Kisah Pecandu Putauw yang Insaf Jadi Aktivis ODHA

SORONG, PBD – 1 Desember lalu, sejumlah orang mungkin terlupa bahwa diperingati sebagai Hari Aids Sedunia (HAS). Sejumlah aktivis di Kota Sorong pun melakukan berbagai kegiatan, diantaranya pembagian bunga dan selabaran di sejumlah perempatan jalan di Kota Sorong, serta meramaikan karnaval dengan terus memberikan edukasi mengenai HIV AIDS.

Salah satu kisah inspiratif berikut mengisahkan seorang pecandu Putauw yang Insaf dan sekitar 14 tahun telah menjadi penggerak aktivis ODHA di berbagai daerah.

____ ____ ____ ____

Tidak ada yang pernah menyangka bahwa Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dapat melanjutkan hidupnya hingga memilki sebuah keluarga dan keturunan. Kegigihan dan optimisme serta dukungan sebaya membuat Rachman Rahim, pria asal Makasar kelahiran tahun 1980 adalah salah satu contohnya.

Pria berusia 43 tahun itu, menjadi pecandu Narkoba jenis Putauw sejak tahun 1995. Dimulai dari coba-coba hingga menjadi bandar Putauw hingga tahun 2005 membuat Ia menjadi orang resiko penularan HIV AIDS dari jarum suntik yang digunakannya bergantian bersama rekan-rekannya.

Menghindari ditangkap Polisi pada tahun 2005, Ia pun pergi ke Bogor untuk melakukan rehabilitasi. Semasa di tempat rehabilitasi, Ia pun merasakan namanya Sakau akibat putus Narkoba yang dilakukannya. Hampir setahun direhabilitasi, Ia pun kembali ke Makasar. Melihat sejumlah temannya yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi badan yang turun drastis, Ia pun dengan sukarela melakukan tes secara mandiri di pelayanan kesehatan dan dinyatakan positif HIV AIDS.

“Sempat drop, tidak percaya dan pesimis bahwa bisa melanjutkan hidup, karena informasi saat itu bahwa terkena HIV AIDS paling sebentar lagi mati,” ujar Rachman.

Berbulan-bulan Ia mengurung diri dan terperosok akibat statusnya sebagai ODHA, beruntung Tuhan memberikan penguatan padanya melalui Kelompok Sebaya, teman-temannya yang senasib, menjadi relawan di Rumah Sakit, hingga akhirnya, pada tahun 2007 Ia menemukan jodoh dan pasangan hidupnya. Memutuskan menikah, saat ini Rachman memilki 3 buah hati yang dinyatakan negatif HIV AIDS.

“Saya ketemu isteri karena Ia sering main ke kantor saat itu. Isteri Saya negatif dan saat ini Ia menerima Saya apa adanya. Sampai saat ini anak Saya ada tiga orang, yang pertama kelas 3 SMP, yang kedua kelas 2 SD dan yang bungsu masih TK,” terang Rachman.

Pada tahun 2009, Ia dan sejumlah rekannya memutuskan mendirikan sebuah Yayasan yang diberi nama Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya (YPKDS) dan saat ini Rachman dipercayakan sebagai Direktur YPKDS.

Ia mengatakan bahwa ODHA pun harus mulai berani bicara jika ada diskriminasi atau stigma di masyarakat. Seperti pengalamannya saat diperlakukan diskriminatis saat melakukan pelayanan kesehatan di salah satu unit pelayanan kesehatan di Makasar.

Dokter dan perawat yang sebelumnya tidak menggunakan sarung tangan dan masker, kemudian memakai masker dan sarung tangan saat mengetahui dirinya ODHA.

“Usai diperiksa, Saya minta waktu untuk mengedukasi dokter itu, sekitar 10 menit kami berdebat, tapi setidaknya Saya sudah berbicara, melawan diskriminasi yang Saya rasakan,” terang Rachman.

Saat ini, Ia masih terus mengkonsumsi obat ARV sebagai upaya menjaga diri, keluarga dan orang lain.

“ARV ini tidak boleh putus, sama seperti obat darah tinggi. Jangan merasa sehat kemudian putus obat. Sayangi diri kita, keluarga dan orang lain,” imbuhnya.

Ia pun berharap, semua elemen masyarakat terutama pemrintah untuk lebih konsen terhadap program penanggulangan HIV AIDS, apalagi di Papua yang termasuk peta merah dengan sebaran HIV AIDS paling tinggi.

“HIV AIDS masih ada disekitar kita, jangan egois, jangan memberikan stigma pada ODHA, untuk ODHA ayo bicara dan berobat, peluang hidup kita masih panjang,” pesannya.

Rachman Rahim hadir pada kegiatan capaian dukungan kepada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dan notifikasi pasangan oleh Yayasan Sorong Sehati di salah satu hotel Kota Sorong, Papua Barat Daya, beberapa waktu lalu. (oke)

Komentar