MANOKWARI, PAPUA BARAT – Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Kehutanan dengan dukungan Konservasi Indonesia (KI) menggelar Lokakarya Penguatan dan Penyelarasan Pembangunan Rendah Karbon pada 4–5 Desember 2025 di Manokwari.
Kegiatan ini bertujuan memperkuat koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan sekaligus mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai mandat nasional.
Papua Barat memiliki kekayaan ekologis strategis berupa 6,18 juta hektar kawasan hutan, 6,71 juta hektar kawasan konservasi perairan, ekosistem mangrove seluas 340 ribu hektar, serta hamparan lamun yang menopang produktivitas perikanan dan ketahanan pangan. Potensi tersebut menempatkan Papua Barat sebagai provinsi kunci dalam agenda pembangunan rendah karbon di Indonesia.
Pelaksanaan lokakarya ini juga menjadi tindak lanjut atas ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi GRK Nasional, yang menuntut pemerintah daerah untuk menyelaraskan perencanaan pembangunan dengan target Second Nationally Determined Contribution (SNDC) 2035.
Dalam sambutannya, Gubernur Papua Barat yang diwakili Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Nercy Titty Lidya Wyzer, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam mendorong pembangunan rendah karbon.
“Sejalan dengan Perpres 110 Tahun 2025 dan target SNDC 2035, Papua Barat berkomitmen memperkuat kontribusi daerah dalam penurunan emisi, khususnya pada sektor kehutanan dan tata guna lahan,” ujarnya.
Program Manager Konservasi Indonesia, F.X. Adi Saputra, menyampaikan bahwa kolaborasi multipihak menjadi kunci keberhasilan penerapan pembangunan rendah karbon, terutama penyelarasan data dan tata kelola NEK berbasis keadilan ekologis.
“Hal utama yang perlu dibangun dari lokakarya ini adalah penyelarasan data dan tata kelola Nilai Ekonomi Karbon yang adil bagi masyarakat adat,” tegas Adi.
Lokakarya menghadirkan unsur pemerintah, lembaga teknis kementerian, akademisi, organisasi adat, mitra pembangunan, serta pemangku kepentingan lainnya guna merumuskan pendekatan terpadu dalam implementasi rendah karbon di Papua Barat.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Jimmy W. Susanto, menegaskan bahwa pembangunan rendah karbon tidak hanya menuntut perlindungan hutan, tetapi juga penyelarasan agenda lintas sektor, penguatan sistem pemantauan (MRV), dan peningkatan kapasitas teknis pemerintah serta masyarakat adat.
“Papua Barat terus memperkuat upaya perlindungan hutan, pengurangan deforestasi, pengembangan perhutanan sosial, dan tata kelola wilayah adat. Namun tantangan masih hadir, terutama terkait integrasi perencanaan, konsistensi data, dan tata kelola NEK,” terang Jimmy.
Penutupan lokakarya ditandai dengan komitmen bersama seluruh peserta untuk menyusun langkah tindak lanjut implementatif dan kolaboratif menuju pembangunan rendah karbon berkelanjutan. (**/oke)












Komentar