MERAUKE, PAPUA SELATAN – Balai Bahasa Provinsi Papua menggelar bimbingan teknis (bimtek) guru utama revitalisasi bahasa Imbuti (Marind) untuk tunas bahasa ibu di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan selama 4 hari, 19-22 Maret 2024.
Pantauan Sorongnews.com, bimtek guru utama revitalisasi bahasa Marind dalam rangka implementasi pelindungan bahasa daerah di Papua dibuka secara resmi oleh Penjabat (Pj) Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo diwakili Asisten I Sekda Provinsi Papua Selatan, Agustinus Joko Guritno disalah satu hotel Merauke, Selasa (19/3/24) sore.
Dihadiri Ketua Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan, perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua Selatan, Sekda Merauke, Yeremias Ndiken, Ketua DPRD Merauke, Sugianto, perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten Merauke, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, komunitas dan pegiat literasi.
Dikesempatan tersebut, Kepala Balai Bahasa Papua, Dr Sukardi Gaul melalui Kasubbag Umum yang juga Widya Bahasa Ahli Muda Balai Bahasa Papua, Yohanes Sanjoko memberikan piagam penghargaan kepada Pemerintah Provinsi Papua Selatan dan Pemerintah Kabupaten Merauke.
Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Selatan, Agustinus Joko Guritno dalam sambutannya menuturkan, suatu kehormatan bahasa Marind di Merauke mendapatkan kesempatan untuk direvitalisasi. Hal ini penting bagi Pemprov Papua Selatan dan Pemkab Merauke melalui Dinas Pendidikan harus menindaklanjuti program pengembangan budaya dengan melestarikan bahasa lokal Marind Merauke sesuai arahan dari pemerintah pusat.
“Kita disini harus bisa mengangkat ahli-ahli bahasa lokal menjadi guru. Bila perlu guru-guru mengumpulkan bahasa Marind dalam kosa kata yang dicetak dalam sebuah buku. Supaya kita semua bisa memahami dan mempelajari bahasa Marind. Bahkan, setiap materi bisa ditranslet dalam bahasa Marind,” tegas Agustinus Joko Guritno.
“Termasuk anak-anak didik kita mulai dari SD, SMP, SMA hendaknya diberikan pendidikan khusus budaya baik seni, tari, dan bahasa lokal khususnya Marind di Merauke. Supaya ketika anak-anak kita sekolah di luar daerah seperti Jawa dan luar negeri, mereka bisa menampilkan ciri khas budayanya,” sambung putera kelahiran Merauke.
Ia berpesan kepada peserta bimtek untuk membuat kegiatan yang nyata dan benar-benar melanjutkan penerapan bahasa Marind disemua sekolah.
“Mudah-mudahan bimtek ini menjadi motivasi, menggugah hati dan pikiran kita semua untuk bisa mengembangkan budaya bahasa Marind dengan baik,” ungkapnya.
Menurut Agustinus Joko Guritno, pelindungan bahasa daerah termasuk sastra didalamnya merupakan tanggung jawab bersama.
“Selain masyarakat pemilik bahasa dan sastra itu sendiri, pemerintah pun tentu ikut hadir dalam usaha pelindungan ini,” ungkap ASN penerima lencana karyasatya XXX tahun.
Dikatakan, seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 (UU RI No. 24/2009) dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 (PP No. 57/2014). Teks UU Nomor 24/2009 dan PP 57/2014 sangat signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Signifikansinya terletak pada isi peraturan perundang-undangan tersebut yang mengukuhkan kedudukan bahasa sebagai simbol dan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi suatu bangsa. Dari berbagai upaya pelindungan bahasa daerah, program revitalisasi bahasa daerah merupakan tahapan strategis.
Revitalisasi bahasa daerah yang dimotori Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merupakan salah satu dari program pelindungan bahasa daerah yang bertujuan untuk menggelorakan kembali penggunaan bahasa daerah dalam berbagai ranah kehidupan sehari-hari dan meningkatkan jumlah penutur muda bahasa daerah.
