SORONG, PBD – Sebagai seorang yang dekat dengan dunia filsafat, Pengamat Politik, Rocky Gerung seringkali mengeluarkan pendapat menggunakan bahasa-bahasa filsafat, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Tak hanya itu, dirinya pun sering menulis pandangannya diberbagai media.
Kemudian, sebagai seorang yang acap kali melontarkan kritikan tajam, pedas dan nyelekit kepada pemerintah. Rocky Gerung seringkali dilabelkan sebagai seorang pembenci pemerintahan, terutama disebut-sebut pembenci sosok Presiden RI, Joko Widodo.
Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung memberikan jawaban dan menepis anggapan itu saat menjadi salah satu narasumber pada pelaksanaan dialog publik di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa sore (21/3/23).
Dikatakannya bahwa, dirinya mengkritik demi mewujudkan akal sehat. Kendati demikian, Rocky Gerung menyebutkan, dirinya tidak membenci terhadap tatanan pemerintahan yang saat ini dilakukan.
“Saya kritik demi akal sehat, saya tidak benci pada pemerintah. Yang sering diucapkan Rocky Gerung benci pemerintah, itu enggak, ” tegas Pengamat Politik, Rocky Gerung saat menjadi narasumber pada dialog publik bertajuk ‘Telaah sistem demokrasi konstitusional terhadap sistem politik serta upaya menjawab tantangan oligarki’, bertempat di Gedung Lambert Jitmau, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa sore (21/3/23).
Lebih lanjut, Dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) itu membeberkan bahwa, dirinya sama sekali tidak membenci pemerintah, namun dirinya lebih banyak mengkritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilainya tidak demokratis.
“Saya mengajar di Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) lembaga pemerintah, saya mengajar di Sespim Polri di Bandung, saya mengajar di Sesko TNI, masa saya benci pemerintah, yang saya kritik ialah kebijakan yang tidak demokratis,” jelasnya.
Selanjutnya, disambung pendiri Setara Institute itu bahwa, dirinya mengkritik terkait kebijakan yang tidak demokratis demi kepentingan akademis, bukan kepentingan yang lainnya, apalagi disandingkan dengan kepentingan kearah politik.
“Yang saya kritik ialah kebijakan yang tidak demokratis. Jadi hanya untuk kepentingan akademis, saya tidak mempunyai kepentingan apa-apa, saya bukan anggota partai politik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pria kelahiran Manado itu menerangkan bahwa saat ini dirinya terseret dalam dunia politik sebab diminta untuk berkomentar terkait sistem dari pemerintah itu sendiri.
“Saya terseret dalam dunia politik karena diminta untuk berkomentar,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, intelektual publik Indonesia ini menyebutkan bahwa selain dikenal sebagai seorang pengamat politik, dirinya membagikan kisah sebagai seorang yang gemar mendaki gunung, dirinya sering melakukan pendakian di berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia.
“Hidup saya 15 tahun itu saya ngajar di UI, sebagian besar hidup saya ada di hutan dan di gunung, saya pendaki gunung, sudah naik gunung diseluruh dunia, gunung es di Himalaya, gunung es di Rusia, gunung di Eropa, sebagian gunung Indonesia sudah naik,” terangnya. (Jharu)
Komentar