RAJA AMPAT, – Sebagai upaya untuk melestarikan sumber daya alam hayati serta mendukung pemulihan eknomi nasional, melalui penerapan pariwisata yang ramah lingkungan dengan prinsip beberlanjutan (sustainability) di Raja Ampat, sejumlah pelaku usaha wisata terdiri dari pemandu wisata dan pelaku usaha homestay mengikuti pelatihan dan kelas konservasi di Yenbabo, Kampung Friwen, Raja Ampat, Papua Barat.
Bagi pemandu wisata yang bekerja di Raja Ampat pelatihan dilakukan pada tanggal 07 hingga 09 Oktober, dan pelaku usaha homestay pada 11 hingga 13 Oktober. Kedua pelatihan tersebut secara keseluruhan diikuti oleh 62 partisipan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
Kegiatan kolaboratif ini diselenggarakan oleh beberapa instansi lintas pemerintah selaku pengelola kawasan di Raja Ampat, yaitu Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat yang memiliki 9 wilayah kerja di kabupaten kepulauan ini, Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong sebagai unit pelaksana teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat yang mengelola enam KKP di Raja Ampat, dan Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat, sebagai tuan rumah sekaligus pengelola beberapa destinasi wisata.
Kepala Seksi Wilayah 1 Waisai dari BBKSDA Papua Barat, Partolongan Manalu, mengatakan bahwa kegiatan kali ini terlaksana dengan baik karena dapat menyatukan persepsi dengan pemandu lokal dan pelaku usaha homestay, agar tidak ada lagi penjualan serta pembelian terhadap satwa yang dilindungi, yang selama ini sering menjadi bagian dari kegiatan pariwisata di Raja Ampat. Apalagi ditengah pandemi Covid-19 saat ini, Pemerintah berharap geliat wisata kembali meningkat namun tetap terjaga kelestarian lingkungan di Raja Ampat.
Selain instansi pemerintah, penyelenggaraan kegiatan ini juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Conservation International (CI) Indonesia yang bekerja di Kabupaten Raja Ampat. Sementara itu, anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) – Raja Ampat, komunitas penyelam perempuan (Molo Ombin Raja Ampat atau MORA), dan Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TKAD) terlibat pada pelatihan tanggal 07-09 Oktober, sementara anggota dari asosiasi pelaku usaha homestay Raja Ampat terlibat dalam pelatihan tanggal 11-13 Oktober.
Manajer Pariwisata dan Peningkatan Kapasitas Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) dari CI Indonesia, Meidiarti Kasmidi berharap melalui kegiatan tersebut para pemandu wisata dan pengelola homestay mengetahui, memahami, dan disegarkan kembali tentang pentingnya konservasi.
“Kawasan konservasi dan pengelolaannya di Raja Ampat menjadi hal utama dan Penting. Karena hal itulah yang menjadi nilai jual wisata di Raja Ampat. Oleh karena itu, perlu peran pelaku usaha wisata untuk mengetahui Mengenai biota yang dilindungi, mengidentifikasi peran mereka dalam konservasi, serta memahami kegiatan pariwisata yang tidak merusak lingkungan, tapi mendatangkan manfaat ekonomi,” tutur Meidiarti.
Dua pelatihan kali ini memaparkan materi-materi terkait hospitality dalam pariwisata, konservasi darat, manfaat kawasan konservasi dan pariwisata berkelanjutan, ekosistem laut yang sebagian materinya ditampilkan melalui permainan bagi peserta, materi tentang sampah organik dan non-organik serta dampaknya terhadap lingkungan, pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP), biota laut yang dilindungi, dan materi mengenai peran pemandu wisata dalam konservasi.
Disela-sela penyampaian materi kegiatan, pelatihan kali ini juga mendiskusikan beberapa topik hangat terkait pariwisata di Raja Ampat, salah satunya mengenai biaya masuk kawasan bagi wisatawan seperti Tarif Layanan Pemeliharaan Jasa Lingkungan (TLPJL) yang diterapkan oleh BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, maupun retribusi pariwisata yang diterapkan oleh Dinas Pariwisata Pemkab Raja Ampat.
Perwakilan dari salah satu peserta pelatihan sekaligus Ketua HPI – Raja Ampat, Ranny Iriani Tumundo, menanggapi, bahwa selama ini mereka selalu tegas dengan pembelian TLPJL dan juga karcis dari Pemkab Raja Ampat.
Sementara itu perwakilan dari asosiasi pelaku usaha homestay Raja Ampat, Beni Mambrasar, menyatakan bahwa setelah mengikuti kegiatan tersebut membuat dirinya terpacu untuk menerapkannya kepada masyarakat, para pelaku homestay, dan juga para pemandu wisata burung di kampungnya agar lebih baik lagi dalam menjalankan usaha pariwisata. (Oke)
Komentar