Berikut Hasil Supervisi KPK dan 10 Instansi di Usaha Galian C Saoka

 

SORONG, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama 10 kementerian dan lembaga terkait telah melakukan kajian serta supervisi langsung ke sejumlah usaha industri galian C di Saoka Distrik Maladumes Kota Sorong, Papua Barat, Senin (7/6/21).

Dari hasil kunjungan langsung ke 5 Perusahaan galian C yaitu, PT Bagus Jaya Abadi, PT Dafico, PT Arta Lestari, PT AKAM dan PT PII Quary disimpulkan sejumlah temuan yang nantinya akan ditindak lanjuti oleh pemerintah Kota Sorong serta kementerian terkait.

Berikut sejumlah hasil yang diperoleh saat diskusi publik yang dilakukan oleh KPK bersama 10 instansi terkait diantaranya Kemenko Polhukam, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ATR/BPN, KPP Pratama Sorong, KSOP Sorong, Pemerintah Daerah, unsur penegak hukum di Kota Sorong, serta Yayasan Auriga Nusantara dengan sejumlah media massa dan LSM di Swissbell hotel Sorong, Selasa (8/6/21).

1. Terjadi Perubahan Garis Pantai

Plt Direktur PPSDK Kementerian Kelautan dan Perikanan, Eko Rudianto menjelaskan bahwa dari hasil kunjungan turlap didapati bahwa telah terjadi perubahan garis pantai dari 4 pengusaha galian C dari 5 perusahaan yang didatangi. Perubahan garis pantai itu karena adanya penimbunan atau reklamasi laut tidak sesuai peruntukan dan ketentuan yang berlaku.

“Kalau menunjuk BJA saja kurang adil, karena perubahan garis pantai yang paling besar adalah perusahaan ke 4 dan 5 yang kita datangi,” terang Eko.

Selain itu, adanya pemecah gelombang menjadi alasan sejumlah perusahaan melakukan reklamasi.

Ditambahkan olehnya, dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja dan Perpres, pelanggaran itu tidak semata-mata ujungnya pidana tetapi lebih diutamakan ke administrasi dan denda. Sedangkan untuk kasus yang merusak, membahayakan lingkungan dan manusia bisa langsung diutamakan pidana.

“Semua yang dulu air harus punya rekomendasi. Tapi, semua sudah terjadi maka, akan mencoba menelusuri. Akan ditindak lanjuti. Pelabuhan ksop yang akan menjadi lead dugaan kerusakan pantai, KLHK dan KKP akan mensuport,” tegas Eko.

2. Masuk Kawasan Wisata dan Diduga Terjadi Pencemaran Lingkungan

Dari hasil Kunkernya, Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan bahwa terdapat aktivitas tambang galian C yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang mengeruk material tanah di kawasan wisata Tanjung Kasuari dan Saoka, dimana diduga menimbulkan kerusakan lingkungan di daerah tersebut.

Hal ini ditengarai dengan adanya perubahan warna pada air laut dari warna hijau kebiru-biruan menjadi keruh kecoklatan. Kondisi pantai yang dulunya berpasir kini menjadi dipenuhi batu kerikil dan lumpur menumpuk di dasar air laut. Sehingga keindahan wisata di Tanjung Kasuari dan Saoka tercemar.

Kepala Loka PSPL Sorong Santoso menyampaikan bahwa mengacu pada dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau RZWP3-K Provinsi Papua Barat, lokasi penambangan sejumlah perusahaan merupakan Kawasan Strategis Nasional – Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati KSN09 dan Kawasan sempadan pantai.

“Kegiatan yang tidak diperbolehkan di kawasan pariwisata salah satunya pembuangan sampah dan limbah. Namun, kami tidak bisa menindaklanjuti karena menyangkut wilayah darat dan alhamdulilah saat ini semua instasi ada sehingga bisa berkolaborasi. Diperlukan informasi dan data dari instansi yang hadir untuk tindaklanjut kasus yang terjadi,” ujar Santoso.

3. Kebocoran Uang Negara dan Daerah Dari Pajak Usaha Galian C Capai Miliaran

Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria, mengungkapkan bahwa sejumlah perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan di Kota Sorong memiliki NPWP di Jakarta, hal ini otomatis tidak berdampak langsung ke daerah penerima manfaat.

Data yang didapatkan saat kunker kemarin menurut Dian, dapat menjadi acuan untuk penagihan pajak galian C.

