SORONG, PBD — Suasana nostalgia dan kebanggaan budaya terasa kental saat Festival Seni Budaya Swara Pemuda 2025 digelar di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu malam (1/11/25).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Pemuda Ikaswara Papua Barat Daya ini menjadi wadah bagi para perantau Jawa untuk melepas rindu kampung halaman melalui seni dan budaya.
Festival yang berlangsung meriah ini menghadirkan pergelaran wayang kulit dengan lakon “Gatotkaca Kawisuda”, diiringi alunan campursari Trimo Laras asuhan Sunaryo, serta berbagai pertunjukan tari kreasi dan lomba pencak silat bertajuk Champion Turnamen Ikaswara.
Ketua panitia, Bambang, menyampaikan bahwa festival tahun ini merupakan bentuk konsistensi pemuda dalam melestarikan budaya di tanah rantau.
“Kami berusaha terus menghidupkan semangat kebersamaan lewat budaya. Harapannya, tahun depan bisa lebih meriah lagi,” ujarnya.
Ketua Pemuda Ikaswara, Ahmad Rizal Kurniawan, mengatakan bahwa kegiatan ini tidak sekadar hiburan, tetapi menjadi sarana untuk mempererat rasa persaudaraan sesama warga Jawa di Papua Barat Daya.
“Pemuda perlu melestarikan budayanya di tanah rantau dan tidak boleh melupakan akar budayanya. Melalui pergelaran wayang kulit, campursari, dan tari kreasi, kami ingin mengobati rindu kampung halaman sekaligus mengenalkan budaya Jawa kepada generasi muda,” tutur Ahmad Rizal.
Sementara itu, Ketua Ikaswara Papua Barat Daya, Tupono, menilai semangat para generasi muda dalam menampilkan karya budaya patut diapresiasi.
“Anak-anak dan pemuda Ikaswara sudah menunjukkan kecintaan mereka terhadap seni. Harapan saya, seni karawitan dan dalang bisa mulai diberdayakan agar regenerasi seniman tidak terputus,” ungkapnya.
Tupono juga berpesan agar para pemuda meneladani nilai-nilai yang terkandung dalam tokoh wayang Gatotkaca.
“Pemuda bisa meneladani Gatotkaca, dimana seratus persen jiwa dan raga untuk bangsa dan negara. Mari jaga eksistensi budaya tanah Jawa sebagai perekat persatuan bangsa,” tambahnya.
Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kebudayaan RI melalui Balai Kebudayaan Wilayah XXIII Papua Barat Daya.
Kepala Balai, Dr. Nahar Cahayandaru, menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung setiap bentuk pelestarian budaya lokal maupun nasional.
“Kami mendukung semua kebudayaan masyarakat, bukan hanya Ikaswara. Kantor kami di Km 24 terbuka bagi komunitas dan perorangan yang ingin mengajukan kegiatan seni dan kebudayaan. Pemerintah juga menyiapkan berbagai program, termasuk Seniman, Maestro Masuk Sekolah tahun depan,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa regenerasi pelaku budaya menjadi hal penting yang perlu terus diperhatikan.
“Anak-anak sudah mulai mencintai budayanya. Tugas kita memastikan ada regenerasi agar warisan budaya tetap hidup,” ujarnya.
Pertunjukan wayang kulit yang dibawakan oleh dalang Ki Ahmad Sodik berlangsung hingga menjelang subuh. Lakon Gatotkaca Kawisuda berhasil memikat penonton dengan alur kisah kepahlawanan yang dikemas apik dan diselingi alunan musik tradisional campursari.
Salah satu pengunjung, Frans, mengaku sengaja datang untuk menyaksikan pertunjukan tersebut, meski tidak memahami bahasa Jawa yang digunakan sang dalang.
“Saya tidak mengerti bahasanya, tapi suasananya sangat menarik. Musik dan ceritanya hidup sekali. Saya menikmati pertunjukan ini sambil minum kopi dan makan rebusan. Rasanya seperti ikut larut dalam suasana kampung,” ungkapnya sambil tersenyum.
Tidak hanya orang tua, anak muda hingga anak-anak menikmati pagelaran yang jarang terjadi tersebut. Mereka larut dalam dialog yang dibawakan oleh dalang dengan tokoh wayang yang terbuat dari kulit itu.
Dengan dukungan penuh dari berbagai pihak, Festival Seni Budaya Swara Pemuda 2025 tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga simbol cinta tanah air dan warisan leluhur. Di tengah keberagaman Papua Barat Daya, gema gamelan, tari, dan kisah pewayangan menjadi jembatan rindu yang menghubungkan perantau dengan akar budayanya serta tanah Papua yang penuh damai. (Oke)









Komentar