Kapal Besar Kuasai Laut Arafura, Nelayan Kecil Merauke Menjerit

Nasir berharap, kedepan masih ada ikan yang lolos masuk dipinggiran laut wilayah nelayan kecil melaut. Terlebih dapur rumah keluarganya tetap harus mengepul setiap hari. Hal sama juga diungkap oleh Lodewick Susanto yang merupakan nelayan asli Papua. “Kita tidak bisa apa-apa menghadapi kapal-kapal besar, kita terima saja. Tergantung rizki sudah”, terangnya dengan nada rendah.

Permasalahan nelayan kecil tidak hanya susahnya mencari ikan karena banyaknya kapal-kapal yang  mencari ikan di Laut Arafura, ada faktor lain seperti kerusakan terumbu karang yang menjadi tempat pemijahan ikan-ikan. “Disini terumbu karang yang habis, mereka parkir kapalnya kalau ada ombak masuk kepinggir, hancur disini”, terang Lodewick Susanto.

__

Ternyata masalah yang dirasakan nelayan kecil tidak sampai disitu, mereka juga mengeluhkan mahalnya Bahan Bakar Minyak (BBM), dan permainan harga dari penampung atau pedagang. Harga ikan yang diambil oleh penampung atau pedagang ikan dihargai cukup murah. Tak sebanding dengan modal Bahan Bakar Minyak yang harganya meroket.

“BBM su (sudah) mahal lagi dan langka, kalau mahal barang banyak itu tidak terlalu di permasalahkan, tapi ini kan susah didapat. Sampai antrian lama (satu hari) baru dapat. Terus harga su mahal. Terus penghasilan nelayan kan kasian, selama kapal-kapal besar banyak beroperasi di laut Arafura sana, diluar sana. Kita yang nelayan kecil ini kasian. “lebih besar ongkos daripada hasil“,  jelas Mahyudin, Ketua Kelompok Nelayan Lampu Satu yang juga berprofesi sebagai nelayan.

Kemudian, fakta lainnya yang berhasil ditemukan adalah tidak ada data jumlah kapal perikanan yang pasti di WPP 718. Fakta tersebut bersanding dengan fakta lain bahwa kapal yang terdaftar resmi masih rendah di WPP 718.

Komentar