SORONG,- Hiu belimbing (Stegostoma tigrinum), yang juga dikenal sebagai hiu belimbing atau hiu tokek, merupakan jenis hiu yang dapat dijumpai di perairan dangkal di seluruh wilayah Indo-Pasifik, dari pesisir timur Afrika dan Laut Merah hingga Fiji dan Kepulauan Marshall.
Banyak turis merencanakan liburan mereka secara khusus untuk menyelam bersama hiu. Pengeluaran tahunan rata-rata wisatawan hiu di Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan mencapai 22 juta USD. Walaupun memiliki nilai yang tinggi sebagai biota karismatik yang digemari penyelam dan snorkeler, populasi hiu belimbing di seluruh wilayah jelajahnya tanpa disadari telah mengalami penurunan yang dramatis dalam 30 tahun terakhir akibat dari degradasi habitat dan perburuan untuk perdagangan sirip hiu di Asia Tenggara pada tahun 1990-an dan awal 2000- an termasuk di Indonesia.
Sebagai pusat keanekaragaman hayati terumbu karang di dunia, Raja Ampat didukung oleh sembilan jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) yang masing-masing terhubung secara ekologis dan terletak di kawasan Bentang Laut Kepala Burung (Bird’s Head Seascape) Papua Barat, yang lebih luas meliputi 26 KKP dengan luas total 5.23 juta hektar. KKPD Misool Tenggara dan SAP Kepulauan Waigeo Sebelah Barat merupakan 2 KKP yang memiliki “Zona Larang Tangkap” dengan luasan terbesar dan terefektif di Asia Tenggara. Selain itu, dengan terbitnya PERDA Kab. Raja Ampat No.9 Tahun 2012 otomatis menjadikan seluruh perairan laut Raja Ampat sebagai suaka hiu dan pari.
Meski jejaring KKP Raja Ampat dan PERDA Kab. Raja Ampat No.9 Tahun 2012 telah terbukti sukses dalam memulihkan populasi dari sejumlah spesies hiu karang, populasi hiu belimbing belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Hal ini mendorong dugaan bahwa tekanan perburuan sirip hiu yang marak terjadi di Kepulauan Raja Ampat pada akhir tahun 90-an telah mendorong populasi hiu belimbing di Raja Ampat ke ambang kepunahan lokal. Tanpa intervensi pengelolaan yang eksplisit, kemungkinan pemulihan hiu belimbing di Raja Ampat dan daerah sekitarnya di masa mendatang sangat minim. Raja Ampat merupakan daerah yang memiliki kesempatan unik untuk pertama kalinya di dunia mengimplementasikan program translokasi konservasi (pemulihan populasi/stok) hiu belimbing yang terancam punah dengan menggunakan anakan yang dikembangbiakkan dari populasi ex-situ.
Oleh karena itu, dari sekitar 60 lembaga konservasi dunia didukung Pemerintah Daerah Papua Barat melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) meluncurkan program yang diberi nama proyek StAR (Stegostoma tigrinum Augmentation and Recovery).
Proyek StAR adalah sebuah inisiatif lintas-negara untuk memulihkan populasi hiu belimbing di habitat aslinya, yang implementasinya di Papua Barat dipimpin oleh pemerintah provinsi melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Papua Barat, dan didukung oleh 5 sub-kelompok bidang kerja yang disahkan melalui sebuah Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua Barat Nomor 523/105/4/2022 tertanggal 13 April 2022.
Kepala BRIDA Papua Barat, Prof.DR. Charlie Heatubun, saat ditemui ditempat penangkaran hiu belimbing yang bertempat di Pulau Kri, Raja Ampat, Papua Barat, Rabu (30/11/22) mengatakan sebagai koordinator dari pada Star Project juga mewakili Pemerintah Provinsi Papua Barat berharap program hiu belimbing ini dapat berjalan baik dan sukses agar bisa dilepas liarkan, kemudian bertumbuh berkembang menjadi hiu dewasa serta memiliki populasi yang sehat dan nantinya akan menjadi salah satu ikon baru di Raja Ampat dalam hal wisata diving.
