SORONG, PBD – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua Barat menggelar pertemuan bersama DPMPTSP Kabupaten/Kota se-Papua Barat Daya guna mencari solusi atas berbagai hambatan investasi, khususnya di sektor pertambangan galian C. Pertemuan bersama ini berlangsung disalah satu hotel di Kota Sorong, Sabtu (9/8/25).
Pertemuan bersama itu turut dihadiri pelaku usaha sektor pertambangan galian C dan perwakilan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yaitu Direktur Wilayah V Adi Soegiarto yang hadir secara daring.
Koordinator Penanaman Modal DPMPTSP Papua Barat Daya, Nauw Ellen Jack menegaskan bahwa tugas utama pihaknya bukan sekadar mengurus perizinan, namun menciptakan ruang investasi seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin menanamkan modal di Papua Barat Daya.
“Peran kami sebagai mitra pengusaha adalah memastikan investasi bisa tumbuh. Perizinan memang bagian dari tugas kami, tapi yang utama adalah menciptakan ruang investasi itu sendiri,” ujar Koordinator Penanaman Modal DPMPTSP Papua Barat Daya, Nauw Ellen Jack
Menurutnya, hambatan terbesar dalam investasi biasanya muncul dalam tiga tahap utama perizinan yakni pertama mengenai Perizinan Dasar (PD) mencakup izin tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung.
“Kedua mengenai Perizinan Berusaha (PB): terkait langsung dengan kegiatan utama usaha daj ketiga Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU) seperti izin gudang bahan peledak, penggunaan genset, dan pemanfaatan air tanah,” sambungnya.
Ia menyebutkan bahwa seluruh proses perizinan kini sudah dilakukan secara 100 persen elektronik. Artinya, apabila tahap awal, terutama perizinan dasar, tidak terpenuhi, maka proses berikutnya tidak bisa dilanjutkan.
“Karena itu, kami mengundang pelaku usaha dan DPMPTSP kabupaten/kota untuk menyampaikan kendala yang mereka hadapi. Kami akan fasilitasi sampai ke tingkat pusat,” jelasnya.
Dibeberkannya bahwa, salah satu isu krusial yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan ini adalah masalah tata ruang di Kota Sorong. Ia mengakui, banyak pelaku usaha mengeluhkan tidak sinkronnya rencana tata ruang dengan kebutuhan investasi di sektor pertambangan galian C.
Lebih lanjut, dijelaskannya bahwa, meskipun pemerintah gencar mendorong iklim investasi, Nauw menegaskan bahwa pelaku usaha tetap wajib taat aturan, menjaga kelestarian lingkungan, dan menghormati hak masyarakat adat.
“Kami ingin investasi berkembang dan lapangan kerja terbuka, tapi semua harus sesuai aturan. Hak dan kewajiban pelaku usaha harus berjalan beriringan,” tegasnya.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah konkret untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah dan pelaku usaha dalam menciptakan iklim investasi yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan di Papua Barat Daya. (Jharu)
Komentar