RUU TPKS Disahkan, FJPI Siap Kawal Implementasi di Lapangan

JAKARTA, – Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Uni Lubis mengapresiasi pengesahan Rancangan Undang-Undangan (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi UU, dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (12/4/2022).

“Sah! RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual diketok palu, disetujui oleh Rapat Paripurna DPR RI dan langsung disambut persetujuan Presiden Jokowi untuk menjadi UU pertama yang melindungi korban,” ungkap Uni, Kamis (14/4/2022)

Uni mengungkapkan terima kasihnya atas perjuangan para aktivis perempuan dan pihak lainnya yang tidak kenal lelah selama hampir tujuh tahun untuk mendesak RUU TPKS disahkan.

“Salut dan selamat kepada perempuan-perempuan dan laki-laki hebat di berbagai instansi dan kelompok formal dan informal yang mendukung disahkannya RUU yang alami perjalanan panjang dan terjal selama enam tahunan,” jelasnya.

“Kolaborasi yang bikin merinding sih. Saya beruntung kenal dengan sosok-sosok keren, belajar banyak dari mereka sepanjang perjalanan ini,” sambungnya.

Meski telah disahkan, Uni menegaskan masih banyak tugas terkait sosialisasi dan bagaimana mengawal implementasi UU tersebut di masyarakat. “Kerja belum selesai, pekerjaan rumah masih banyak,” tegasnya.

Perempuan yang juga Pimpinan Redaksi IDNTimes ini mengatakan sejak awal baik IDNTimes dan FJPI selalu mendukung RUU TPKS segera disahkan.

“IDNTimes dan FJPI Indonesia sejak awal mendukung RUU ini lewat berbagai program dan kampanye publik. Alhamdulillah IDN Media sudah punya pedoman pencegahan dan penanganan pelecehan dan kekerasan seksual. Kontribusi kecil untuk mewujudkan tempat kerja yang aman bagi semua. Panjang umur perjuangan,” tuturnya.

Sementara itu, ada beberapa poin-poin penting yang perlu diketahui dengan disahkannya RUU TPKS ini.
Diantaranya mensahkan secara hukum segala bentuk pelecehan seksual menjadi kekerasan seksual. Sehingga pihak kepolisian harus mau menerima pengaduan perkara kekerasan seksual dalam bentuk apapun.

Berikutnya, menghukum pelaku kekerasan seksual baik di luar maupun di dalam konteks perkawinan. Kemudian, mengawinkan korban pemerkosaan dengan pelaku dapat dipidana.

Lalu, hukuman restitusi bagi pelaku kekerasan seksual. Mulai kini, pelaku kekerasan seksual tidak hanya penjara dan denda, tetapi harus membayar ganti rugi pada korban.

Juga kekerasan seksual tidak boleh menempuh penyelesaian perkara hukum di luar pengadilan. Serta korban memiliki hak pendampingan selama pemeriksaan di kepolisian. (*)

Komentar