Mantan Ketua KPU Kota Sorong Ajukan Peninjauan Kembali Atas Putusan Kasasi MA

Manokwari, PBD – H. Supran mantan Ketua KPU Kota Sorong periode 2012 resmi mengajukan upaya hukum luar biasa ke Pengadilan Negeri Manokwari pada tanggal 05 September 2023, yaitu Peninjauan Kembali kepada Ketua Mahkamah Agung RI terhadap : Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 904 K/PID.SUS/2016 Tanggal 13 Juni 2016 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Tipikor Jayapura Nomor 1/PID.SUS-TPK/2016/PT.JAP Tanggal 04 Februari 2016 juncto Putusan Pengadilan Tipikor Manokwari Nomor 16/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mnk Tanggal 02 Desember 2015 atas nama Terpidana H. Supran S.Pd., M.Si. Dalam putusan tersebut H. Supran harus menjalani hukuman penjara total 10 tahun lamanya.

Kuasa Hukum H. Supran, Denny Yapari mengatakan bahwa upaya hukum luar biasa ini diajukan dengan 6 novum yang menunjukkan bahwa proses peradilan terhadap H. Supran dilakukan secara melanggar HAM, hakim yang memeriksa perkara terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim berdasarkan putusan KY, hakim tidak mempertimbangkan dalil-dalil H. Supran sebagai terdakwa dan menunjukkan hakim justru meng-kriminalisasi H. Supran.

“Tetapi Allah Maha Kuasa dan Maha Menolong terhadap hamba-Nya. Semua bukti yang diajukan oleh H. Supran terutama bukti rekaman audio dan video persidangan yang direkam sendiri oleh Kuasa Hukum H. Supran, yang juga diterima sebagai bukti dalam perkara ini, walaupun sangat aneh! Semua Alat Bukti rekaman ini tidak dilihat, tidak diperhatikan dan tidak dipertimbangkan sedikitpun oleh semua Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini, mulai dari Pengadilan Negeri Manokwari, Pengadilan Tinggi Jayapura sampai tingkat Kasasi di Mahkamah Agung, namun demikian bisa dilihat dan diterima sebagai bukti oleh Komisi Yudisial RI dan KOMNAS HAM RI,” ujar Denny.

Bahwa upaya hukum luar biasa ini diajukan berdasarkan pada 6 novum (bukti baru), yaitu:

  1. Surat Pernyataan dari Saudara Boy Rizal Tamsil pada tanggal 07 Maret 2016 (Kode PPK-1), dimana Saudara Boy menyatakan tidak pernah hadir di persidangan, demikian juga bukti rekaman audio yang diajukan H. Supran, bahkan Jaksa Penuntut Umum tidak pernah memasukkan Saksi bernama Boy Rizal Tamsil dalam Surat Tuntutan tetapi Berita Acara Persidangan dan Putusan menyatakan Boy Rizal Tamsil hadir di depan persidangan, tetapi aneh dalam berita acara sidang dan putusan ada saksi yang bernama Boy Rizal Tamsil.
  2. LaporanHasilPengujianNo.L-001/03/2017danTranskripRekamanSidangdari Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogayakarta (Kode PPK-2), yang menunjukkan isi salah satu bukti rekaman audio yang diajukan H. Supran, dimana pada persidangan ke-10, tanggal 6 Oktober 2015, ini membuktikan sejak persidangan dibuka hingga ditutup tidak ada Saksi bernama Boy Rizal Tamsil.
  3. Surat Laporan kepada Ketua Komisi Yudisial RI di Jakarta, Nomor : 04.06/SPb/YLW/I/2017 tanggal 17 Januari 2017, perihal : Laporan Dugaan Tindak Pidana Pasal 264 dan 266 KUHP serta Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan TIPIKOR dibawahnya Dalam Perkara Pidana Khusus dengan Terdakwa H. Supran, S.Pd., M.Si., beserta tanda terima (Kode PPK-3),
  4. Petikan Putusan Komisi Yudisial Nomor 0024/L/KY/II/2017 tanggal 28 Mei 2018 (Kode PPK-4), yang amarnya memutuskan menyatakan hakim-hakim yang memeriksa perkara H. Supran terbukti melanggar kode etik dan Perilaku Hakim.
  5. Surat Laporan kepada Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI di Jakarta, Nomor : 04.01/SPb/YLW/I/2017 tanggal 07 Januari 2017, perihal : Laporan Pelanggaran HAM Berat oleh Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan TIPIKOR dibawahnya Dalam Perkara Pidana Khusus dengan Terdakwa H. Supran, S.Pd., M.Si., beserta tanda terima (Kode PPK-5) dan
  6. Surat Ketua KOMNAS HAM RI dengan Surat No. 048/TUA/III/2017 tanggal 20 Maret 2017 hal : Rekomendasi Sehubungan dengan Pengaduan H. Supran, S.Pd., M.Si., selaku terdakwa dalam perkara pidana No. 16/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mnk., jo. Putusan Nomor 1/Pid.Sus-TPK/2016/PT.JAP (Kode PPK-6). Pada Pokoknya surat ini menyatakan bahwa pihak pengadilan tidak melakukan pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil, sehingga Sdr. H. Supran, S.Pd., M.Si., memperoleh putusan yang tidak adil dan/atau tidak benar.

