Yayasan Cipta Egad Kairos Tegaskan Pentingnya Kolaborasi Komunitas dalam Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak

SORONG, PBD – Yayasan Cipta Egad Kairos menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, terutama peran komunitas, dalam mendampingi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini mengemuka dalam pelatihan manajemen pendampingan dan penanganan kasus kekerasan yang digelar di salah satu hotel Kota Sorong, Papua Barat Daya, Jumat (25/7/25).

Kegiatan ini melibatkan petugas layanan dari Lembaga Konsultasi dan Perlindungan Perempuan dan Anak (LKP3A) Fatayat NU serta perwakilan UPTD dari Kabupaten Sorong dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Sorong. Hadir sebagai narasumber utama, Ketua Yayasan Cipta Egad Kairos, Rona Patricia Sibarani, S.H., M.H., menyampaikan materi bertajuk “Mengenal Proses Peradilan dalam Pendampingan Korban Kekerasan”.

Dalam paparannya, Rona menyampaikan bahwa penanganan kasus kekerasan tidak cukup hanya mengandalkan lembaga hukum atau instansi pemerintah.

“Kunci utama keberhasilan pendampingan korban ada pada kolaborasi lintas sektor, termasuk peran keluarga, masyarakat, dan komunitas lokal yang memahami dinamika sosial di wilayah masing-masing,” ujarnya.

Rona menyoroti bahwa kasus kekerasan, khususnya terhadap anak, sering terjadi di ruang-ruang privat dan tertutup. Karena itu, hanya pendekatan berbasis komunitas yang dapat membuka ruang-ruang tersembunyi tersebut.

“Pendampingan harus holistik—hukum, psikologis, dan sosial. Konseling bukan pelengkap, melainkan kebutuhan primer dalam pemulihan trauma korban, terutama anak-anak,” tegasnya.

Ia juga mengupas lima tahapan proses hukum menurut KUHAP, sambil menjelaskan peran strategis pendamping dalam memastikan pemenuhan hak-hak korban. Salah satunya, mencegah konfrontasi langsung antara korban dan pelaku dalam proses peradilan yang berpotensi menambah trauma.

Dalam sesi wawancara dengan media, Rona menyebut laporan kasus kekerasan umumnya masuk melalui kanal keluarga korban, UPTD PPA, hingga aparat penegak hukum. Namun demikian, pendekatan reaktif dianggap belum cukup.

“Kami aktif turun ke lapangan, karena setiap kasus memiliki konteks yang berbeda. Di sinilah peran komunitas menjadi sangat penting sebagai mata awal dan tangan pertama dalam deteksi kekerasan,” paparnya.

Rona juga memberikan dukungan terhadap pelaksanaan program INKLUSI, hasil kolaborasi antara Lakpesdam NU dan Fatayat NU. Menurutnya, program ini menjadi jembatan yang efektif antara layanan formal dan komunitas akar rumput.

“Anak dan perempuan butuh sistem perlindungan yang dekat dan responsif, bukan birokratis. Komunitas bisa menjadi perpanjangan tangan UPTD, Polres, maupun LSM,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Rona turut mengingatkan bahwa seluruh layanan psikologis untuk korban kekerasan, termasuk yang difasilitasi oleh UPTD, ditanggung oleh negara.

“Tidak ada biaya. Masyarakat jangan takut atau ragu mencari pertolongan,” ujarnya.

Pelatihan ditutup dengan simulasi penanganan kasus untuk membekali peserta dengan keterampilan praktis dalam melakukan pendampingan empatik. Melalui kegiatan ini, Yayasan Cipta Egad Kairos berharap terciptanya agen-agen perubahan lokal yang siap menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua Barat Daya. (Oke)

Komentar