EDITORIAL : Fenomena Antrian SPBU Bukan Kali Pertama, Terus Mengapa Terulang?

Sepekan lalu, pandangan dan perhatian kita semuanya tertuju di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Antrian yang mengular beberapa hari harus dilakukan oleh warga guna memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan milik mereka. Ada yang mengantri sejak subuh dan baru kebagian pukul 10.00 pagi, hal ini disebabkan karena SPBU baru beroperasi jam 07.30. Hal itu harus dilakukan warga, jika kesiangan maka jam mengantri pun akan panjang.

Hal ini bermula saat keterlambatan pengisian BBM oleh Pertamina pada Kamis dan Jumat lalu ke sejumlah SPBU yang mengakibatkan warga membeli eceran di pedagang eceran pinggir jalan. Harga saat itu masih normal Rp.15.000 perbotol air mineral ukuran 1.500 liter. Namun entah mengapa Jumat Sore, warga berbondong-bondong menyerbu pengecer yang mengakibatkan pengecer menaikkan harga dua bahkan tiga kali lipat dari harga normal.

Pertamina pun tak mau disalahkan, kemudian membanjiri SPBU dengan stok BBM berlimpah. Dari sebelumnya 40-50 KL perhari, dilipatgandakan hingga 140-170 KL perhari. Namun antrian masih tak kunjung reda, harga eceran juga semakin menggila sampai Rp.50.000 per botol.

Sejumlah regulasi dan kebijakan digunakan pihak Pertamina dan SPBU agar semua warga yang mengantri kebagian jatah BBM. Petugas SPBU pun terlihat kewalahan melayani pembeli yang tak kunjung putus. Permobil dibatas hanya dapat membeli Rp.150.000 dan sepeda motor maksimal Rp.50.000, hal ini dilakukan agar kendaraan lainnya kebagian.

Namun seperti kucing-kucingan, hal ini dimanfaatkan oleh sejumlah oknum tak bertanggung jawab. Mereka rela antri kemudian mengetab atau mengeluarkan bahan bakar yang sudah diisi dari tangki kepada penjual eceran dan kemudian pengantri kembali di SPBU lainnya.

Pedagang eceran wajah baru pun bermunculan bak jamur di musim penghujan, ini adalah momentum kesempatan mereka meraup untung ditengah kepanikan warga yang mengantri di SPBU guna mendapatkan bahan bakar harga normal.

“Saya lebih baik beli eceran, Rp.50.000 ketimbang mengantri lama,” ujar warga lainnya.

Fenomena antrian di SPBU ini sebenarnya bukan kali pertama, catatan redaksi, kejadian serupa pernah terjadi pada tahun tahun normal sebelumnya dan selalu terjadi di akhir tahun. Entah karena mobilitas kendaraan yang meningkat, atau kebutuhan lainnya.

Namun fenomena lainnya muncul, saat pihak Kepolisian berhasil mengamankan 21 pengecer BBM jenis premiun maupun pertalite di pinggir jalan. Usai dilakukan press rilis oleh Kapolres Sorong Kota dan dipublikasi oleh media, spontan kondisi SPBU saat ini sudah mulai kembali terlihat normal. Antrian yang mengular pun tak nampak dan hanya antrian wajar seperti hari-hari sebelumnya.

Fenomena antrian di SPBU seharusnya menjadi pembelajaran agar tidak klise, BBM ada namun mengapa ada antrian? BBM tidak langka karena SPBU tetap beroperasi tidak menutup penjualan. Seharusnya, ada kajian secara khusus dari peneliti atau akademisi terkait fenomena tahunan ini. Apakah volume kendaraan yang meningkat tak sesuai dengan volume BBM, ataukah ada temuan lainnya, semisal digunakan oleh Mafia Minyak yang mengambil keuntungan dari viralnya antrian di SPBU. Perlu sebuah kajian bersama agar fenomena yang viral ini tak kembali terulang. (Olha Irianti)

Komentar