Masjid ini berdiri kokoh dan tua di Tanah Papua yang mayoritas memeluk agama Kristen. Masjid ini pula menjadi saksi bisu keberagaman dan perbedaan di Papua. Ialah Masjid Tua Patimburak atau yang memiliki nama asli Masjid Al Yassin yang menyimpan sejarah penyebaran agama Islam di Tanah Papua yang dibangun lebih dari 150 tahun lalu, menjadikannya sebagai masjid tertua di Fakfak sekaligus di Papua Barat dan juga merupakan salah satu situs cagar budaya di kabupaten penghasil pala tersebut.
Masyarakat Provinsi Papua dikenal sangat majemuk dengan beragam etnis, suku, agama, bahasa, budaya dan adat istiadat. Namun dalam kehidupan sosial toleransi antarumat beragama di Bumi Cenderawasih itu dikenal sangat rukun dan damai. Kehidupan antarumat beragama yang kondusif menjadi modal besar untuk membangun Tanah Papua yang lebih sejahtera dan berkeadilan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pendeta Hizkia Rollo menegaskan komitmen Papua sebagai “Tanah Damai” agar terus dijaga dan jangan ada satu orang pun yang berusaha merusaknya.
“Papua sudah ditetapkan sebagai Tanah Damai. Kita tidak boleh mengalah pada strategi dan cara apapun. Apapun alasan dan kepentingannya, pimpinan agama harus tetap menjadikan Papua Tanah Damai. Kita para tokoh lintas agama menyatakan sikap bahwa damai dan kerukunan adalah harga mati,” ujar Hizkia Rollo.
Toleransi kerukunan antarumat beragama di Tanah Papua menjadi nilai penting karena saling menghormati agama yang dianut di setiap masyarakat dengan mengembangkan konsep dasar persaudaraan. Dari ajaran toleransi, kesadaran warga untuk menghargai, menghormati, membiarkan, dan membolehkan pendirian, pandangan, keyakinan, kepercayaan akan tumbuh. Bahkan, nilai toleransi akan memberikan ruang bagi pelaksana kebiasaan, perilaku dan praktik keagamaan orang lain yang berbeda kepercayaan.
Pembangunan Masjid Tua Patimburak juga menjadi simbol toleransi. Dari bentuk bangunannya, terlihat kubah yang menyerupai model atap gereja-gereja di Eropa. Bentuk ventilasi dan pilar bangunan juga dibuat seperti bangunan kolonial. Keberadaan tiga pintu di sisi utara, selatan, dan timur masjid, melambangkan keberadaan tiga agama di Fakfak. Arsitektur bangunan masjid yang dibangun oleh Raja Pertuanan Wertuar pada 1870 ini sangat unik karena merupakan perpaduan bentuk masjid dan gereja.
“Artinya, supaya umat beragama di Fakfak tidak bisa dipisahkan. Diharapkan tiga agama, yaitu Islam, Kristen, dan Katolik, yang menjadi ciri khas masjid selalu hidup rukun,” kata Moi Kuda, cucu dari Raja Pertuanan Wertuar, di Masjid Patimburak.
Sementara itu pengurus dan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua, tokoh lintas agama, akademisi dan berbagai unsur pejabat di Papua berkomitmen untuk menjaga dan mempertahankan “Papua Tanah Damai”, menolak rasisme antar elemen masyarakat di Indonesia.
Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar juga menyampaikan ajakan dan imbauan senada, yakni ajakan membangun komunitas basis. “Bukan sesuku tetapi yang berdekatan. Rukun dulu, bangun kerukunan. Kerukunan dan kedamaian jangan hanya membatasi diri pada satu agama atau suku, tapi pada siapapun yang membutuhkan,” pesan Leo. (**)
Komentar