Bahwa semua Novum tersebut diatas membuktikan bahwa telah terjadi pemalsuan Berita Acara Persidangan yang dilakukan oleh Oknum Ketua Majelis dan Oknum Panitera Pembantu selama pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri Manokwari, dan semua berita acara ini digunakan oleh Pengadilan Tinggi Jayapura dan Kasasi di Mahkamah Agung. Bahwa yang patut dicatat adalah Putusan KY dan Rekomendasi Komnas HAM ini baru ada setelah Putusan Kasasi, artinya kedua novum ini benar-benar keadaan baru yang membuktikan adanya kesalahan/kekhilafan hakim yang secara sengaja melakukan kriminalisasi terhadap H. Supran.

Bahwa selain dengan adanya novum, alasan permohonan kasasi juga berdasarkan pada adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, yaitu :

  1. Pada Majelis Hakim di Tingkat Kasasi sebagai Judex Juris telah melampaui kewenangannya dengan mengadili sendiri perkara H. Supran, sehingga bertentangan dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang membatasi kewenangan Majelis Hakim di Tingkat Kasasi dalam memeriksa permohonan Kasasi hanya dalam 3 hal, yaitu :
    1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
    2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
    3. Apakah benar Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
  2. Bahwa Judex Juris telah keliru secara fatal membaca alat bukti surat, putusan Pengadilan Negeri Manokwari (tingkat pertama) dalam perkara a quo, Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura (tingkat banding) dalam perkara a quo dan nilai kerugian keuangan negara sehingga keliru dalam membuat pertimbangan, yaitu terkait apa kesalahan H. Supran, kesalahan tersebut dikaitkan dengan delik dan fakta kedudukan H. Supran sebagai Ketua KPU Kota Sorong, perbedaan nilai kerugian keuangan negara berdasarkan kesalahan H. Supran dan juga nilai kerugian keuangan negara yang dihitung BPKP, dihilangkannya pernyataan saksi Juliana Marlisa (Bendahara KPU Kota Sorong) yang menguntungkan dalam Berita Acara Sidang maupun putusan, termasuk penyitaan alat bukti yang tidak sah.
  3. Bahwa Judex Juris telah keliru dalam membuat pertimbangan dalam menilai unsur-unsur perbuatan pidana pada Halaman 106-107 (soft copy) Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 904 K/PID.SUS/2016 Tanggal 13 Juni 2016, karena tidak berdasarkan pada fakta-fakta persidangan.
  4. Bahwa Judex Juris telah keliru dalam membuat pertimbangan mengenai hal-hal yang meringankan pada Halaman 108 (soft copy) Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 904 K/PID.SUS/2016 Tanggal 13 Juni 2016, karena tidak berdasarkan pada fakta-fakta persidangan, yaitu dengan menyatakan bahwa Pemohon PK/Terdakwa berlaku sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya. Bahwa telah menjadi fakta persidangan bahwa Pemohon PK/Terdakwa selalu berlaku sopan sepanjang persidangan, namun terkait dengan mengakui perbuatannya, tidak pernah diakui oleh Pemohon PK/Terdakwa, bahkan hal itu dinyatakan dalam Putusan Pengadilan Tipikor Manokwari. Pemohon PK/Terdakwa tidak mengakui telah melakukan korupsi, secara pribadi apalagi secara bersama-sama dengan Yulius Y. Sanggek, S.H., M.A. sebagai Sekretaris KPU Kota Sorong dan Juliana A. Marlissa, A.Md. sebagai Bendahara Pengeluaran KPU Kota Sorong karena tuduhan tersebut tidak benar, tanpa alat bukti dan bahkan dituduh oleh Judex Factie dan Judex Juris secara melawan hukum karena menggunakan Berita Acara Sidang yang dipalsukan, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Pemohon PK/Terdakwa berdasarkan Novum baru.

