menggunakan sarung yang menyerupai singa, berbulu dengan warna mencolok dan berkepala Singa menyerupai Naga. Barongsai sendiri memiliki sejarah ribuan tahun. Dikutip dari wikipedia, catatan pertama tentang tarian Barongsai ini bertujuan untuk mendatangkan keberuntungan, hal ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum masehi.
Barongsai di Indonesia diperkirakan masuk pada abad ke-17, ketika migrasi besar-besaran warga Tionghoa ke Indonesia. Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai. Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi.
Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan. Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta.
Pada zaman pemerintahan Soeharto, barongsai sempat tidak diizinkan untuk dimainkan. Satu-satunya tempat di Indonesia yang bisa menampilkan barongsai secara besar-besaran adalah di kota Semarang, tepatnya di panggung besar kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Klenteng Gedong Batu. Setiap tahun, pada tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tionghoa atau Imlek, barongsai dari keenam perguruan di Semarang, dipentaskan.
Di Sorong, Papua Barat Daya, ada salah satu perguruan Barongsai yang sampai saat ini terus berjaya dari masa ke masa, terutama saat menjelang perayaan Imlek. Mereka sering kali diundang untuk mengisi acara perayaan Imlek. Perguruan atau sanggar tersebut adalah Fei Long Lion Dance Sorong yang didominasi bukan etnis Tionghoa.
“Bisa dilihat, bahwa pemain musik atau penari Barongsai ini bukan anak etnis Tionghoa, mereka anak-anak Nusantara termasuk ada anak Asli Papuanya,” ujar Hendra Joseph, salah satu pengurus Barongsai usai mengisi acara di Hotel Aston Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu malam (21/1/23).
Ia menambahkan, sejak Pandemi COVID-19 lalu, kegiatan Barongsai secara otomatis ikut terhenti, dan kembali bergeliat pada perayaan Tahun Baru Imlek 2023 atau 2574 Kongzili. Menurut Hendra, mulai malam pergantian Tahun Baru Imlek sampai dua hari kedepan ada 10 tempat yang akan mereka datangi untuk menampilkan atraksi Barongsai. Kemudian untuk Cap Gomeh juga sudah ada 10 undangan yang masuk untuk pementasan.
Ia pun bersyukur bahwa budaya Tionghoa saat ini sudah dicintai oleh masyarakat di Papua Barat Daya dan berharap agar Tarian Barongsai mendapat dukungan dari masyarakat maupun pemerintah.
Salah satu penari Barongsai, Manu mengakui menggeluti tarian Barongsai pertama karena penasaran dan menyukai budaya Tionghoa. Ia yang baru lulus SMA ini mengaku tarian Barongsai memiliki ketangkasan khusus dibandingkan tarian lainnya. Selain harus latihan fisik, tarian Barongsai ini pun harus menggunakan seragam yang cukup tebal, sehingga pengaturan nafas, gerakan harus seirama. Namun mereka sangat senang, ketika kehadiran mereka mendapatkan antusiasme penonton. Ia pun berharap kedepannya, tarian Barongsai semakin sukses dan disukai banyak orang.
Sekarang barongsai di Indonesia sudah diperlombakan. Federasi Olahraga Barongsai Indonesia atau FOBI yang menaungi kesenian Barongsai telah diakui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia KONI. Jadi, sekarang pemain Barongsai bisa disebut sebagai Atlet Barongsai. Barongsai Indonesia telah meraih juara pada kejuaraan di dunia. (Oke)
Komentar