SORONG,- Setiap suku memiliki adat istiadat yang khas dan berbeda-beda. Salah satu yang paling banyak ditemui yaitu acara peminangan antara kedua belah pihak, baik pihak laki-laki dan pihak perempuan calon mempelai.
Prosesi peminangan sekaligus pembayaran maskawin, yang dalam bahasa biak disebut Ararem, atau Abos Kapar. Merupakan bagian dari seka kaki saat calon laki-laki dan pihak keluarganya berada di depan pintu rumah wanita yang masih dalam keadaan tertutup.
Hal ini diceritakan langsung oleh Kepala Besar Biak se-Provinsi Papua Barat, Hengky Korwa, saat ditemui sorongnews.com, Sabtu (24/9/22), usai melakukan peminangan serta pembayaran maskawin dari calon laki-laki yakni saudara Jhony Korwa kepada calon Maitua (Perempuan) Agnes Louis.
“Jadi proses minang dan bayar maskawin Ararem ini yang pertama, kami pihak laki-laki datang minang dulu setelah itu nanti dapat berita dari keluarga calon mempelai bahwa tuntutan adat mas kawin”, jelas Hengky.
Kata Hengky, peminangan itu mereka harus melakukan seka kaki, di pintu rumah perempuan sambil mengantar maskawin berupa uang tunai dan sejumlah piring adat dengan berbagai macam motif.
Selanjutnya akan ada tanya jawab dari pihak perempuan yang menanyakan maksud dari kedatangan pihak laki-laki yang masih berada di pintu rumah. Setelah tanya jawab di pintu rumah, akan dibukakan sebagai tanda cinta kasih dan keluarga siap menerima pinangan tersebut.
Disela-sela prosesi tanya jawab akan dilanjutkan dengan pelepasan kain gendongan (Abos Kapar) dari sang Ibu yang telah melahirkan anak perempuannya. Artinya, Ibu siap melepaskan sang anak untuk dimiliki oleh orang yang dicintai, yang akan menjadi calon Imam setelah diberkati dalam Pernikahan Kudus.
“Kami orang biak dulu itu tidak kenal dengan nominal uang bayar maskawin, syaratnya berupa perahu tifa dan juga ada gelang. Namun, zaman terus berubah dengan perkembangan semakin canggih, maka nominal uang juga sekarang dihitung sebagai bagian dari maskawin,” terang Hengky.
Ditambahkannya, proses bayar adat ini sudah menjadi tradisi bagi orang Papua secara keseluruhan, suku-suku yang mendiami Tanah Papua, hanya saja prosesnya yang beda-beda.
Tradisi ini lebih sering dilakukan oleh suku biak, yaitu letakkan kaki dalam piring tua yang ibaratkan orang baru yang datang dalam keluarga yang dikunjungi. Maka, perlu ada seka kaki di pintu yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki. (Mewa)
Komentar