PON Terakhir, Judo Putri PBD Gagal Sumbang Medali

BANDA ACEH- Setelah berusaha memberikan yang terbaik, atlet judo puteri Provinsi Papua Barat Daya (PBD), Zisilia Gloria Stepanie Mailoa belum berhasil mempersembahkan medali dalam PON XXI Aceh-Sumut.

Pada tanding kelas diatas 78 Kg memperebutkan juara 3, Stepanie yang disapa Fani kalah dari atlet judo Provinsi Papua, Silvania.

Pantauan media ini, pada pertandingan kedua memperebutkan juara 3 yang berlangsung Rabu (12/9) di Gelanggang Universitas Syiah Kuala (USK) Kota Banda Aceh.

Awalnya Fani dan Silvana yang sama-sama dari Tanah Papua berlaga cukup seru.

Namun di menit ke 2.13 detik, Fani akhirnya takluk dari Silvania, atlet judo dari Provinsi Papua yang berhasil meraih perunggu di kelas +78 Kg.

Atas kekalahan Fani dalam pertandingan ini, Pelatih Fani, Jonadap Watimena mengatakan, hasil yang diraih merupakan efek dari kurangnya sparing. Dimana dalam pertandingan, atlet judo putri andalan Provinsi Papua Barat Daya itu kurang reflek.

Dituturkan oleh Jonadap Watimena, selama ini atlet judo PON Papua Barat Daya banyak latihan mandiri. Karena hanya TC mandiri tidak ada sparing partner.

“Sedangkan kami butuh sparing partner yang lebih banyak,”ujarnya.

Dalam teknik latihan, dikatakan Jonadap Watimena, semakin banyak sparing partner, maka akan menajamkan feeling dari atlet tersebut. Dari feeling itulah, akan muncul gerakan reflek seperti melakukan bantingan-bantingan.

“Ini main feeling, lawan ke kiri, ke kanan itu feeling. Latihan sparing itu menimbulkan feeling dari atletik. Semakin banyak sparing, feelingnya akan kuat. Tadi itu tidak ada reflek,”jelas Jonadap Watimena.

Yang pasti dikatakan bahwa kekalahan Fani adalah efek dari kurang sparing karena TC yang minim.

“Itu yang saya katakan, TC acak-acak, programnya diacak. Selama ini TC mandiri. Dan kenyataannya seperti inilah hasilnya,”tandasnya.

Jika Moses Manuputty berhasil meraih medali perunggu, dikatakan Jonadap, beda dengan kualitasnya Moses, karena Moses lebih banyak sparing, tanding sehingga kualitasnya pun lebih baik.

“Harapan saya kedepan, ini evaluasi kita agar lebih memperhatikan olah raga, khususnya cabor judo. Kita lihat yang sudah berkualitas, yang berprestasi saat ini, tolong diperhatikan. Bukan judo saja tapi seluruh cabang olahraga harus diperhatikan,”harapnya.

Agar Papua Barat Daya bisa unggul di even-even selanjutnya, maka atlet yang berpotensi harus terus diperhatikan.

“Agar dikasi rangsangan terus, supaya yang lain juga mengikuti. Satu dikasi rangsangan maka yang lain akan mengikuti bahwa kita harus berprestasi supaya kita diperhatikan,”imbuh Jonadap Watimena.

Dalam hal ini, Jonadap Watimena mengatakan perlu ada prioritas kepada cabor, atlet harus dibina terus. Karena para atlet yang berprestasi itulah yang akan membawa nama daerah, mengharumkan nama daerah di luar baik nasional maupun di dunia internasional.

Sekali lagi dikatakan, Fani yang belum berhasil jadi bahan evaluasi karena kualitas latihan yang tidak maksimal.

“Ini sesuai dengan apa yang kita persiapkan. Sparing partnya yang kurang, sehingga dia tidak punya reflek tadi,”ujarnya.

“Dan tadi kita tidak bisa masuk ke lapangan atur-atur teknik itu tidak bisa. Yang kita lakukan adalah berikan strategi , teknik itu muncul saat latihan,”imbuh Jonadap Watimena.

Diakuinya, lawan Fani saat tanding bukan orang baru, Ia sering ketemu dalam beberapa even pertandingan. Namun kelebihan atlet judo Papua itu sering try out keluar, banyak sparing, refleknya bagus sehingga Ia pun menang dan menyumbangkan medali perunggu untuk Provinsi Papua.

Sementara itu, Zisilia Gloria Stepanie Mailoa yang akrab disapa Fani tak mampu membendung rasa sedihnya setelah kalah dalam pertandingan melawan atlet judo Provinsi Papua, Silvania.

Dengan tubuh yang masih basah keringat, Fani mengatakan dalam pertandingan yang berlangsung 2 menit 13 detik, Ia telah memberikan yang terbaik bagi Provinsi Papua Barat Daya.

“Saya merasa sedih, saya sudah berusaha yang terbaik. Terima kasih kepada Tuhan Yesus, kepada pelatih yang selalu memberikan support, saya tidak bisa membalas semua kebaikan dari pelatih dan teman-teman dalam tim yang selalu mendukung, ya ini hasilnya saya sudah berupaya,”ujar Fani dengan meneteskan air mata.

Peraih medali perak pada PON XX di Papua 2021 lalu mengakui, di usia yang tak muda lagi –diatas 30 tahun lebih, Ia memberikan motivasi kepada atlet-atlet muda di ujung timur, kepala burung Papua untuk tetap semangat latihan agar bisa sampai di even nasional maupun internasional.

Seperti diketahui, Fani yang sehari-hari ASN pada Dinas Pendidikan dan Olaharaga Provinsi Papua Barat mengaku PON XXI ini merupakan yang kelima kalinya yang Ia ikuti .
Pengalaman tanding sebagai atlet Judo yakni pada PON XVII di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur tahun 2008, kemudian PON XVIII di Pekanbaru, Riau tahun 2012, PON XIX di Bandung, Jawa Barat tahun 2016, PON XX di Jayapura, Papua tahun 2021 dan PON XXI di Aceh-Medan tahun 2024.

Pada PON XX di Jayapura, Papua tahun 2021 lalu, Fani berhasil meraih juara 2 dengan membawa pulang medali perak.

“Kita harus membanggakan tanah kita, kita harus berbuat yang terbaik untuk tanah kita. Saya merasa sedih, terbeban juga dengan hasil yang saya berikan. Inilah hasil saya, pelatih juga sudah berupaya, tapi saya rasa terbeban dengan yang sudah membantu saya sampai di tempat ini,”ujar Fani masih dalam rasa sedih yang mendalam lantaran belum berhasil mempersembahkan medali di PON XXI Aceh-Sumut.

Seperti dikatakan oleh Jonadap Wattimena, karena faktor usia yang tidak muda lagi, PON XXI Aceh-Sumut ini merupakan PON terakhir yang diikuti Fani Mailoa. (**)

Komentar