SORONG, PBD, – Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2004, khususnya di daerah dengan tingkat epidemi HIV tinggi.
PPIA merupakan bagian dari upaya pengendalian HIV-AIDS dan IMS lainnya melalui pelayanan KIA. Pada saat itu, upaya yang dilakukan terfokus pada penyusunan pedoman nasional, penyusunan modul pelatihan, pelatihan PPIA, pembentukan jejaring pelayanan dan memulai pembenahan sistem pencatatan dan pelaporan.
Data tahun 2022 untuk HIV/AIDS menunjukkan capaian target 95-95-95 untuk mengakhiri epidemi HIV tahun 2030 belum tercapai. Target indikator 95% orang dengan HIV (ODHIV) untuk mengetahui status HIV-nya baru terwujud 76%, sementara target kedua 95% ODHIV diobati, dan target ketiga 95% ODHIV yang diobati mengalami supresi virus masing-masing baru 41% dan 16%.
Untuk perluasan jangkauan dan akses layanan bagi masyarakat, Program PPIA juga dilaksanakan oleh beberapa lembaga masyarakat.
Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya melaksanakan reguler meeting Monitoring dan Verifikasi sebagai upaya sosialisasi program PPIA ( Pencegahan Penularan HIV untuk Ibu dan Anak) bagi komunitas Popkun juga masyarakat umum di Kota Sorong, bertempat disalah satu cafe, Sabtu, 16/09/2023.
Hal itu bertujuan untuk Peningkatan akses program dan pelayanan PPIA selanjutnya ditingkatkan untuk mengendalikan penularan HIV dari ibu ke anak, sebagai upaya mengakhiri epidemi HIV 2030.
pada tahun 2013 Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan No 001/GK/2013 tentang Layanan PPIA yang disertai dengan Rencana Aksi Nasional (RAN) PPIA 2013-2017. Dengan terbitnya surat edaran ersebut,kegiatan PPIA diintegrasikan ke dalam pelayanan KIA, KB dan konseling remaja.
Surat edaran tersebut selanjutnya diperkuat oleh Peraturan Menteri Kesehatan No 51/2013 tentang Pedoman PPIA dan Peraturan Menteri Kesehatan No 21/2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
Berdasarkan surat edaran tersebut, semua ibu hamil di daerah epidemi meluas dan terkonsentrasi dalam pelayanan antenatal wajib mendapatkan tes HIV yang inklusif dalam pemeriksaan laboratorium rutin, bersama tes lainnya, sejak kunjungan pertama sampai menjelang persalinan. Untuk daerah epidemi rendah, tes HIV diprioritaskan untuk ibu hamil dengan IMS dan tuberkulosis (TB).
Salah satu perwakilan LSM Sorong Sehati menjelaskan bahwa masih terdapat masyarakat yang tidak mau di dampingi dalam proses penanganan HIV.
“Ada yang belum siap, karena statusnya takut terbongkar. Ketakutan akan stigma di masyarakat dan lain-lain”, jelas salah satu peserta utusan LSM Sorong Sehati.
Ia menjelaskan pentingnya ibu hamil wajib diarahkan untuk pemeriksaan hiv, bukan hanya saat pemeriksaan kehamilan di posyandu, puskemas, RS, tapi juga di dokter praktek.
Selain itu, perwakilan dari Dinas Kesehatan juga menekankan pentingnya kesehatan.
“Kesehatan adalah harta yang tak ternilai, periksa hiv secara dini, kualitas hidup akan lebih baik”, pesan salah satu perwakilan Dinas Kesehatan Kota Sorong.
Di akhir diskusi, salah satu Perwakilan Ikatan perempuan Positif Indonesia memberikan pesan akan pentingnya edukasi terkait HIV. Ia menekankan untuk lebih banyak edukasi, memberikan pemahaman kepada perempuan dengan hiv, terkait dengan pencegahan, pengobatan, agar tidak memaparkan ke orang lain. Kalau bukan dari diri sendiri, siapa lagi yang akan jadi pemutus penularan dari ibu ke anak.
Begitupin dengan Perwakilan Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya dalam hal ini juga menekankan pentingnya pencegahan sebelum adanya penindakan dari berbagai pihak.
“terkait pencegahan dan penularan hiv dari ibu dan anak. Kita mendorong OPD untuk berperan aktif memberikan dukungan baik berupa kebijakan, program maupun teknis dalam program PPIA sebagai impelemntasi pencegahan dan penanggulangan hiv aids di Kota Sorong”, tutupnya.
Komentar