Siapa yang belum bisa move on, karena masih terngiang bagaimana meriahnya pesta pembukaan PON XX Papua di Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (2/10/21) yang dihadiri langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo. Torehan sejarah pertama sejak PON pertama kali dilaksanakan, Papua yang selama ini diketahui sebagai provinsi paling Timur Indonesia berhasil menyulap setiap mata penduduk dunia bahwa Papua juga bisa menjadi tuan rumah berskala Nasional.
Pertarungan kesatria olah raga pun satu persatu mulai berjuang didalam gelanggang. Tawa dan tangis bercampur aduk mewarnai petarungan disetiap cabang olah raga. Pahlawan baru kemudian muncul dieluk-elukkan ketika meraih Juara. Kalungan medali, lagu Indonesia Raya menjadi saksi betapa kerasnya, atlet-atlet terbaik negeri bertarung dalam perhelatan menuju kompetisi internasional.
Setiap permulaan pasti ada akhirnya, pesta olah raga setiap 4 tahun sekali itu kemudian berakhir pada Jumat (15/10/21). Catatan sejarah baru pada PON XX di Papua berhasil membawa provinsi Jawa Barat berada di puncak perolehan medali emas terbanyak yaitu 133 emas, 105 Perak, 115 perunggu, disusul peringkat kedua DKI Jakarta dengan perolehan 111 emas, 91 Perak dan 99 perunggu.
Jawa Timur tidak mau tertinggal Bersaing sengit dengan DKI Jakarta dan berada diposisi ketiga yaitu perolehan medali emas sebanyak 110, 89 Perak dan 88 perunggu. Sedangkan tuan rumah, Papua tak mau kalah, dengan target menjadi juara umum, Papua harus puas berada di posisi keempat dengan peorelahan emas sebanyak 93, Perak 66 dan perunggu 102, disusul Bali diposisi kelima dengan perolehan 28 emas, 25 Perak dan 53 perunggu.
Wilayah pemekaran provinsi Papua, Papua Barat yang terkenal sebagai gudang atlet nasional, ternyata harus menelan pil pahit dan cukup puas berada diperingkat 24 dari 33 provinsi dengan perolehan medali emas 3 dari cabang Kempo dan Terjun payung, ditambah 14 Perak dan 15 perunggu.
Sebulan kemudian, (1/11/21) suka cita kemenangan PON XX bagi atlet Papua Barat peraih medali emas ternyata belum dirasakan oleh Mereka, pelatih dan tim pendamping.
Ketua Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia (Perkemi) Papua Barat, Muhammad Salim Nurlili mengaku kecewa dengan service yang dilakukan oleh KONI Papua Barat.
“Sebelum berangkat ke Jayapura, kami hanya diberikan biaya operasional sepuluh juta rupiah sudah termasuk biaya PCR bagi 7 orang atlet, 2 pelatih dan 1 tukang pijat. Sehingga kebutuhan lainnya, kami pelatih terpaksa harus patungan,” ujar Salim saat dikonfirmasi, Jumat (22/10/21).
Ia mengaku bahwa peralatan dan fasilitas yang diberikan juga terbilang jauh dari harapan dan Cabor Kempo menjadi salah satu cabang anak tiri dari pengurus KONI karena terkesan dikesampingkan.
“Kami tidak dianggap sebelumnya, tapi kami bersyukur dapat mengharumkan nama baik Papua Barat pada ajang PON XX,” ucapnya.
Ia berharap agar pemerintah Provinsi Papua Barat lebih serius dalam memperhatikan olah raga, karena potensi atlet dan pelatih di Papua Barat tidak jauh berbeda dengan wilayah lainnya di Jawa-Bali.
“Kalau olah raga mau maju, pengurus KONI Papua Barat juga harus direvisi dan diisi orang-orang yang cinta olah raga. Jangan hanya mau uangnya tapi tidak mau membina dan mensejahterakan atlet, pelatih dan tim,” kritiknya.
Sementara itu, Atlet Kempo peraih medali emas, Kristin Hilda Silabun yang kini menderita cidera kaki harus berbangga meski bonus yang dijanjikan pemerintah belum juga direalisasikan.