“Bicara pelanggaran pajak daerah, tahun 2020 lalu masuk hanya sekitar Rp1,5 Miliar dan tahun ini belum ada masuk sama sekali pajak Kota Sorong, dan pajak mineral bukan logam. Padahal dari perhitungan kasar saja, tidak kurang potensi pajaknya Rp30 Miliar dalam setahun ke Pemda,” ungkap Dian.

KPP Sorong yang diwakili oleh Bambang Setiawan mengatakan bahwa kegiatan ini dapat jadi cerminan untuk wilayah lain terutama untuk kepatuhan beberapa perusahaan yang belum melaporkan SPT-nya. Dia menjelaskan, bahwa untuk pembayaran pajak keseluruhan baik itu 21, 22, 23, PPn final, Ppn impor, dan lainnya mengalami penurunan di tahun 2020 dan berdampak pada penerimaan negara. Terkait sektor PBB-P5L, ada perbedaan antara luas IUP yang jauh lebih besar dibandingkan dengan SPOP. Karenanya, Bambang menilai, koordinasi dalam hal ini perlu dilakukan karena luasan IUP yang ada di lapangan dengan yang dilaporkan berbeda.

Sementara itu Asisten 1 Pemkot Sorong, Rahman mengatakan bahwa kehadiran tambang, seharusnya selain berdampak baik untuk ekonomi nasional juga berdampak baik pada ekonomi lokal. Namun faktanya, Pemkot telah dirugikan selama bertahun-tahun dan masyarakat juga terkena dampak.

“Kita menyadari investasi harus tetap jalan namun lingkungan juga perlu tetap diperhatikan. Perlu dilakukan evaluasi perizinan dan juga setoran pajaknya,” tegas Rahman.

Namun mengacu pada undang-undang nomor 23 tahun 2014, dimana perizinan dari Provinsi, maka pihak Pemda akan menguatkan melalui Perda. Dimana
RTRW Perda nomor 5 tahun 2014 saat ini sedang proses revisi, RZWP3K kewenangan provinsi dan sedang dalam proses integrasi.

“Tinggal 2 tahapan lagi. Pertambangan boleh dilakukan jika mempunyai izin provinsi. Untuk masalah reklamasi kalau memang itu manfaatnya untuk Kota Sorong lebih besar, maka dimasukan dalam RTRW,” terang Rahman.

4. Perusahaan Wajib Menaati Perda Nomor 2 Tahun 2020

Dalam kunjungan lapangan, KPK dan tim pemkot Sorong juga mengingatkan seluruh pelaku usaha agar mematuhi aturan sesuai Perda nomor 1 tahun 2020 antara lain menyiapkan kolam timbun, menutup bak truk, melunasi pajak galian C, menyampaikan salinan surat jalan di pos pantau setiap saat truk melintas dan mencantumkan volume pada bukti pembayaran pajak self-assesment.

5. Bapenda Kota Sorong Lebih Aktif Menagih Pajak

Dian Patria mengatakan bahwa Pemkot Sorong, memastikan Bapenda menjadi penagih pajak dan lebih aktif untuk menagih pajak kepada pengusaha. Sedangkan Dinas teknis mendukung data seperti volume tambang, serta memastikan pemberian sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang tidak kooperatif.

6. Kolaborasi Antara Pemerintah, Instansi Teknis dengan Masyarakat

Terakhir, KPK menekankan pentingnya kolaborasi seluruh perangkat pemerintah untuk mencegah kebocoran dan menindak tegas pelanggaran pencemaran perairan akibat tambang galian C. Diharapkan juga terdapat sinergi dalam penanganan dampak aktivitas tambang.

Ketua LSM Belantara, Max Binur dalam pertemuan meminta pemerintah daerah melibatkan masyarakat sebelum memberikan perizinan kepada perusahaan yang akan melakukan aktifitas penambangan atau aktifitas lainnya yang sekiranya dapat merusak lingkungan dan berdampak bagi masyarakat adat maupun lingkungan sekitar.

“Pemerintah jangan mau untungnya saja, kalau sudah buntung baru melibatkan masyarakat. Jadi sebelum melakukan perizinan itu, harus ada kajian bersama dengan masyarakat, dengan LSM supaya tidak terjadi hal-hal seperti ini kembali,” tegas Max. (Oke)

Komentar