Bahwa terhadap upaya hukum Peninjauan Kembali yang diajukan oleh H. Supran, kemudian ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sorong sebagaimana dimuat dalam Surat tanggal 03 Okktober 2023 perihal : pendapat/tanggapan/jawaban Jaksa Penuntut Umum atas Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 904 K/PID.SUS/2016 Tanggal 13 Juni 2016 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Tipikor Jayapura Nomor 1/PID.SUS-TPK/2016/PT.JAP Tanggal 04 Februari 2016 juncto Putusan Pengadilan Tipikor Manokwari Nomor 16/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mnk Tanggal 02 Desember 2015 atas nama Terpidana H. Supran S.Pd., M.Si.;
Bahwa dalil-dalil Jaksa Penuntut Umum dalam pendapatnya tersebut sangat bertolak belakang dengan Asas Keadilan dan Kepastian Hukum, bahkan menunjukkan Jaksa Penuntut Umum tidak mendukung fungsi peradilan untuk menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.

Dalam kasus H. Supran selama persidangan tidak ada saksi Boy Rizal Tamsil, bahkan Jaksa Penuntut Umum juga tidak pernah mengakui dalam surat tuntutannya ada saksi bernama Boy Rizal Tamsil, selain daripada itu, fakta terbuktinya berita acara persidangan dipalsukan yang tidak sesuai fakta persidangan tapi sangat aneh dalam pendapatnya terhadap permohonan peninjauan kembali, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sorong tidak menganggap ini kesalahan fatal dalam proses peradilan, bahkan mengatakan hal tersebut sudah dinyatakan dalam memori banding dan memori kasasi. Padahal dalil tidak ada saksi bernama Boy Rizal Tamsil dan Pemalsuan Berita Acara Persidangan tidak dipertimbangkan dalam putusan banding dan putusan kasasi, bahkan putusan bandinglah yang mengungkap adanya berita acara persidangan palsu yang dibuat oleh oknum Ketua Majelis Hakim dan oknum Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Manokwari, sehingga H. Supran melaporkan perbuatan tersebut ke Komisi Yudisial. Lebih aneh lagi dalam Surat Pendapatnya, Jaksa Penuntut Umum bahkan tidak berani memberikan pendapat atas Surat Rekomendasi dari KOMNAS HAM RI, yang menunjukkan Jaksa pun tahu bahwa proses peradilan H. Supran sudah terbukti melanggar HAM.

“Sebagai aparat penegak hukum tidak sepatutnya Jaksa Penuntut Umum, sudah sepatutnya Jaksa menjadi bagian dari penegakan hukum, bila diketahui ada proses peradilan yang keliru bahkan melanggar HAM, maka tugas sebagai penegak hukum adalah membongkar kezaliman tersebut, bukan malah membuat tindakan dan/atau perbuatan yang secara formil menjalankan tugas penegakan hukum tetapi secara materiil malah membiarkan keadaan zalim tersebut tetap terjadi. Lalu dimana fungsi Penegakan Hukum yang harus dilakukan jaksa?,” tanya Denny.

Atas Upaya Hukum Luar Biasa berupa Permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan uraian tersebut diatas, H. Supran mengharapkan Majelis Hakim Agung yang memeriksa perkara peninjauan kembali dapat bersikap adil dan menjunjung tinggi nilai nilai keadilan yang berdasarkan pada fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yang diajukan, sehingga pada akhirnya mengabulkan semua tuntutan H. Supran yaitu Membebaskan H. Supran dari Seluruh dakwaan (vrijspraak) dan memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, nama baik, kedudukan dan harkat martabatnya.

Perlu diketahui bahwa saat ini, H.Supran sedang menjalani hukuman dengan mendekam di Lapas Tipikor Manokwari dan masih berjuang menuntut keadilan. (*/oke)

Komentar