“Dijanjikan 1 Milyar Rupiah, tapi sampai saat ini belum dihubungi,” katanya melalui saluran telepon.
Menanggapi kurang bersinarnya atlet Papua Barat di ajang PON XX dikupas habis-habisan oleh mantan pelatih Persatuan Sepak Bola Indonesia-Kota Sorong (Persikos), Valdo Tutuhatunewa saat bertandang ke ruang pers Kota Sorong, Papua Barat, Selasa (12/10/21) mengungkapkan khusus untuk sepak bola, Papua Barat tidak lolos pra PON sehingga tidak dapat mengikuti ajang PON XX. Padahal menurutnya, Sumber Daya Manusia (SDM) pemain sepak bola di Wilayah Sorong sangat banyak dan potensial. Banyak atlet Nasional yang bertandang di lapangan hijau berasal dari Kota Sorong.
“Papua Barat ini memiliki banyak atlet yang mumpuni untuk ditempatkan di perlombaan seperti PON XX. Tapi Sayang Pemerintah gagal dalam pembinaan atlet. Hal ini terlihat dengan kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan sarana prasarana dan kesejahteraan bagi atlet bahkan pelatih,” ujar Valdo.
Menurut Valdo bahwa keseriusan pemerintah daerah maupun provinsi dalam pengembangan bidang olah raga masih sangat minim bahkan kurang. Semua bergerak cepat ketika ada event-event nasional. Padahal pengembangan atlet setiap cabang olah raga harus dilakukan secara terus menerus dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai.
Ia pun mengkritik Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) daerah maupun Provinsi Papua Barat yang terkesan tak memahami fungsi dan tugasnya sebagai wadah membina atlet di bidang Olah raga.
“Apalagi kesejahteraan, Semua dilakukan dengan suka cita dan hobby saja. Kami sebagai pelatih berusaha melatih para atlet sebaik mungkin dengan apa adanya. Hanya saja kurangnya sarana, prasarana baik moril maupun materiil yang diberikan oleh pemerintah menyebabkan kualitas para atlet jadi menurun,” ujar Valdo.
Meskipun dengan sarana yang minim papua barat telah menciptakan atlet yang sangat membanggakan seperti Misalnya legenda, Boaz Solossa, Ortizan Solossa, Braiif Fatari, Ricky Kambuaya yang telah masuk TimNas.
“Mereka adalah contoh dari hasil binaan dengan sarana yang minim yang berhasil diciptakan oleh Papua barat. Seharusnya banyak lagi atlet-atlet bintang yang bisa lahir di Papua Barat Jika ada dukungan Pemerintah,” ujar Valdo.
Dikutip dari jubi.com, Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui KONI Papua Barat menganggarkan dana sebesar Rp.30 Milyar untuk sejumlah Cabang olah raga (cabor) potensial seperti balap motor, tinju, atletik, angkat berat, softball, tenis lapangan dan beberapa Cabor lainnya.
Sayangnya, kucuran dana milyaran rupiah tersebut belum tersentuh dengan baik untuk kesejahteraan atlet dan pelatih. Profesi sebagai atlet masih jauh dari kata profesional. Atlet pun banyak yang menerima nasib apa adanya, dengan harapan bisa tembus PNS di pemerintahan.
Seharusnya dan sepantasnya, kejadian ‘patungan’ atlet maupun pelatih tidak terulang kembali dan anggaran seharusnya menjadi prioritas bukan lagi penghalang.
Paling Utama, KONI sebagai wadah Olah Raga yang diakui Republik ini dapat diisi oleh orang-orang yang tidak hanya cinta olah raga namun serius mengembangkan olah raga di Wilayah Papua Barat. Karena sejatinya, para atlet yang bertarung diajang kompetisi tingkat daerah bukan hanya mengejar medali namun jiwa raga mereka dipertaruhkan demi nama baik daerah yang dipikulnya.
Semoga PON XXI mendatang, Papua Barat dapat masuk 15 besar bahkan 10 besar peringkat diajang bergengsi yang akan direvisi menjadi dua tahun sekali tersebut. (Olha Irianti Mulalinda)
Komentar