Matahari dari ufuk timur mulai beranjak naik, pria berkaos coklat mengenakan sarung tepat dibibir pantai Lampu Satu Merauke masih asik memahat papan kapal semang. Dia adalah Nasir (41), warga Binaloka Lampu Satu, Kelurahan Samkai, Kabupaten Merauke, Papua yang kesehariannya sebagai nelayan.
Nasir saat ini memilih beristirahat beberapa waktu dari melaut. Dikarenakan dua bulan terakhir, Nasir tak mendapat ikan sesuai harapan, hanya bisa menutupi biaya operasional saat melaut. Keinginan itu jauh dari yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Menurut pria berdarah Makassar tersebut, saat ini adalah musim ikan besar seperti kakap, gulama dan lain-lain, yang seharusnya bisa meraup untung. Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, justru sekarang harapan itu pupus. “Tahun kemarin masih lumayan dapat ikannya. Baru dua bulan ini tidak dapat, harusnya sekarang musim ikan besar, tapi tidak ada hasil. Belum tahu ikannya masih jauh diluar atau gimana,” ujarnya.
Laut Arafura merupakan laut yang dikenal memiliki Sumber Daya Ikan (SDI) melimpah dan salah satu perairan yang penting, sebesar 21% potensi ikan Indonesia terdapat di perairan Arafura yaitu 2,64 juta ton per tahun. Pemanfaatan sumber daya ikan demersal terutama udang di Laut Arafura telah dilakukan semenjak tahun 1970an oleh perusahaan dengan sistem joint venture.
“Saya dengar-dengar memang di laut Arafura saat ini banyak kapal besar yang mencari ikan sampai jauh keluar. Mungkin ikan yang besar tersangkut dijaring kapal besar. Kita nelayan kecil kasihan, tidak dapat ikan disini,” beber Nasir.
Cerita yang sama juga diungkap oleh Philipus Gepse (53 Tahun) nelayan Asli Suku Marind, Kelurahan Samkai Kabupaten Merauke. Sejak usia 12 tahun dirinya sudah melaut, awalnya ia hanya menjadi ABK di kapal milik nelayan Sulawesi.
Komentar