SORONG, PBD – Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) melakukan pelaporan terkait dugaan pelanggaran hukum, etik dan pelanggaran administrasi pelaksanaan tahapan Pemilihan Gubernur-Wagub PBD oleh KPU PBD kepada Bawaslu PBD bertempat di Kantor Sekretariat Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, Kota Sorong, Selasa (24/9/24).
Ketua Tim 12 Kuasa Hukum MRPBD, Muhammad Syukur Mandar menuturkan bahwa pihaknya menilai dan memandang bahwasanya KPU Papua Barat Daya telah mengabaikan kewenangan MRP yang telah diatur dan tertuang dalam undang-undang nomor 2 tahun 2021 pasal 20 ayat 1 huruf a.
“Keputusan yang dikeluarkan KPU Papua Barat Daya tentang penetapan Paslon Gubernur-Wagub PBD telah mengabaikan putusan MRPBD,” ujar Ketua Tim 12 Kuasa Hukum MRPBD, Muhammad Syukur Mandar.
Lebih lanjut, disebutkannya bahwa, didalam undang-undang MRP merupakan lembaga negara dan mempunyai kewenangan untuk menentukan persyaratan calon sesuai yang diatur dalam pasal 12 dan pasal 20 UU 21 tahun 2021, sebelum akhirnya dirubah menjadi UU nomor 22 tahun 2021.
“Usulan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya oleh KPU harus mendapatkan pertimbangan dari MRP, seharusnya KPU menjalankan sesuai keputusan MRP, sebab ini bagian dari ketentuan undang-undang. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 29 tahun 2011 yang mempertegas posisi MRP sebagai lembaga yang merepresentasikan adat, kewenangannya memberikan syarat calon sebagaimana dalam pasal 12, didalamnya syarat calon gubernur dan wakil gubernur harus Orang Asli Papua,” sebutnya.
Diterangkannya bahwa, dalam salinan keputusan KPU PBD nomor 78 tahun 2024 tertanggal 22 September 2024 tentang penetapan Paslon Gubernur-Wagub PBD tidak dapat dijadikan petunjuk teknis dalam pelaksanaan Pilkada, sebab dirinya menilai KPU wajib menjalankan keputusan MRP berlandaskan keputusan MK nomor 29 tahun 2011 yang memuat bahwasanya MRP memiliki kewenangan dalam membuat pertimbangan, persetujuan dan putusan.
“Putusan MRP itu final, tidak bisa diuji atau diverifikasi oleh KPU, namun keputusan KPU Papua Barat Daya semua menyalahi ketentuan. Putusan MRP itu adalah syarat calon, sehingga sebelum mendaftar ke KPU, yang ditunggu itu putusan yang dikeluarkan MRP, tetapi yang dilakukan KPU mengabaikan hal itu,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, dirinya berpandangan hukum bahwa KPU RI dan KPU Papua Barat Daya telah melanggar etik serta melakukan perbuatan melawan hukum sebab telah mengabaikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Tentu kami berpandangan bahwa KPU RI dan KPU Papua Barat Daya secara nyata melanggar etik serta telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengabaikan kewenangan perundang-undangan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu PBD Farli Sampetoding Rego menuturkan bahwa, pihaknya telah menerima berkas laporan dari MRPBD. Disampaikannya, pihaknya akan mempelajari laporan MRPBD terhadap KPU Papua Barat Daya.
“Laporan ini sudah disampaikan dan itu akan merujuk pada Perbawaslu 8 tahun 2020 untuk penanganan pelanggaran. Soal nanti mau ditentukan apakah terpenuhi atau tidak, nanti kami lihat,” tutur Ketua Bawaslu PBD Farli Sampetoding Rego.
Disambungnya bahwa, terkait status laporan pihaknya akan melihat seperti apa, dikarenakan untuk pelanggaran sendiri terbagi dalam beberapa jenis pelanggaran.
“Untuk status laporan kita lihat, karena pelanggaran itu ada tiga, pertama itu pelanggaran administrasi, kedua pelanggaran administrasi yang terstruktur, sistematis dan masif, serta ketiga itu sengketa antara peserta pemilu maupun sengketa peserta pemilihan dengan penyelenggara dalam hal ini keputusan KPU,” sambungnya.
Dirinya menandaskan bahwa, terkait pelanggaran yang dapat tergolong pelanggaran kode etik, maka pihaknya akan meneruskan hal tersebut kepada DKPP.
“Kalau untuk pelanggaran kode etik tentu akan diteruskan ke DKPP, itu tentu dalam kajian, yang jelas untuk status laporan kami lihat,” tandasnya. (Jharu)
Komentar