Ratusan Petani Merana, Banjir Tahunan Bikin Gagal Panen, Bupati Sorong Dinilai Abai Normalisasi Kali

KABUPATEN SORONG, PBD – Petani Kabupaten Sorong, Supiyono dengan tegas menyuarakan penderitaan ratusan petani akibat banjir yang terus-menerus melanda kawasan Aimas, Kabupaten Sorong khususnya wilayah Malawele dan Malasom.

Dalam pernyataannya, Supiyono mengungkapkan kegagalan panen yang berulang akibat banjir yang belum kunjung tertangani secara tuntas oleh pemerintah daerah setempat.

“Beberapa bulan ini sangat menyakitkan bagi kami para petani. Kami sudah siapkan lahan dan tanam, namun banjir datang terus dan akhirnya gagal panen,” ujar Supiyono.

Menurutnya, penyebab utama banjir yang merendam lahan pertanian hingga berbulan-bulan ini lantaran normalisasi kali yang belum terlaksana dengan baik.

Ironisnya, diakuinya, pemerintah daerah tampak lamban dan kurang responsif dalam menangani masalah ini.

“Sudah ada tindakan dari Balai Sungai dan PU, tetapi kalau pemerintah daerah, apalagi yang berhubungan dengan sistem pengelolaan air atau normalisasi, belum ada tindakan nyata dari Pemkab Sorong,” ucapnya.

Disebutkannya bahwa, petani di wilayah tersebut umumnya menanam hortikultura seperti tomat, cabai, dan sayuran lainnya yang sangat terdampak banjir. Bahkan, genangan air di lahan petani sudah berlangsung hampir dua bulan, menyebabkan kerusakan tanaman yang signifikan.

“Banjir di sini sudah langganan setiap tahun, biasanya dari bulan Mei sampai September, namun selama ini belum pernah ada solusi permanen yang dibuat pemerintah,” bebernya.

Ia memaparkan bahwa, data sementara menunjukkan sekitar 100 lebih petani yang lahannya langsung berbatasan dengan kali di wilayah Malawele dan Malasom terdampak parah, dengan kerugian mencapai 15-20 hektare lahan pertanian.

Pada kesempatan itu, Supiyono dengan tegas menuntut pemerintah Kabupaten Sorong dalam hal ini bupati dan dinas terkait agar lebih serius menangani masalah ini.

“Kami berharap pemerintah memperhatikan dengan bijak persoalan ini, terutama terkait drainase dan pembuangan air. Kami ingin normalisasi kali benar-benar selesai supaya saat hujan deras, air bisa langsung mengalir ke muara dan tidak merendam lahan kami,” pintanya dengan nada penuh harap.

Menanggapi hal ini, beberapa pejabat pemerintah memang sudah turun ke lokasi, seperti perwakilan dari distrik, Wakil Bupati, hingga Gubernur. Namun, bagi Supiyono dan petani lain, kunjungan itu belum cukup apabila tidak disertai tindakan nyata dan perbaikan sistem pengelolaan air yang berkelanjutan.

“Kami butuh komitmen, bukan sekedar kunjungan. Kemarin ada yang kunjungi dari Distrik, Wakil Bupati hingga Gubernur, namun Bupati Sorong kami lihat tidak ada mengunjungi, sehingga kami minta Bupati turun lihat kami yang terdampak, jangan hanya diam tidak melihat rakyatnya,” sesalnya.

Kondisi ini jelas memperlihatkan betapa lemahnya koordinasi dan respons pemerintah Kabupaten Sorong dalam menghadapi masalah klasik yang sudah berulang setiap tahun, yakni banjir yang merusak sektor pertanian.

Sudah bertahun-tahun petani menjerit, namun pembangunan infrastruktur penting seperti normalisasi kali yang penting untuk mencegah banjir, malah berjalan lambat dan terkesan hanya menjadi proyek basa-basi.

Pemerintah Kabupaten Sorong harus segera membuktikan keseriusannya dengan mempercepat pengerjaan normalisasi kali dan memperbaiki sistem drainase secara menyeluruh.

Jangan biarkan petani yang menjadi korban utama kelalaian birokrasi dan kurangnya perhatian terhadap sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.

Jika terus dibiarkan, bukan hanya gagal panen yang akan menghantui petani, namun potensi krisis pangan dan kemiskinan di wilayah ini akan semakin membesar. Warga dan petani Kabupaten Sorong menunggu tindakan nyata, bukan janji manis tanpa hasil. (Jharu)

Komentar