Satria Perempuan Pengawas Pemilu di Papua Barat Daya

SORONG, PBD – Sosok perempuan ini mencuri perhatian sejumlah peserta Pemilu dan awak media, usia dengan kata lembut namun tegas mengawal kepentingan peserta Pemilu yang meminta KPU Provinsi Papua Barat Daya mengakomodir keberatan saksi PAN yang curiga dengan kesalahan penulisan rekap suara di TPS 07 Aimas, pada Rapat Pleno terbuka KPU PBD Kamis (7/3/24).

Srikandi berhijab ini adalah Zatriawati, salah satu perempuan di lingkup Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) PBD, mencuri perhatian karena “cukup berani” menyuarakan kebenaran sejak duduk hari pertama hingga hari ketiga rapat Pleno berlangsung.

Melansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Zatria atau Satria adalah bentuk tidak baku dari kata ‘kesatria’ yang artinya sosok pria gagah dan berani. Sementara itu, kata Satria juga diadaptasi ke dalam bahasa Sansekerta yakni ksatria yang artinya kewenangan. Sedangkan Satria dalam agama Islam berarti Kesempurnaan.

Tak salah orang tua Zatriawati menyematkan nama tersebut. Putri ketiga dari Lima bersaudara ini mengantarkannya menjadi salah satu ksatria perempuan di arena penyelenggara Pesta Demokrasi pada Bawaslu Provinsi termuda Papua Barat Daya.

Kepada sorongnews.com, Zatria mengatakan bahwa apa yang dilakukannya adalah tugas serta tanggung jawabnya sebagai Pengawas Pemilu. Apalagi ini pemilu pertama di Papua Barat Daya.

“Tentunya ini akan menjadi warna-warna ke depan bahwa inilah dinamika pemilu yang terjadi pada pemilu 2024. Nah ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari proses pemilu ini. Kemudian harus terus bergerak bahwa meskipun kita provinsi baru tapi kita harus menghadirkan inovasi-inovasi baru. Apalagi ke depan kita sudah akan menghadapi Pilkada pada November,” ujar Zatriawati.

Ia menambahkan bahwa kehadiran perempuan di lembaga penyelenggara Pemilu memberi warna tersendiri.

“Suka atau tidak suka perempuan itu kemudian lebih teliti, lebih kritis terhadap proses-proses yang keliru dan Saya berharap ke depan penyelenggara baik ditingkat KPU Bawaslu kodrat sebagai Perempuan tidak menjadikan hambatan ataupun rintangan dalam berbuat yang terbaik, di lembaga yang terhormat ini,” imbuhnya.

Zatriawati

Memperingati Hari Perempuan Internasional beberapa hari lalu, Ia pun menyadari tantangan terberat dan utama seorang perempuan, lebih pada pembagian peran yang tidak merata dilingkup domestik.

“Perempuan itu kan dia harus bekerja di Ranah domestik sekaligus ranah publik. Ranah domestik itu dia harus melayani keluarganya dari pagi sampai malam dan harus menyiapkan makanan dan seterusnya, kemudian ketika dia keluar maka dia akan bekerja di ruang publik. Jadi beban ganda perempuan itu adalah bekerja sebagai pekerja domestik dan juga bekerja sebagai pekerja publik. Nah kalau ini kemudian bisa dimainkan dengan baik, ini tidak akan menjadi kendala bagi perempuan. Tapi tinggal Bagaimana pembagian peran misalnya ketika dia sudah bersuami, suaminya harus mengerti, istri saya, sedang bekerja di luar maka saya harus membantu. Saya sebagai suami harus memasak, harus menyapu, saya harus membantu pekerjaan rumah. Hal ini yang kemudian selama ini menurut laki-laki tabu, pekerjaan itu kodrat Perempuan. Hal inilah yang perlu kita komunikasikan dengan pasangan, bahwa pekerjaan rumah, mengurus rumah bukan kodrat melainkan beban kerja yang bisa dilakukan baik perempuan ataupun laki-laki. Maka hal itu tidak boleh terjadi karena beban-beban atau pekerjaan-pekerjaan domestik itu harus harus berimbang antara laki-laki dan perempuan karena dalam membangun rumah tangga itu kan tidak bisa beban pekerjaan itu harus dibebankan kepada salah satu pasangan tapi kemudian bagaimana itu dikerjakan secara bersama-sama baik pasangan suami maupun pasangan isteri yang bekerja, agar anak-anak juga didik bahwa orang tua mereka saling bahu membahu membangun rumah tangga dan anak laki-laki juga diajarkan hal sama,” urai Ibu 2 orang anak yang saat ini berada di kelas 2 SMA dan 2 SMP itu tegas.

Berkecimpung pada penyelenggara Pemilu yang kerap menjadi sasaran keluhan pejuang kebenaran, Zatria yang sebelumnya memiliki pengalaman sebagai komisioner KPU dan Bawaslu di Sulawesi Tengah ini membuktikan bahwa Perempuan juga bisa bekerja di lingkup penyelenggara Pemilu dan sangat dibutuhkan. Perempuan menurutnya memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan Laki-laki, misalnya dalam diplomasi dan kesabaran, Perempuan cenderung lebih adem dan menyatu dengan semua elemen masyarakat.

“Kebetulan Saya orang Sulawesi jadi bisa menghadapi berbagai karakter orang, karena ditengah jadi Saya bisa berada diantara masyarakat Nusantara dibagian Barat dengan masyarakat dari Timur Indonesia. Mungkin hal itu Ya, yang membuat Saya mudah diterima siapa saja,” canda Perempuan kelahiran Bulukumba Sulawesi Selatan 13 April 1977 ini.

Zatria juga diketahui merupakan aktivis perempuan dan sudah malang melintang dengan berbagai organisasi perempuan. Tercatat pernah tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Solidaritas Perempuan Indonesia (SPI) dan perna bekerja pada Care International Central Sulawesi. Pernah tergabung dalam Komunitas Peduli Perempuan dan Anak Sulawesi Tengah (Koord Program) Tahun 2004-2008 dan perna memegang jabatan Sekretaris Wilayah Assosiasi Perempuan Pendamping Usaha Kecil (ASPPUK) Wilayah Region Sulawesi tahun 2013 sebelum akhirnya memasuki dunia Kepemiluan.

Ia pun berharap kedepannya, Perempuan Indonesia khususnya Perempuan Papua, untuk tidak membatasi diri hanya bekerja di ruang-ruang domestik, tapi juga dapat bekerja di ruang publik. Ia juga berharap pada penerimaan porsi penyelenggara Pemilu mulai dari tingkat bawah hingga ke provinsi, porsi untuk Perempuan lebih diperbanyak mengingat Perempuan juga memiliki peran yang sama dengan kaum laki-laki.

“Selamat merayakan hari perempuan Internasional, Perempuan Berdaya mengawasi,” tutupnya. (oke)

Komentar