SORONG, PBD – Puluhan masyarakat lintas profesi dari berbagai latar belakang selama dua hari mengikuti pelatihan Community Organizer yang dilaksanakan Yayasan Tifa Mandiri (Yatima) di salah satu hotel Kota Sorong, Papua Barat Daya, Rabu dan Kamis (13-14/9/23).
Selama dua hari mengikuti pelatihan, peserta dari Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong berbaur satu sama lain dibawah sejumlah trainer dari Yatima dan Siklus Indonesia.
Salah satu peserta mewakili aktivis Perempuan Papua dan ekonomi kerakyatan, Nova Sroer mengungkapkan dapat menerima manfaat selama dua hari mengikuti pelatihan tersebut. Ia mengaku pertama dikenalkan mengenai HIV AIDS di komunitasnya banyak mendapatkan tantangan. Hal ini yang membuat dirinya terpanggil untuk mengikuti pelatihan tersebut untuk mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya dan dukungan dari Komunitas Yatima.
“Saya juga merasa penting untuk melakukan pelayanan kesehatan seperti ini. Hal ini penting untuk kita yang selalu melakukan aktivitas di ruang-ruang umum. Melalui pelatihan ini, Kami juga membuka kerjasama dengan pihak lainnya, mulai dari dinas, instansi, TNI.Polri, Tokoh masyarakat, tokoh agama dan lainnya untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai HIV AIDS dan mengikuti tes sukarela HIV AIDS, apalagi bagi Kami orang asli Papua,” ujar Nova.
Pada kesempatan tersebut, Ia juga melakukan tes HIV AIDS secara sukarela. Ia beralasan dengan melakukan tes HIV secara sukarela, membuktikan kepada komunitasnya bahwa tak perlu ragu untuk melakukan tes HIV, apalagi bagi mereka yang beresiko tinggi tertular ataupun menularkan kepada orang lain.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat adat, Elyas Yumte dari Forum Lintas Suku Papua mengatakan bahwa dari 7 wilayah adat di Sorong Raya, sangat merespon kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut merupakan informasi dasar dan edukasi bagi dirinya sebagai tokoh masyarakat adat untuk kemudian akan disebarluaskan kepada masyarakat adat.
“Kami orang Papua yang ada di tanah Papua belum memahami baik berkaitan dengan penyakit atau virus HIV ini. Dipikiran kami itu, informasi berkaitan dengan hal-hal yang negatif, misalnya HIV AIDS ini penyakit kutukan dan penyakit akibat perilaku menyimpang. Oleh karena itu, Kami perlu mengetahui informasi dan tapi ada hal-hal yang membuat kita rasa malu, takut soal HIV AIDS. Ternyata hal ini bagus untuk bagaimana mencegah, mengetahui tentang kesehatan kita pribadi,” ujar Elyas.
Ia pun tak ragu melakukan tes HIV pada kesempatan tersebut untuk memastikan bahwa dirinya masih aman dari virus tersebut.
“Saya menghimbau kepada orang-orang Papua yang ada, Mari kita sama-sama lakukan tes atau periksa, karena ini penting untuk kesehatan kita. Harapan kami usai pelatihan ini, Kami akan lakukan sosialisasi dan mengajak orang untuk kita melakukan pemeriksaan atau tes supaya mengetahui pribadi tentang diri kita. Kalau memang ada yang positif tidak perlu berkecil hati, Kita akan saling mengenal, mendukung dan melakukan pendampingan untuk pengobatan. Orang HIV itu bukan ada virus langsung mati, tapi lebih cepat kita tahu lebih cepat diobati,” sebut Yumte.
Sementara itu, Ketua Yatima, Deky diakhir kegiatan mengatakan bahwa tindak lanjut dari pelatihan Community Organizer ini adalah menyamakan persepsi untuk kemudian melakukan sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk melakukan tes HIV secara sukarela.
“HIV ini penyakit menular tidak bergejala, bagi masyarakat, mari kita secara sukarela dapat melakukan tes HIV, karena semakin cepat diketahui maka semakin cepat diatasi melalui pengobatan,” ujar Deky.
Ia pun mengajak semua peserta pelatihan untuk kemudian dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam mensosialisasikan dan memberikan pengertian serta edukasi tentang stigma terkait HIV AIDS yang masih banyak dianggap sebagai penyakit hukuman dari Tuhan.
Pada kesempatan tersebut pula, salah satu Orang Dengan HIV AIDS (ODHIV) menceritakan kisahnya tertular HIV sejak tahun 2008 dan bagaimana dia dapat bertahan hingga saat ini dan tidak menularkan HIV kepada pasangan dan anak-anaknya.
Pengakuan diri ODHIV ini membuat relawan semakin yakin bahwa ODHIV bukan penyakit kutukan. (Oke)
Komentar