Analisis Kecerdasan Ekologis Petani Sagu Untuk Penguatan Ketahanan Pangan Berkelanjutan di Distrik Makbon Kabupaten Sorong

Sebuah Penilitian Ilmiah Disusun Oleh :

1. Muzna Ardin Abdul Gafur,SP.,M.Si (ketua) / Dosen Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UNAMIN Sorong
2. Niny Jeni Maipauw S.Hut M.Si (Anggota)/ Dosen Prodi Kehutanan Fakultas Pertanian UNAMIN Sorong

Sagu sebagai makanan pokok Masyarakat Papua, menjadi salah satu komoditi penting dalam membantu ketahanan pangan. Di Distrik Makbon Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, terdapat beberapa sentra pengolahan sagu oleh petani sagu yang menggunakan metode pengolahan tradisional maupun semi modern.

Kepemilikan lahan sagu dan pengelolaannya dilakukan oleh rumpun keluarga atau marga, diwariskan secara turun temurun, dan terdapat aturan tidak tertulis yang dipatuhi oleh anggota keluarga atau marga dalam memanen sagu.

Hutan Sagu

Disaat gencaran kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, petani sagu di Distrik Makbon masih mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki. Dalam kearifan lokal itu terdapat bentuk-bentuk kecerdasan ekologis yang perlu mendapat dukungan dan pengembangan sehingga dapat menunjang ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan kecerdasan ekologis dalam nilai nilai kearifan lokal petani sagu di Distrik Makbon.

Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif, lingkup penelitian mencakup tradisi, cara pandang, sikap, perilaku dan pengetahuan lokal petani sagu dalam pemeliharaan ekosistem dan pemanfaatan sumberdaya hutan sagu.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2023, dengan pendanaan Hibah Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Baperida) Provinsi Papua Barat Daya Tahun 2023 bekerjasama dengan LP3M Universitas Muhammadiyah Sorong.

Petani Sagu saat menokok pelepah pohon sagu sebelum diolah menjadi tepung Sagu

Penelitian dilaksanakan dengan mengambil data di tiga lokasi pengolahan sagu yaitu di Kampung Teluk Dore, Kampung Baingkete dan Kampung Malaumkarta. Beberapa temuan hasil penelitian sebagai berikut:

  • Lahan sagu di Distrik Makbon adalah lahan warisan turun temurun keluaraga dari beberapa Marga.
  • Lahan sagu di Kelola untuk keperluan konsumsi sehari hari sebagai makanan pokok. Jika hasil panen berlebih maka di jual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan lain seperti biaya anak sekolah, membeli obat jika sakit, dan membeli kebutuhan sekunder lainnya.
  • Pohon sagu jika tidak dipanen pada waktunya, akan rusak, batangnya berbusa, maka jika dalam rumpun tanaman sagu terdapat pohon yang sudah layak panen, maka secara gotong royong semua anggota marga atau keluarga menebang dan menokok sagu tersebut. Ciri-ciri pohon sagu jika sudah layak panen adalah keluar tunas pucuk menjari (petani sagu memberi istilah jari jari).
  • Proses pengolahan dengan metode sederhana, di cincang sampai halus lalu di saring menggunakan peralatan sederhana. Sebagian petani sudah menggunakan mesin parut sagu sederhana untuk mempercepat pengolahan sagu.
  • Satu hal yang menarik dalam penelitian ini adalah Petani sagu memanen sagu seperlunya saja, tidak berlebihan, tidak dalam skala besar. Satu pohon sagu dipanen cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga selama dua sampai tiga bulan.
  • Tidak ada penjulan lahan sagu, karena lahan sagu merupakan milik bersama beberapa rumpun keluarga. Dalam kondisi yang sulit sekalipun, tidak pernah ada keinginan menjual lahan sagu, karena kesadaran bahwa lahan sagu adalah warisan leluhur dan berkaitan dengan hajat hidup keluarga. Memelihara ekosistem sagu adalah merupakan tanda bakti kepada orang tua dan keluarga.
  • Cara petani menjaga dan memelihara ekosistem sagu adalah dengan tidak membakar sampah hutan di sekitar lahan sagu. Satu larangan orang tua yang dipesankan turun temurun adalah jangan membakar sampah atau rumput kering di hutan dekat pohon sagu. Pesan ini menjadi satu amanah untuk anak cucu agar memelihara lahan sagu dari bencana kebakaran dan kerusakan.
  • Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, bahwa petani sagu memanen sagu dengan peralatan sederhana, tidak menggunakan mesin. Meskipun pemanenan dengan peralatan manual membutuhkan waktu lebih panjang, tetapi kesabaran dan kekuatan dalam mengelola sagu menjadi suatu ciri karakter petani sagu.
  • Di kampung Baingkete dan Malaumkarta telah dilakukan penanaman atau pembudidayaan pohon sagu. Budidaya sagu dilakukan dengan membuka lahan semak belukar dan menjadikannya sebagai lahan budidaya sagu. Penanaman dilakukan karena kesadaran akan pentingnya cadangan pangan di masa yang akan datang. Petani menganggap bahwa pohon sagu yang tumbuh pasti akan cukup memenuhi kebutuhan pangan keluarga di masa depan.
Mama Petani Sagu memerah dan mencuci hasil tokok Sagu sebelum dapat dikonsumsi

Ucapan Terima kasih kami sampaikan kepada BAPERIDA Provinsi Papua Barat Daya atas dukungan Dana dalam Penelitian ini. Terima kasih pula kepada LP3M Universitas Muhammadiyah Sorong, dan Petani Sagu di Distrik Makbon Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. (***)

Komentar