Jelasnya, ini juga akan memberikan kontribusi luar biasa terutama dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan dari pada masyarakat Papua Barat Daya bahkan di Indonesia dan dunia secara keseluruhan, pesan moralnya adalah turut berusaha untuk menyelamatkan salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki fungsi peranan dalam menjaga ekosistem laut.
“Ini salah satu kasus untuk menguji bagaimana suatu kerjasama kolaborasi yang baik tidak hanya dalam tingkat lokal, tetapi secara nasional maupun global karena tidak mudah untuk mengajak 70 mitra dari 13 negara bergabung dan bisa melaksanakan kegiatan ini,” tuturnya.
Charlie menambahkan, penangkaran hiu belimbing adalah terobosan pertama di dunia dan ini akan membawa nama baik bagi Raja Ampat, Papua Barat, Papua Barat Daya dan tentunya Indonesia. Untuk metodologi hiu akan diberi tanda pengenal berupa alat pendeteksi yang menggunakan teknologi seperti satelit agar melihat pergerakan juga perkembangan di laut.
Setelah lanjutnya, ini semoga akan ada pengiriman-pengiriman berikut berdasarkan hasil riset menyatakan bahwa populasi hiu belimbing di Raja Ampat sudah sehat, aman, siap untuk menjadi bagian dari pariwisata Raja Ampat yang berkelanjutan.
“Saya pikir kita semua sudah sepakat bahwa kunci dari pada perlindungan itu ada pada masyarakat jadi kalau masyarakat Raja Ampat, Papua Barat bahkan masyarakat Indonesia sudah sadar melihat bahwa ini sesuatu aset alam natural dan modal alam kita yang perlu dijaga, dirawat ya tentunya semuanya akan melindungi mereka,” terangnya.
Tambahnya, jadi kembali lagi pada penegak hukum ataupun instansi-instansi pemerintah lain bahkan teman-teman dari luar negeri yang turut membantu sebab inikan sifatnya hanya membantu, tapi semuanya kembali pada kita pertama masyarakat yang hidup berada disekitar habitat asli dari pada hiu belimbing ini.
Perlu diketahui bersama bahwa ada tiga hiu belimbing yang dipelihara di penangkaran, telur beserta cangkangnya didatangkan langsung dari mitra AZA (Association of Zoos and Aquarium) Australia pada Agustus 2022 melalui transportasi udara dan kemudian dipelihara di penangkaran Raja Ampat dan menetas pada Oktober 2022 dengan panjang saat ini mencapai 51 cm dan mulai pada fase pengenalan makan tambahan berupa siput dan akan terus dipelihara hingga panjang maksimal 70-80 cm untuk kemudian dilepasliarkan di laut Raja Ampat.
DR. Mark Erdmann sebagai, Vice President of Asia Pacific Marine Programs for Conservation International menyambut baik dan mendukung sepenuhnya kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah lembaga konservasi dan pemerinath daerah khususnya dalam upaya melindungi Hiu Belimbing yang populasinya semakin berkurang secara drastis.
Dikatakan olehnya, sebagai bentuk penghormatan bagi para pendiri program penangkaran hiu belimbing ini, ketiga hiu tersebut diberi nama Charlie yang diambil dari nama Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah yakni Charlie Heatubun, Kathlyn merupakan salah satu pendonor di Singapura yang mendanai pembangunan tempat penangkaran, dan hiu yang ketiga diberi nama Audrey salah satu pendonor di California yang mendanai operasionalnya.
“Kita berharap program dan proyek StAR ini dapat berlangsung dan berkelanjutan dengan melahirkan banyak lagi Hiu-Hiu Belimbing yang akan dilepasliarkan di kawasan sini (Raja Ampat),” harap Mark.
Hadir dalam pemantauan penangkaran Hiu Belimbing sejumlah pihak perwakilan lembaga konservasi dan pemerintah daerah serta kementerian terkait juga awak media massa. (Mewa/Oke)
Komentar