KABUPATEN SORONG, PBD – PC Fatayat bersama Lakpesdam PCNU Kabupaten Sorong menggelar Pelatihan Pencegahan Perkawinan Anak (PPA) bertempat di Perpustakaan Daerah Kabupaten Sorong, Rabu (23/4/25).
Dalam pelaksanaan pelatihan itu dibuka langsung oleh Wakil Bupati Sorong Ahmad Sutedjo. Pelatihan ini merupakan bagian dari program Inklusi yang didukung oleh Pemerintah Australia dan Indonesia melalui kerjasama dengan Lakpesdam PBNU.
Wakil Bupati Sorong, Ahmad Sutedjo menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menanggulangi perkawinan anak di wilayah Kabupaten Sorong. Menurutnya, pelatihan ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam upaya menekan angka stunting yang masih menjadi tantangan serius di Kabupaten Sorong.
“Untuk kegiatan ini, dari pemerintah daerah berkolaborasi dengan dinas-dinas terkait agar di lapangan kita bisa saling bantu-membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat,” kata Wakil Bupati Sorong Ahmad Sutedjo.
Ia menyoroti bahwa perkawinan anak memiliki kaitan erat dengan kasus stunting. Anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan usia dini dinilainya berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi karena orang tua belum siap secara fisik maupun psikologis.
“Saat ini angka stunting kita sudah menurun ke 18 persen, sementara standar nasional 14 persen. Kita berharap bisa di bawah itu, tetapi pernikahan dini itu menjadi akar masalah, kalau orang tua masih anak-anak, tentu mereka belum mampu memberi asupan gizi yang baik,” ungkapnya.
Dirinya mengingatkan bahwa generasi yang lemah secara fisik dan mental akibat stunting akan berdampak jangka panjang terhadap pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah daerah sangat mendukung program ini, tidak hanya secara moral tapi juga secara teknis melalui keterlibatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Dukungan dari kami adalah keterlibatan langsung. Ini bentuk keikutsertaan kami menyertai mereka agar program ini berjalan maksimal,” imbuhnya.
Atas nama Pemerintah Kabupaten Sorong, ia menyampaikan apresiasinya terhadap Fatayat NU dan Lakpesdam PCNU yang telah berinisiatif menjalankan pelatihan ini dan berharap program ini dapat terus berjalan hingga ke desa-desa dan kampung-kampung.
“Kami harap ini menjadi pengingat bahwa isu perkawinan anak bukan isu sepele. Ini sangat penting, dan kadang luput dari perhatian pemerintah, sehingga kami sangat mengapresiasi upaya ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Lakpesdam PBNU, Asrul Raman mengungkapkan bahwa, pelatihan ini tidak hanya dilakukan di Kabupaten Sorong, namun tersebar diberbagai daerah di Indonesia dan menjadi bagian dari inisiatif Nasional dibawah koordinasi Kowater Indonesia.
“Kenapa isu perkawinan anak?, karena Indonesia saat ini berada di peringkat kelima dunia dalam hal perkawinan anak dan ini menjadi persoalan serius,” ujar Direktur Lakpesdam PBNU, Asrul Raman.
Lebih lanjut, disebutkannya bahwa, program ini menyasar empat desa di Kabupaten Sorong yang ditentukan melalui riset dan pengumpulan data awal.
“Faktor budaya lokal, keterbatasan ruang sosial anak dan tekanan ekonomi disebut sebagai penyebab utama tingginya angka perkawinan anak di wilayah ini,” paparnya
Menurut Asrul, penguatan harus dilakukan melalui pelatihan ditingkat desa, pemberdayaan keluarga, hingga pembentukan forum remaja dan ruang curhat teman sebaya.
“Kami dorong kepala keluarga dan tokoh masyarakat untuk membangun keluarga yang matang, seperti konsep keluarga sakinah yang digaungkan NU,” ungkapnya.
Tak hanya menggandeng pemerintah desa, program ini diakuinya turut menjalin kemitraan strategis ditingkat Nasional dengan Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
“Harapan besar muncul agar Kabupaten Sorong menjadi pelopor lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Perkawinan Anak di Papua dan wilayah timur Indonesia,” ucapnya.
Dengan adanya Perda, desa-desa diharapkannya dapat menyusun Peraturan Kampung (Perkam) yang sejalan, guna memperkuat upaya pencegahan diakar rumput.
“Kalau perda ini ada, desa-desa akan memiliki payung hukum untuk membentuk Satgas Pencegahan Perkawinan Anak dan merumuskan kebijakan sendiri. Ini sesuai dengan amanat Permendes No. 21 Tahun 2021 tentang pendewasaan usia perkawinan,” bebernya.
Ia menegaskan bahwa, program ini akan berjalan hingga tahun 2028 dan berharap dukungan dari semua pihak, termasuk media, untuk mendorong edukasi dan diseminasi informasi yang lebih luas.
“Program ini strategis dan kita harapkan Kabupaten Sorong bisa jadi contoh di Papua, bahkan mungkin satu-satunya yang punya perda soal pencegahan perkawinan anak,” tandasnya. (Jharu)
Komentar