Dalam rangka pembinaan kebudayaan nasional, kebudayaan daerah perlu juga kita kembangkan, karena kebudayaan daerah mempunyai kedudukan yang sangat penting. Di tengah arus kehidupan global saat ini, kekayaan budaya bangsa, keragaman bahasa, dan nilai-nilai kearifan yang ada dalam sastra harus jadi modal untuk memperkuat jati diri dan karakter bangsa.
Pemerintah berupaya untuk membina dan mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia serta bahasa daerah dan sastranya. Pemerintah juga berupaya memelihara semangat dan meningkatkan peran masyarakat dalam hal kebahasaan dan kesastraan.
Jika kekayaan keragaman budaya, bahasa, dan tradisi itu dapat dikelola dengan baik dan benar, bukan tidak mungkin kebangkitan ekonomi masyarakat Papua justru dipicu bukan karena kecanggihan teknologi, melainkan karena keindahan tradisi, bahasa, dan keragaman warisan budaya itu sendiri.
Bahasa daerah dan sastra kini telah menjadi bagian penting dalam era Otonomi Khusus Papua. Hal ini sebagai konsekuensi logis atas pengakuan hak-hak daerah termasuk pengakuan dan penghormatan terhadap bahasa daerah dan sastra.
Diharapkan, bahasa Marind menjadi lebih kuat dan penuturnya semakin berkembang di tengah tantangan zaman saat ini. Bahasa Marind harus selalu diwariskan dan tunas bahasa Marind perlu dipupuk. Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan harus memberikan perhatian dan mendorong program tersebut.
Implementasi pelestarian bahasa daerah perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, pemangku adat dan budaya, rohaniawan, pelaku seni, akademisi, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, pegiat literasi, praktisi, orang tua, dan tentu anak-anak sebagai tunas muda bahasa Marind.
“Semoga revitalisasi bahasa Marind ini akan menampakkan kembali wajah keindonesiaan kita melalui bahasa dan sastra, tidak hanya di Merauke, tetapi juga di seluruh pelosok negeri,” ucap Agustinus Joko Guritno.
Sementara itu, Kasubbag Umum yang juga Widya Bahasa Ahli Muda Balai Bahasa Papua, Yohanes Sanjoko mengatakan, wilayah Papua memiliki bahasa, sastra, dan suku bangsa yang terbanyak jumlahnya di negara kita. Suku bangsa Papua berjumlah 248 suku dan tujuh wilayah adat, yaitu Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Ha-Anim, La-Pago, dan Mi-Pago.
“Tiap-tiap suku dan kelompok etnik itu mempunyai kebudayaan sendiri, termasuk bahasa dan sastranya. Menurut data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa jumlah bahasa daerah di Indonesia sekitar 718 bahasa, sebanyak 428 ada di Tanah Papua,” rincinya.
Dikatakan, merdeka Belajar Episode 17 Revitalisasi Bahasa Daerah yang telah digulirkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada bulan Februari 2022 perlu didukung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Yohanes menjelaskan, Undang-Undang Otonomi Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2001, Bab XVI tentang Pendidikan dan Kebudayaan hadir sebagai jaminan atas kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah yang semakin menguat.
Penyadaran akan khazanah bahasa dan budaya masyarakat dapat dijadikan sebagai sumber daya pembangunan. Untuk itu, bahasa perlu didayagunakan bagi kepentingan masyarakatnya. Sikap mental dan perilaku kebahasaan yang positif dan kreatif menjadi tumpuan pembangunan manusia Papua.
“Semoga kegiatan ini menjadi sarana dan elemen penting untuk menggerakkan pembangunan bidang pendidikan dan kebudayaan dan menjadi bagian dari strategi kebudayaan untuk memajukan bangsa serta menjadi kebanggaan kita bersama pada masa lampau, masa kini, dan masa mendatang melalui revitalisasi bahasa Marind,” tandasnya. (Hidayatillah)
Komentar