SORONG, PBD – Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) Alfons Kambu menegaskan bahwa persoalan terkait klaim wilayah adat perlu dikembalikan pada pengakuan masyarakat adat setempat. Hal itu disampaikannya saat menanggapi isu perbatasan adat antara Papua Barat Daya dan wilayah Maluku Utara.
Menurut Kambu, dari sisi adat, “Ibu Pertiwi” dan tiga pulau yang dipersoalkan di Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Papua, sesuai dengan peta Belanda yang dapat diperkuat oleh sejumlah sumber data, baik dari sektor kehutanan maupun perikanan dan kelautan.
“Bahkan dalam catatan sejarah, Kesultanan Tidore telah mengakui adanya kebersamaan dengan Papua di wilayah tersebut. Hal ini tidak bisa dirubah oleh siapapun,” jelasnya.
Ia menambahkan, generasi muda baik di Papua maupun Maluku Utara perlu duduk bersama untuk membicarakan persoalan ini secara hati ke hati.
“Kita saling mengakui apa yang menjadi kerja sama, data Kesultanan juga sudah ada di kami. Pemerintah Pusat diharapkan bisa menjadi mediator dalam hal ini,” ujarnya.
Kambu menekankan, pengakuan atas sejarah dan peta adat sangat penting agar tidak terjadi konflik berkepanjangan. Menurutnya, tujuan utama adalah kesejahteraan bersama masyarakat di wilayah perbatasan.
“Pasal 33 UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jangan sampai sengketa wilayah justru menghambat masyarakat dalam mencari nafkah dari laut maupun daratan. Semua bisa dibicarakan baik-baik, demi perdamaian dan kesejahteraan bersama,” tegas Ketua MRPBD itu.
Alfons Kambu juga siap mendampingi Gubernur Papua Barat Daya untuk bertemu Kemendagri guna memperjuangkan hak masyarakat adat setempat. (Oke)
Komentar