Yanto Ijie : Pendidikan Gratis Bagi OAP Hukumnya Wajib Amanah UU Otsus PP 106 Bukan Janji Politik

SORONG, PBD – Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei, Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Provinsi Papua Barat Daya, Amus Yanto Ijie menyuarakan seruan tegas terkait implementasi pendidikan bagi Orang Asli Papua (OAP).

Ia menegaskan bahwa dalam kerangka Otonomi Khusus (Otsus), pendidikan bagi OAP adalah hak yang dijamin undang-undang dan harus disediakan tanpa dipungut biaya.

“Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus dan turunannya PP Nomor 106 telah jelas menyebutkan bahwa pendidikan bagi orang asli Papua dari usia dini hingga perguruan tinggi wajib diberikan tanpa dipungut biaya. Ini bukan janji politik, ini perintah undang-undang,” tegas Ketua Fopera PBD Yanto Ijie kepada sejumlah awak media, Jumat (2/5/25).

Menurutnya, masih adanya pungutan biaya terhadap siswa-siswi OAP merupakan indikator kegagalan implementasi Otsus. Ia menekankan bahwa baik sekolah negeri maupun swasta, semua wajib melayani OAP secara gratis tanpa memandang status sosial, latar belakang ekonomi, atau jenis lembaga pendidikannya.

“Kita harus luruskan, politisi sering bicara pendidikan gratis sebagai bahan kampanye, tetapi kami bicara pendidikan tanpa dipungut biaya, karena itu amanat undang-undang. Kalau masih ada pungutan, maka itu pelanggaran terhadap Otsus,” terangnya.

Dirinya meminta untuk seluruh kepala daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk dapat mencermati dan memahami lebih dalam makna yang telah tertuang dalam PP 106 itu.

Dilain sisi, ia turus mengkritik tajam perihal wacana efisiensi anggaran di sektor pendidikan untuk OAP. Ia menyebut bahwa efisiensi tidak boleh dilakukan pada hak dasar seperti pendidikan, lantaran ia memandang bahwa Negara telah menetapkan tanggungjawabnya secara hukum yang sah.

“Negara harus hadir penuh untuk menjamin pendidikan orang asli Papua. Efisiensi anggaran jangan menyentuh sektor ini, kalau sampai ada siswa OAP dipungut biaya, berarti Otsus gagal,” sebutnya.

Dalam konteks pengawasan, Fopera berkomitmen dan menyatakan sikap untuk senantiasa mengawal dan memastikan pelaksanaan pendidikan tanpa pungutan biaya ini. Ia mendesak Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) agar menjalankan fungsinya secara serius dalam mengawasi implementasi tersebut.

“Kami Fopera akan terus kawal. Kami mendesak BP3OKP juga serius, jangan sampai hak pendidikan OAP dikorbankan karena kelalaian sistem. Ini menyangkut masa depan dan akan menjadi pertimbangan besar saat evaluasi Otsus tahun 2041,” tutupnya. (Jharu)

Komentar