Tingkat Kekerasan pada Perempuan di Papua Barat Daya Meningkat, Dinsos P3A Gelar Seminar Siapkan UPTD PPA

SORONG, PBD – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Papua Barat Daya menggelar Seminar Penyedia Layanan Rujukan Bagi Perempuan Korban Kekerasan Yang Memerlukan Koordinasi Tingkat Daerah Provinsi dan Lintas Daerah Kabupaten dan Kota, di salah satu hotel Kota Sorong, Papua Barat Daya, Jumat (26/7/2024).

Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat Daya Beatriks Msiren mengatakan, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membahas pembentukan UPTD-PPA Provinsi Papua Barat Daya dan juga di Kabupaten dan Kota. Dimana saat ini pihaknya masih melakukan sosialisasi ke Kabupaten dan Kota dalam rangka membangun pemahaman bersama tentang proses dan langkah-langkah serta strategi pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA).

“Di Provinsi Papua Barat Daya, dari lima kabupaten dan satu kota baru ada dua UPTD-PPA yang terbentuk. Yaitu di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan,” terang Beatriks.

Seminar hari ini, dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan UPTD-PPA di Provinsi Papua Barat Daya dan juga di 4 kabupaten lainnya yakni Kabupaten Sorong, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Raja Ampat.

“Untuk pembentukan UPTD-PPA, kita akan bekerja sama dengan pihak kepolisian terutama Kanit PPA, Dinas PPPA Kabupaten/Kota, LSM yang bekerja dibidang perlindungan perempuan dan anak, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Papua Barat Daya serta pihak rumah sakit,” ujarnya.

Lanjut Beatriks, meskipun belum memiliki UPTD-PPA, namun saat ini Dinas Sosial PPPA Papua Barat Daya telah memiliki atau menyediakan rumah aman. Dimana fungsi rumah aman ini untuk menampung jika ada persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak dari Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Papua Barat Daya.

“Rumah aman saat ini menjadi tempat untuk kami menyelesaikan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Provinsi Papua Barat Daya,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, Beatriks juga membeberkan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2023 yang dilaporkan ke Dinas Sosial PPPA Papua Barat Daya sebesar 39,8 persen atau sekitar 7 kasus.

“Kemudian untuk tahun 2024, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Provinsi Papua Barat Daya meningkat menjadi 17 kasus. Namun sebanyak lima kasus yang perlu penanganan khusus dan di proses sampai ke tingkat Pengadilan. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di papua barat daya sebenarnya masih banyak sekali yang perlu ditangani, tapi banyak juga korban yang tidak mau melaporkan kasus yang dialaminya,” rincinya.

Terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, katanya, Dinas Sosial PPPA Papua Barat Daya selalu memberikan pendampingan kepada korban yang datang melaporkan apa yang dialaminya ke Dinas Sosial PPPA.

“Kalau ada korban yang datang melapor ke kami Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Papua Barat Daya, maka tetap akan kami dampingi korban tersebut,” tegasnya.

Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya merupakan provinsi baru di Indonesia.  Di Provinsi Papua Barat Daya, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih belum terdata dengan baik. Namun demikian, Provinsi Papua Barat Daya harus punya satu aturan atau regulasi terkait pembentukan UPTD-PPA.

Selain itu, katanya, persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Sosial PPPA saja, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak.

“Dengan dibentuknya UPTD-PPA, diharapkan kedepan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Papua Barat Daya bisa berkurang. Saya harapkan bagaimana kita sama-sama mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak serta memenuhi hak-hak kepada perempuan dan anak di Provinsi Papua Barat Daya.,” harap Beatriks.

Asisten 3 Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Papua Barat Daya, Atika Rafika mengatakan, tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua Barat Daya cukup tinggi.

“Masyarakat perlu diberikan pemahaman untuk menanggulangi tindak KDRT, bagi kaum perempuan korban kekerasan akibat suami yang menjadi pelaku. Tujuannya agar tidak terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Mastina Letsoin menambahkan, seminar ini dilakukan untuk membangun pemahaman bersama tentang kebijakan pembentukan UPTD-PPA Provinsi Papua Barat Daya.

“Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan baik instansi pemerintah, swasta, organisasi perempuan, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan juga Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Provinsi Papua Barat Daya yang merupakan unsur mitra layanan perlindungan perempuan dan anak Provinsi Papua Barat Daya,” pungkasnya.

Adapun nara sumber dalam kegiatan tersebut adalah Setiyo Hastiarwo dari Dinsos P3A Papua Barat Daya dan Baharudin Cano dari Biro Hukum Papua Barat Daya. (Oke)

Komentar